Indonesia kembali mengalami deflasi di awal tahun 2025 setelah sebelumnya juga mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut pada tahun lalu.Â
Tidak hanya deflasi bulanan, Indonesia juga mengalami deflasi tahunan, sesuatu yang terakhir kali terjadi 25 tahun yang lalu.Â
Fenomena ini tentu memunculkan pertanyaan: apakah ini alarm bahaya bagi ekonomi Indonesia? Deflasi sering kali dikaitkan dengan perlambatan ekonomi dan melemahnya daya beli masyarakat.Â
Kondisi ini dapat berdampak pada berbagai sektor, mulai dari industri, perdagangan, hingga investasi.
Deflasi di Awal 2025: Fenomena yang Tidak Biasa
Memasuki bulan Ramadan, sentimen deflasi tetap kuat, baik secara bulanan maupun tahunan.Â
Umumnya, menjelang bulan suci Ramadan, permintaan barang dan jasa meningkat, mendorong inflasi. Namun, yang terjadi di awal tahun 2025 justru sebaliknya.Â
Deflasi bulanan dimulai sejak Januari 2025 dengan angka -0,76%, kemudian berlanjut di Februari 2025 dengan deflasi sebesar -0,48%.Â
Tak hanya itu, Indonesia juga mengalami deflasi tahunan sebesar -0,09% pada Februari 2025, sesuatu yang terakhir kali terjadi pada 25 tahun lalu. Fenomena ini mengindikasikan adanya tekanan ekonomi yang cukup besar.
Pola deflasi ini bertolak belakang dengan tren biasanya, di mana menjelang Ramadan dan Lebaran harga-harga cenderung naik akibat meningkatnya permintaan masyarakat.Â
Namun, fakta bahwa harga justru turun menandakan ada sesuatu yang tidak beres dalam perekonomian.Â
Daya beli masyarakat yang melemah membuat permintaan tidak meningkat secara signifikan, sehingga harga-harga tetap rendah bahkan cenderung turun.Â
Hal ini menjadi indikasi bahwa konsumsi domestik yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi mengalami tekanan yang cukup berat.
Penyebab Deflasi: Diskon Tarif Listrik dan Penurunan Harga Pangan
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa penyebab utama deflasi tahunan di bulan Februari adalah kebijakan pemerintah dalam memberikan diskon tarif listrik sebesar 50%.Â
Selain itu, penurunan harga sejumlah komoditas pangan juga berkontribusi signifikan terhadap terjadinya deflasi.Â
Salah satu penyumbang utama deflasi Februari 2025 secara tahunan (year on year) adalah kelompok pengeluaran air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, dengan andil deflasi sebesar -1,92%.Â
Kebijakan diskon tarif listrik yang diberikan oleh pemerintah, meskipun bertujuan untuk membantu masyarakat, secara tidak langsung berkontribusi pada penurunan angka inflasi hingga mencapai deflasi.
Selain faktor kebijakan pemerintah, lemahnya konsumsi rumah tangga juga menjadi faktor utama yang menyebabkan deflasi.Â
Dalam kondisi ekonomi yang sehat, harga barang dan jasa akan naik seiring dengan meningkatnya permintaan.Â
Namun, jika daya beli masyarakat melemah, permintaan terhadap barang dan jasa pun menurun, sehingga harga-harga menjadi stagnan atau bahkan turun.Â
Situasi ini menjadi semakin kompleks ketika dunia usaha juga mengalami tekanan.Â
Ketika harga terus turun, produsen cenderung menahan diri untuk menaikkan harga barang dan jasa karena takut kehilangan konsumen.Â
Akibatnya, keuntungan yang diperoleh pun menurun, yang pada akhirnya berdampak pada berkurangnya produksi dan investasi.
Deflasi: Pertanda Buruk bagi Ekonomi?
