Benih yang terbukti bermanfaat bisa diberi izin uji coba terbatas dengan label “benih uji,” sambil diproses untuk sertifikasi. Mekanisme ini akan memberi ruang aman untuk riset sekaligus melindungi petani.
Lebih dari itu, perlindungan hukum bagi pemulia lokal juga harus diperkuat. UU Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) seharusnya menjadi payung untuk melindungi hasil inovasi mereka. Proses pengajuan hak PVT harus sederhana dan murah, sehingga inovator desa pun bisa mendapat pengakuan resmi.
Dorong Inovasi atau Asal Hukum?
Kasus Munirwan adalah simbol pilihan kebijakan: apakah negara lebih peduli pada tertib aturan administratif, atau sungguh-sungguh mau mendorong ekosistem inovasi?
Jika negara hanya sibuk menegakkan pasal demi pasal tanpa memberi solusi, maka Munirwan hanyalah satu dari sekian banyak penemu yang akan berhenti berinovasi. Sebaliknya, jika kasus ini dijadikan momentum pembaruan regulasi, Indonesia bisa membangun sistem hukum yang adil sekaligus produktif.
Hukum seharusnya mengawal inovasi, bukan menjeratnya.
Pelajaran dari Munirwan
Bangsa ini tidak akan pernah maju bila penemunya dihukum. Munirwan, dengan benih IF8-nya, hanyalah satu contoh nyata. Esok lusa bisa saja muncul penemu pupuk, obat herbal, atau mesin pertanian baru, yang justru takut melangkah karena bayangan jerat hukum.
Kasus Munirwan harus segera diselesaikan dengan bijak. Jangan biarkan status hukum yang menggantung menjadi pisau bermata dua yang setiap saat bisa digunakan untuk tujuan di luar keadilan.
Inovasi adalah nafas kemajuan. Dan negara yang ingin besar harus memilih: menjadi pengawal inovasi, atau sekadar polisi aturan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI