Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gawat, Rini Sumarno Terima Komisi? Sudah Waktunya Indonesia Dinyatakan Negara Darurat Suap  

18 April 2016   06:02 Diperbarui: 18 April 2016   07:13 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Harian Suara Merdeka  (13/4/2016) memberitakan bahwa Menteri BUMN Rini Sumarno menerima uang sebesar USD 5 juta atau sekitar Rp 65 milyar untuk Proyek Kereta Api Cepat Jakarta Bandung. Nilai proyek itu sendiri adalah USD 5 milyar atau Rp 65 Triliun. Jadi uang yang diberikank kepada Rini Sumarno adalah persis 0,1% dari nilai proyek.

RMOL melaporkan bahwa telah dilakukan pemeriksaan terhadap Gubernur Provinsi Hainan, Ji Wenlin  pada pertengahan Januari 2016 yang lalu. Hasil pemeriksaan mengungkap fakta mengejutkan. Ji Wenlin bersama Komite Pusat Partai Komunis China Zhou Yong Kang  berperan memenangkan membangun sejumlah proyek di sejumlah negara, termasuk Indonesia.  Salah satu perusahaan yang mereka bantu memenangkan proyek adalah China Railway Construction Limited (CRC).

Untuk peran itu, menurut Brunei Direct, media online di Brunai Darussalam, Li Wenlin dan Zhou Yong Kang mendapatkan komisi sebesar 10-20% dari setiap proyek yang dimenangkan. Di Thailand, Ji Wenlin dan Zhou Yong Kang bekerja sama dengan seorang jenderal polisi bernama Pongpat Chsyapan yang tersangkut kasus penyuapan dalam proyek yang dibangun oleh China Railway Construction sejak 2006.

 Di India, Wenlin dan Zhou memiliki hubungan dekat dengan mantan Perdana Menteri Manmohan Singh. Keduanya juga memiliki hubungan bisnis batu bara dengan salah satu petinggi India, Pakaj Bhujbal.

 Adapun di Indonesia, disebutkan Ji Wenlin Zhou Yong Kang memiliki hubungan sangat dekat dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo lewat Menteri BUMN Rini Soemarno, orang yang paling menentukan dalam proyek kereta cepat. Pada Januari 2016, Ji Wenlin mengatur transfer uang sejumlah 5 juta dolar AS atau setara Rp 65 miliar ke Menteri Rini.

 Ji Wenlin dan Zhou Yong Kang sendiri telah dijatuhi hukuman atas dugaan korupsi. Ji Wenlin dihukum penjara 14 tahun sedangkan Zhoun Yong Kang dihukum penjara seumur hidup sesuai dengan pemaparan Wang Dan dalam seminar anti-korupsi di Taiwan awal pekan lalu.


Sampai hari ini(17/4/2016)  belum ada berita yang berisi sanggahan dari pihak Rini Sumarno atas berita tersebut. Maka sesuai pepatah  Arab, “diam artinya benar”, maka komisi Rp 65 milyar itu benar adanya. Hanya KPK tidak bisa berbuat banyak untuk mengusutnya karena terjadi di luar negeri, dan mungkin masuk ke rekening Rini di luar negeri juga.

Sejak lama Proyek KA Cepat Jakarta Bandung itu sebenarnya sudah menyerakkan aroma korupsi dan suap. Harganya jauh lebih mahal dari proyek serupa di Iran. Proyek KA Cepat diIaksanakan oleh investor yang sama dengan KA Cepat Jakarta Bandung. Tapi harganya lebih mahal dua kali lipat dengan panjang rel yang juga lebih panjang d lebih 3 kali lipatnya.   Proyekk KA Cepat di Iran hanya bernilai USD 2,7 miliar  dengan jarak 400 km. Sementara itu, proyek  kereta cepat Jakarta-Bandung bernilai USD 5,5 miliar  dengan jarak hanya 142 km.

Kenapa lebih mahal, maka pihak Kedubes China buru-buru memberikan pembelaan, bahwa nilai itu belum semuanya, karena ada bagian pekerjaan yang kerjakan oleh pihak lain.