Deflasi memang terdengar seperti kabar baik karena harga-harga turun, yang berarti masyarakat dapat membeli barang dengan harga lebih murah.Â
Namun, di sisi lain, deflasi juga menandakan bahwa daya beli masyarakat lemah. Jika deflasi terjadi dalam jangka panjang, produsen dan pelaku usaha cenderung enggan menaikkan harga, bahkan mengurangi produksi karena permintaan yang stagnan.Â
Beberapa pertanyaan besar yang muncul dari fenomena ini adalah mengapa jumlah penduduk terus bertambah, tetapi tingkat belanja masyarakat tidak meningkat signifikan, dan mengapa produsen tidak berani menaikkan harga, yang berarti permintaan barang dan jasa tidak naik secara substansial.
Situasi ini bisa menjadi alarm bagi perekonomian Indonesia. Negara yang mengalami deflasi dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat berisiko mengalami resesi di masa mendatang.Â
Deflasi yang berkepanjangan sering kali menjadi sinyal perlambatan pertumbuhan ekonomi yang dapat berdampak pada berkurangnya investasi, meningkatnya angka pengangguran, serta lesunya aktivitas bisnis.Â
Jika kondisi ini terus berlanjut, perusahaan-perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menjalankan operasionalnya karena pendapatan yang menurun, yang pada akhirnya bisa menyebabkan pemutusan hubungan kerja dan meningkatnya angka pengangguran.
Di sisi lain, perbankan juga akan merasakan dampak dari deflasi. Dengan menurunnya daya beli masyarakat dan lemahnya aktivitas ekonomi, banyak perusahaan yang kesulitan untuk membayar pinjaman mereka.Â
Akibatnya, rasio kredit macet di perbankan bisa meningkat, yang pada akhirnya bisa mengguncang stabilitas sektor keuangan.Â
Jika bank mengalami kesulitan dalam menyalurkan kredit, pertumbuhan ekonomi akan semakin terhambat, dan ini bisa memperburuk kondisi deflasi yang sudah terjadi.
Dampak Deflasi bagi Perekonomian Indonesia
Jika deflasi terus berlanjut dalam beberapa kuartal ke depan, Indonesia bisa menghadapi tantangan serius. Menurunnya daya beli masyarakat menjadi salah satu dampak utama dari deflasi.Â
Ketika harga barang dan jasa turun, masyarakat cenderung menahan pengeluaran mereka dengan harapan harga akan semakin turun di masa mendatang. Akibatnya, aktivitas ekonomi menjadi lesu karena tidak adanya dorongan dari sisi konsumsi.Â
Selain itu, penurunan produksi dan investasi juga menjadi dampak nyata dari deflasi.Â
Ketika permintaan menurun, perusahaan tidak memiliki alasan untuk meningkatkan produksi mereka, yang pada akhirnya menyebabkan stagnasi dalam dunia usaha.Â
Hal ini bisa berakibat pada pengurangan tenaga kerja dan meningkatnya angka pengangguran di berbagai sektor ekonomi.
Risiko resesi menjadi semakin nyata jika deflasi tidak segera diatasi. Negara yang mengalami deflasi dalam jangka panjang biasanya menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.Â
Jika konsumsi, investasi, dan produksi terus menurun, maka ekonomi bisa masuk ke dalam fase kontraksi, yang berpotensi menimbulkan krisis ekonomi.Â
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi deflasi sebelum dampaknya semakin meluas.Â
Kebijakan fiskal dan moneter yang tepat sangat dibutuhkan untuk menghidupkan kembali aktivitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil.
Kesimpulan
Fenomena deflasi yang terjadi di awal tahun 2025 menjadi tanda bahwa ekonomi Indonesia sedang menghadapi tantangan yang cukup serius.Â
Meskipun penurunan harga bisa menguntungkan konsumen dalam jangka pendek, dalam jangka panjang, deflasi bisa menjadi pertanda lemahnya daya beli masyarakat dan lesunya aktivitas ekonomi.Â
Pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi agar Indonesia terhindar dari risiko resesi dalam beberapa bulan ke depan.Â
Kebijakan yang mendorong peningkatan konsumsi dan investasi harus segera diterapkan agar ekonomi kembali bergerak menuju pertumbuhan yang positif.Â
Tanpa langkah yang tepat, Indonesia berisiko menghadapi krisis ekonomi yang lebih besar di masa mendatang.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI