Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Apa yang Terabaikan Setiap Gempa Terjadi?

16 Januari 2021   17:09 Diperbarui: 17 Januari 2021   11:54 2039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar:Pusat Studi Gempa Nasional

Meski riset ini tentang wilayah Jawa, namun nampaknya wilayah lain di Indonesia yang memiliki potensi gempa besar dan tsunami besar kurang terdorong untuk menggiatkan mitigasi bencananya.

Siklus gempa & tsunami adalah salah satu kajian yang cukup menonjol di kalangan para ahli geologi dan aktivis kebencanaan. Mereka mencatat, bahkan mensosialisasikan berbagai siklus gempa dan tsunami besar di beberapa tempat di Indonesia. 

Selain Aceh (2004) dan Palu (2018) yang sudah terjadi, masih ada beberapa wilayah lain yang terancam gempa & tsunami besar. Riset yang baru-baru ini dikerjakan oleh ITB adalah salah satu peringatan yang sekali lagi diberikan oleh para ahli geologi.

Jangan lupa gempa dan tsunami besar di Sulawesi Tengah di akhir September 2018 lalu juga sudah ada kajiannya dan sudah ada sosialisasi tentang ancaman gempa & tsunami besar di sana. Salah satu yang mengkajinya Mudrik Daryono dalam disertasinya untuk meraih gelar doktor dari ITB di tahun 2016 (Program Studi Doktor Sain Kebumian). 

Mudrik bahkan ikut terjun di Ekspedisi Palu-Koro untuk memberi peringatan di tahun-tahun sebelum terjadinya gempa besar di Sulawesi Tengah di akhir September 2018 lalu itu.

Mudrik Daryono yang aktif menjadi peneliti gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam disertasinya tentang "Paleoseismologi Tropis Indonesia" (2016) menyebut, Sesar Palolo Graben ini memanjang 70 km dan membentuk lembah Palolo dan lembah Sopu. Sesar itu di barat laut berpotongan dengan Sesar Palu-Koro, sedangkan di batas tenggara menghilang di Lembah Napu.

Namun, yang lebih dikhawatirkan di Sulawesi Tengah bukan Sesar Palolo Graben, melainkan Sesar Palu-Koro, sesar darat terpanjang kedua di Indonesia setelah sesar besar Sumatera. Sulawesi yang terbentuk dari tumbukan tiga lempeng besar, yakni Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik, adalah pulau amat dinamis dan dibelah banyak sesar aktif.

"Sebagian sesar melintas di kota padat. Berdasarkan ancamannya, yang perlu dikhawatirkan adalah Kota Palu yang dilalui Sesar Palu-Koro di segmen Palu dan segmen Saluki. Selain itu, Kota Soroako dilalui Sesar Matano, terutama segmen Pamsoa dan segmen Ballawai. Sementara Kota Poso dilalui sesar naik Tokararu," kata Mudrik.

(http://lipi.go.id/lipimedia/WASPADAI-GEMPA-BESAR-DI-SULAWESI/18355)

Jadi, para ahli geologi sebenarnya sudah mengingatkan soal ini, bahkan sudah bertahun-tahun. Namun seringkali sebelum sempat gerakan mitigasi bencana lebih digiatkan lagi, gempa sudah terjadi. Padahal mitigasi penting untuk mengurangi risiko korban dan risiko kerugian.

Untungnya pemerintah Jokowi cukup tanggap pada potensi bencana yang berasal dari tumbukan lempeng tektonik ini. Pemerintah tahun 2019 lalu sudah menetapkan anggaran mitigasi bencana sebesar 15 triliun. Anggaran ini naik 2 kali lipat dari tahun sebelumnya ( https://www.dw.com/id/anggaran-mitigasi-bencana-2019-naik-dua-kali-lipat/a-46995847 ).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun