Masjid Agung Banten: Ketika Arsitektur, Sejarah, dan Doa Bertemu
Kompasianer, begitu kaki menginjak pelataran Masjid Agung Banten, rasanya seperti disambut oleh sejarah yang masih hidup. Masjid ini bukan cuma tempat ibadah, tapi juga saksi bisu kejayaan Kesultanan Banten. Dibangun pada tahun 1566 oleh Sultan Maulana Hasanuddin, masjid ini adalah salah satu yang tertua di Indonesia---dan masih berdiri gagah sampai sekarang. Kalau masjid ini bisa ngomong, mungkin dia udah bisa jadi narasumber utama di podcast sejarah.
Yang paling mencolok tentu saja menaranya. Bentuknya mirip mercusuar, tinggi menjulang, dan katanya dulu digunakan sebagai tempat pengintaian musuh. Tapi sekarang, fungsinya berubah jadi tempat favorit para pengunjung buat naik-naik tangga dan selfie dari ketinggian. Kami sempat naik juga, dan wow... pemandangannya bikin napas terengah tapi hati senang.
Di sekitar masjid, ada kompleks makam para sultan Banten, termasuk Maulana Hasanuddin sendiri. Suasananya tenang, adem, dan penuh nuansa spiritual. Banyak peziarah datang untuk berdoa, dan kami pun ikut larut dalam suasana khidmat. Anak-anak sempat nanya, "Pak, ini kayak film kerajaan ya?"---dan saya cuma bisa senyum sambil bisik, "Iya, tapi ini nyata."
Arsitektur masjidnya unik banget. Ada sentuhan Jawa, Tiongkok, dan Eropa. Bahkan katanya, arsitek menara masjid ini adalah seorang Tionghoa bernama Tjek Ban Tjut. Jadi, dari dulu Indonesia udah multikultural banget, ya. Bukan cuma soal toleransi, tapi juga kolaborasi.
Oh iya, jangan lupa mampir ke museum kecil di dekat masjid. Ada koleksi benda-benda peninggalan Kesultanan Banten, termasuk Al-Qur'an kuno dan alat-alat perang. Cocok buat yang suka sejarah, atau yang pengen pamer pengetahuan di caption Instagram.
Â
Â