Naya memeluk sketsa wajah lelaki. Ditatapnya berulang kali hingga lembaran kertas itu membentuk banyak kerut. Semakin diulang semakin sakit. Tangisannya pecah sebelum ombak sampai ke pantai.
Dia melipatnya dijadikan sebuah kapal dan melepas seraya mengucap mantra,
 "Wahai kintamani yang menjadi saksi, cinta sejati akan berpulang padaku."
Malia menatap Nayan dari kejauhan. Dia pandang cincin di jari manisnya. Lelaki itu akan menjadi miliknya seorang. Tujuh tahun tersiksa dalam penantian. Hati lelakinya tersesat pada gadis itu. Gadis kintamani yang melukis senja.
Malia telah jatuh cinta sejak pertama kali melihat lelakinya. Keluarga mereka yang mengatur perjodohan. Dan sejak saat itu tak sabar dia hidup dalam gelimang fasilitas. Status kelas atas. Terlepas keduanya akan hidup terpisah setelah menikah.
Kalau saja mobil yang ditumpangi lelakinya tidak menabrak. Dia pasti kehilangan jejak. Hari itu akhir petualangan bersama gadis kintamani.
Brengseknya, gadis itu selamat dan darahnya mengalir dalam raga lelakinya. Malia tak sudi menyimpan rahasia itu. Maka perihal darah ditelan oleh senja. Selebihnya tak seorangpun mendengar gadis kintamani . Senja merona menjadi muram. Merindukan goresan gadis menjelang malam.
Malia menunggu mata lelaki itu terbuka. Tiga bulan bergantung pada selang di tubuh. Seperti senja ini Malia membersihkan lelakinya dengan air hangat. Dicium telapak tangannya. Diajaknya bercerita. Tentang impian yang mungkin bukan mimpi lelakinya.
Dibisikan tentang rumah pohon di pelataran rumah. Tentang anak-anak mereka yang akan bermain. Menunggu lelakinya pulang kerja. Sedang dia menyiapkan hidangan pelepas lelah.
Bisikan itu seperti sihir. Masuk ke dunia tak terjamah. Mengajak lelakinya pulang dan kembali menikmati senja di kintamani. Mata lelaki itu terbuka setelah melewati sembilan puluh senja. Malia yang pertama kali ditatap. Dia tersenyum seperti telah mendengar semua bisikan Malia. Pernikahan keduanya digelar.
Malia tidak keberatan lelakinya mengajak menikmati senja di kintamani. Lagipula gadis itu mungkin telah dibawa gelombang. Tidak pernah disebut nama gadis itu.
Lelaki itu mengambil kertas dan membuat sketsa senja. Malia bersandar di pundak lelakinya. Menikmati setiap goresan yang mulai menjadi bentuk. Dia memainkan cincin di jari manis. Dipejamkan mata dan memeluk erat lengan kekar itu. Hingga sebuah kapal kertas menyentuh kakinya.
Malia mengambil kapal itu diam-diam dan menjauh. Dia membuka perlahan dan menatap sketsa wajah lelakinya. Dia remas dengan kuat dan terpejam menahan tangis.
Matanya terbuka saat perahu kecil yang lain menyentuh kaki. Dengan cepat dia mengambil sebelum lelakinya melihat. Semakin diambil semakin banyak yang datang. Hingga gadis itu tidak sanggup . Napasnya kian berat. Peluh membasahi dahi.
Malia berjalan mundur. Selangkah demi selangkah, dia bersiap lari meninggalkan kapal kecil itu. Saat dia berbalik, lelakinya telah dibawa kapal kertas raksasa. Perlahan meninggalkannya. Menghilang ditengah semburat senja.