Â
Beberapa tahun terakhir, dunia kerja global sempat dihebohkan dengan fenomena "The Great Resignation", ketika gelombang karyawan memutuskan resign secara massal demi mencari peluang baru.Â
Fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor seperti burnout, ketidakpuasan terhadap budaya perusahaan, keinginan fleksibilitas lebih besar, hingga dorongan untuk mencari makna baru dalam karier.Â
Namun kini, tren tersebut mengalami perubahan signifikan. Alih-alih berpindah kerja, banyak karyawan justru memilih bertahan di perusahaan mereka. Fenomena ini dikenal dengan istilah "The Great Stay".
Melansir Forbes, para ahli bahkan menyebut tren terbaru ini sebagai "Job Hugging", yakni kebiasaan para pekerja untuk mempertahankan pekerjaan mereka "sekuat tenaga" meskipun sebenarnya ada keinginan untuk mencoba hal baru.Â
Fenomena ini pertama kali diungkap oleh konsultan di Korn Ferry, perusahaan konsultan organisasi ternama.Â
Mereka menggambarkan "job hugging" sebagai respons terhadap ketidakpastian ekonomi global dan melambatnya pasar tenaga kerja, di mana risiko pindah kerja semakin tinggi dibanding beberapa tahun lalu.
Ketidakpastian Ekonomi dan Pasar Tenaga Kerja Sebagai Pemicu
Faktor utama yang memicu fenomena job hugging adalah ketidakpastian ekonomi global.Â
Inflasi yang belum sepenuhnya terkendali, ancaman resesi, perubahan rantai pasok, hingga gelombang PHK massal yang dilakukan perusahaan besar---dari startup teknologi hingga korporasi mapan---membuat karyawan semakin berhati-hati dalam mengambil keputusan karier.Â
Berbeda dengan periode pasca-pandemi, ketika tenaga kerja sangat dibutuhkan dan peluang terbuka lebar, kini pasar tenaga kerja mulai menunjukkan tanda-tanda melambat.
Selain itu, biaya hidup yang meningkat juga membuat karyawan lebih mempertimbangkan keamanan finansial daripada sekadar perubahan karier.Â