Tender Proyek KA Cepat ini sempat dibatalkan oleh Presiden Jokowi karena baik pihak Jepang maupun China selaku peserta tender masih mempersyaratkan adanya jaminan dari APBN jika proyek ini bermasalah. Namun Rini Sumarno masih bersigigih untuk meneruskannya. Ia berhasil mendapatkan kesediaan China untuk tidak mempersyaratkan jaminan APBN.  Maka Rini selaku Menteri BUMN membentuk konsorsium BUMN untuk menggarap Proyek KA Cepat ini,, sebagai mitra dari pihak China.  Dan ujung-ujungnya, Rini Sumarno menerima sebesar USD 5 juta atau Rp 65 Triliun. Proyek KA Cepat Jakarta Bandung adalah proyek raksasa. Jadi komisinya sangat besar.

Di Jakarta H. Muhammad Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta juga terkena OTT suap oleh KPK. setelah terima uang suap sebesar Rp 1.140 milyar terkait Raperda yang akan dibuat oleh DPRD dan Pemprov DKI Jakarta. Itu adalah penerimaan kedua, sehingga total ia menerima Rp 2 miyar. Tidak seberapa besar dibandingkan yang diterima  Rini Sumarno. Tapi dana yang disediakan  mungkin cukup besar,  karena yang menerima suap bisa lebih banyak dan  masih diselidiki KPK.

Untuk menggoalkan Raperda tentu tidak mungkin sendiri.  HMS sebenarnya sudah menyebut 17 nama di Badan Legislatif DRP DKI Jakarta. KPK sedang mendalaminya. Jika masing-masing menerima jumlah yang sama dengan HMS, maka jumlahnya mencapai Rp 35 Milyar.

Tentu tidak mudah bagi KPK untuk menetapkan 17 orang anggota DPRD Jakarta itu sebagai tersangka, karena harus mencari 2 alat bukti yang kuat. Suap biasanya bersifat tahu sama tahu (TST) dan uang diberikan tanpa tanda terima. Tanpa alat bukti yang kuat, para anggota DPRD DKI yang diduga terlibat dengan mudah menyangkalnya.

Banyak anggota DPR dan DPRD yang terkena OTT karena praktek suap, misalnya Damayanti dari Faksi PDIP terkait proyek PUPR di Maluku, yang menyeret anggota DPR dari Fraksi Golkar Budi Suprianto yang juga telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dan ditahan. Sebelumnya lagi, Irwansyah, anggota DPR dari Fraksi PDIP juga, dari Sulsel,  terkena OPP. Konyolnya, OTT itu berlangsung pada saat PDIP sedang menyelenggarakan Kongres. Lalu ada nama Dewie Limpo anggota DPR yang terkena OTT Suap.

Suap atau istilah lain komisi biasa dilakukan oleh pengusaha atau korporasi kepada pejabat Negara baik di eskekutif, legislatif dan yudikatif. Perusahaan-perusahaan yang menjadi kontraktor proyek-proyek pemerintah bisa memenangkan pengerjaan proyek karena bersedia menyediakan komisi yang lebih tinggi dari kontraktor lain.

Untuk menyediakan komisi itu, pihak perusahaaan kontraktor umumnya melakukan mark-up biaya proyek. Uang komisi biasa disetorkan di depan atau setiap pencairan dana sesuati termen pembayaran. Pimpro  membagi-bagikannya  ke atasan, ke bawahan dan ke samping. Semuanya happy dan semuanya tutup mulut. Hampir tidak ada proyek pemerintah di setiap kementerian, lembaga, dinas yang tidak ada komisinya. Besarnya bervariasi antara 15 sampai 30%. Mungkin hanya Ahok yang mampu menghentikannya di Jakarta.

Kalau  proyek-proyek pemerintah setiap tahunnya bernilai Rp 1.000 triliun diluar biaya rutin pemerintah,  dan rata-rata dipotong sebagai komisi 20%, maka setiap tahun Rp 200 Triliun masuk dalam kantong para PNS dan Pejabat negara. Selain komisi proyek, sumber suap lain adalah seperti yang mengalir ke rekening Rini dan HMS. Rini mendapatkan apa yang disebut “success fee”. Sedangkan HMS mendapat suap dari menjual kewenangan dalam regulasi kepada korporasi. Jadi mengingat besarnya kerugian Negara, sudah waktunya Pemerintah mendeklarasikan Indonesia sebagai Negara dalam kondisi Darurat Komisi dan Suap.

Sekian, Salam

M. Jaya Nasti

Sumber :

http://www.rmol.co/read/2016/04/13/243072/Rini-Soemarno-Terima-5-Juta-Dolar-AS-Terkait-Kereta-Cepat-Jakarta-Bandung-

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/01/29/183021426/Kereta.Cepat.Indonesia.Lebih.Mahal.Dari.Iran.Ini.Penjelasan.Kedubes.China

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun