Mohon tunggu...
Mis Juli
Mis Juli Mohon Tunggu... Guru - Guru-Dosen-Penulis-Editor-Blogger

Menulis adalah perjalanan jiwa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Di Balik Fenomena Perseteruan Artis di Sosmed

18 Juni 2021   19:32 Diperbarui: 18 Juni 2021   20:00 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Viral. Sumber ilustrasi: PIXABAY/ktphotography

Assalamualaikum, sahabat.

Jumpa lagi ya bersama seorang ms Juli di sini. Alhamdulillah doanya hari ini semua sahabat sehat, bahagia, rezeki-peluang-keberuntungan berlimpah. Aammiin allahumma aammiin.

Hari ini, ms Juli mau membahas tentang fenomena yang sedang berkembang di dunia keartisan. Sesuatu yang bisa disebut dengan gimmick, hard selling, atau drama  perseteruan antara artis Cadel (katanya) yang dikenal dengan nama Denise.

Entah bermula dari mana, kenapa harus terjadi, dan tujuan apa dari dimulainya drama perseteruan antara Denise dan artis-artis senior seperti Uya Kuya, Depe (Dewi Persik). Sebuah perseteruan bisa dan boleh saja terjadi pada siapapun. Tidak terkecuali artis menuju papan atas sekalipun. Sebagai jalan halal menuju ketenaran viral.

Viral, apa sih itu? Viral itu apabila dari ujung indonesia Barat sampai Timur, bahkan seluruh dunia mengetahui, menonton, mencari tahu, sebuah peristiwa atau kejadian yang terjadi pada seseorang, sekelompok, atau mahluk-Nya. 

Sebagai seorang guru, mis Juli ingin membahasnya, dari sisi dekadensi moral. Kalau kejadian perseteruan antara keduanya (Denise dan artis lain) adalah gimmick atau bukan, rasanya kurang pantas deh. Seakan menggiring netizen (penonton) untuk saling menebar kebencian, diajak berprasangka, atau melakukan sesuatu yang sesungguhnya hanya membuang-buang energi permusuhan semata.

Ms Juli bukan pada konteks untuk menganggap keduanya benar, atau  salah. Hanya menyayangkan, mengapa prasangka demi prasangka dibiarkan terus bersemayam di kepala masing-masing sehingga dipertontonkan secara liar di hadapan publik baik berupa tiktok, sosmed, maupun Chanel YouTube. 

Seperti kita tahu saat ini, di masa pandemi, penonton daring melalui YouTube dan tiktok cukup tajam peningkatannya. Dari anak kecil sampai orang tua, adalah sasaran target tontonan kedua medsos tersebut yang terus bertambah penikmatnya. Terlebih penggunaannya yang mudah siapapun bisa menggunakan.

Sadarkah Denise, dan musuh-musuhnya, atau siapapun yang saling berpihak? Pembelajaran apa sih yang hendak kalian pertunjukkan? Sekiranya anda berdua, berada di posisi para penonton? Setiap kita memang tidak bisa memaksakan harus suka, atau tidak suka pada seseorang, tapi juga tidak perlu mengajak, memprovokasi, atau menjelek-jelekkan satu dengan lainnya dengan mengumbar kebencian dan kelemahan seseorang bukan? 

Sayang, hal ini jadi karakteristik yang disukai oleh penonton saat ini, bahkan diamini oleh jurnalis, atau TV. Ms Juli khawatir tidak semua penonton bijak dan dewasa menyikapi perkembangan fenomena yang berkembang di masyarakat di zaman Milenial ini. Menjadi contoh yang tidak sehat bagi perkembangan moral balita sampai remaja sebagai cikal bakal generasi bangsa.

Tidak ada lagi istilah, yang waras ngalah atau anjing menggonggong kafilah berlalu. Saat ini Mulutmu Harimaumu rasanya sah-sah saja tersembur dan terucap dengan kasar diikuti seluruh penontonnya. Tidakkah bisa kalian memberikan tontonan dan  tuntunan yang beraklakul Karimah? Menyejukkan? Mengedukasi? Bermoral? Atau apapun. Heloo yang nonton itu nggak satu jenis generasi saja loh! Tapi sekian generasi melihat dan mencontoh.

Wajar saja kalau sekarang, dekadensi moral sudah mulai bertebaran, tidak ada lagi rasa takut, sungkan, hormat, apalagi menyayangi yang lebih muda. Dampaknya? Di saat medsos kini menjadi kiblat trend generasi milenial, perseteruan di medsos, menelanjangi, menghina, sudah melewati batas ambang kewajaran. Agama tidak lagi jadi acuan. Urat malu seakan sudah sumir dan kemudian menghilang.

Mau sampai kapan ini terjadi? Wajar, medsos sudah menjadi tontonan pertama dalam kehidupan seseorang, untuk kemudian dipraktikan di dunia nyata. Pembunuhan, penyiksaan, pertengkaran, perseteruan, bulying, menjadi alat seru pengantar silaturahmi di negri yang dulunya gemah Ripah loh jinawi, demokratis, musyawarah untuk mufakat, dan ramah tamah ini. 

Didukung dengan WFH siswa dan mahasiswa kini, seakan tidak ada lagi tuntunan pendidikan karakter yang wise dari sekolah dan guru-guru nya. Kini tergantikan oleh tontonan dan tuntunan media sosial yang sedang berkembang. Wahai pemimpin, ulama, rohaniwan, sehatkah keadaan kita bangsa ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun