Mohon tunggu...
Misbah Murad
Misbah Murad Mohon Tunggu... O - "Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

"Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tiga (Tarakan, 23 April 1989 )

12 Juni 2019   11:08 Diperbarui: 12 Juni 2019   11:24 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Matahari belum lagi muncul ke peradaban, sehabis Sholat Subuh Yoga duduk di depan pintu kamar kost nya, karena hari ini dia akan mengunjungi Pantai Amal di Tarakan untuk yang pertama kalinya, ada enam kamar di tempat kost yang dia tempati disini, dua kamar mandi dan satu dapur untuk di pakai bersama termasuk yang punya rumah, rumahnya cukup besar, hanya dihuni berdua kakek dan nenek, mereka berusia 67 tahun, untuk mengisi kesibukan mereka membuka kos-kosan di belakang rumah mereka, semua kamar terisi, dua orang dari Samarinda, bekerja di Departemen Kesehatan dua orang dari Jawa bekerja di Departemen Peternakan, satu orang dari NTT bekerja di Departemen Perdagangan dan Yoga dari Balikpapan bekerja di Perusahaan Swasta, yang Cabangnya ada di beberapa Kota besar di Indonesia.

Sudah satu bulan lebih beberapa hari dia disini, Tarakan sebuah pulau, dengan memiliki luas 250,80 KM 2, diawal-awal datang ketempat ini, mengelilingi jalur angkutan kota, hanya butuh waktu 45 menit sudah berada di tempat semula.

Selama sebulan disini Anti pacarnya sudah mulai bisa menerima, dua kali telegram, pertama saat menginjakan kaki untuk pertama kalinya di Tarakan, kedua saat menginformasikan nomor telepon Kantor kalau mau nelpon, dan Anti satu kali nelpon, sore harinya setelah menerima telegram yang menginformasikan nomor telepon kantor.

Biaya kost tidak mahal hanya Rp. 25.000,- sebulan, Cuma biaya sayur sayuran yang agak mahal disini, kalau Kapal Pelni datang biaya sayur murah, tapi satu hari setelah itu mahal lagi, dan yang lebih menyenangkan disini, barang-barang dari Malaysia banyak di jual disini, termasuk siaran TV, yang dapat tertangkap dengan antena biasa adalah TV1,TV2 dan TV3 siaran Malaysia.

Pagi ini untuk yang pertama kalinya Yoga ingin mengunjungi Pantai Amal, mungkin ini pantai satu-satu nya di Tarakan, karena memang Tarakan sangat sepi, di Kantor saja kadang kalau kerja menunggu jam pulang.

Jarak pantai Amal dari tempat kos sekitar 12 KM, tidak terlalu jauh, dalam waktu 45 menit Yoga sudah sampai di Pantai Amal, tidak ada karcis bayar,  masuk saja, pasir di bibir pantai berwarna kuning, namun saat menjorok ke laut pasir sudah berwarna kehitaman karena bercampur dengan lumpur, terlihat beberapa nelayan menggunakan perahu, baru kembali dari menangkap ikan, ada yang dari laut ada juga beberapa yang menjaring ikan di pantai saja.

Yoga mencoba mendekat, ke salah satu nelayan, dia seorang diri saja, usianya mungkin sekitar 60 tahunan, karena dari tadi Yoga memperhatikan, dia ikat ujung jala di salah satu tonggak di pinggir pantai, kemudian dia naik keatas perahu, mendayung ke tengah, menyisir ke arah kiri, seraya melepas jala dari dalam perahu, terus menuju ketengah sekitar 150 meter lebih saya kira, kemudian memutar perahu ke kanan setelah semua jala yang ada di turunkan ke laut, secara perlahan, kearah kanan, sekitar 15 menit beliau memutar ke kanan terus kembali kearah jala yang diikat di tonggak pinggir pantai.

Setelah itu mengikat ujung jala lagi ke tonggak yang sama, menyingkirkan perahu ke pinggir, kemudian beliau tarik perlahan jala tersebut, saat jala terlihat tertarik perlahan kepermukaan, mulai terlihat ikan-ikan kecil, udang yang tertangkap, terus secara perlahan beliau tarik, Yoga mencoba mendekat dan mencoba menawarkan diri, saya boleh membantu menarik pak, beliau mengiyakan, suatu pengalaman yang sangat tidak terlupakan, untuk pertama kali Yoga menjala dengan cara seperti ini, terus perlahan mereka menarik jala, yang panjangnya sekitar 150 meter, lagi asyik menarik, tidak begitu lama datang seorang ibu yang sudah tua juga, dengan membawa baskom besar dua buah, kearah kami yang sedang menarik jala. Rupanya Istri si Bapak tua yang datang untuk mengumpulkan hasil tangkapan si Bapak pagi ini.

"Pagi, Ibu saya Yoga, mau belajar ikutan menjala sama Bapak," dia memperkenalkan diri, si Ibu hanya tersenyum.

Tidak terlalu lama setelah si Ibu datang, semua jala sudah naik dan menumpuk menjadi satu, dengan cekatan dan penuh keterampilan si Bapak merapikan jala tersebut, seraya merapikan dan membersihkan jala dan mengeluarkan hasil tangkapan, si Ibu ikut menyisihkan hasil tangkapan dan memisahkan untuk udang di tempatkan di baskom tersendiri dan ikan di tempatkan di baskom tersendiri.

Lumayan banyak hasil tangkapan Bapak hari ini, kemudian Yoga diajak kerumah beliau, persis di pinggir pantai, rumah panggung, dengan ketinggian sekitar 2 meter, Yoga di persilahkan naik dan duduk di teras, Bapak mandi di belakang, sementara si Ibu masih di bawah, melepas kepala udang, dan hanya tersisa badan udang dan kulitnya, setelah udang selesai, si Ibu beralih ke baskom yang satu yang memuat ikan, ada beberapa jenis ikan yang ada di baskom tersebut.

Ada beberapa ekor yang di letakan di dalam baskom yang berisi udang, sedang ikan yang lain dibawa ke belakang katanya akan di bersihkan dan di jemur di jadikan ikan asin.

          Si Bapak tua sudah selesai mandi, dan berpakaian rapi menggunakan sarung, dan duduk di teras bersama Yoga, nampaknya beliau akan jalan entah kemana.

"Sudah rapi pak, mau kemana ?"

"Ke pabrik mau jual udang,"  katanya.

"Pabriknya jauh, Pak ?"

"Itu !"  sambil menunjuk ke pojok pantai

"Sekitar 1 kilo dari sini,"

"Saya boleh ikut ?"

"Boleh,"

Si Bapak turun dari rumah panggung, menemui si Ibu di bawah untuk mengambil baskom berisi udang, untuk di bawa ke pabrik, Yoga mengikuti di belakang Bapak, dalam perjalanan ke Pabrik  Yoga mencoba berbincang dengan Bapak.

"Sudah lama tinggal disini, Pak ?"

"Sudah sejak tahun 65,dari Makassar langsung kesini,"

"langsung tinggal disini ?"

"Ia, nangkap ikan dan udang, kalau udang langsung jual di pabrik sekarang 1 kg Rp. 8.000,- kalau ikan buat dimakan dan dijadikan ikan asin," jelasnya.

"Bapak putranya ada berapa ?" tanya Yoga lagi

"Ada tiga orang, dua laki-laki satu perempuan,"

"Yang paling tua laki-laki ada di Makassar kerja di sana, yang nomor dua perempuan, ikut suaminya di Makassar juga, dan yang ketiga laki-laki, kerja di Tarakan, seminggu sekali dia pulang kesini, tapi hari ini sepertinya tidak pulang," jelasnya.

Tidak terasa mereka sampai di pabrik, banyak juga para nelayan lain yang silih berganti membawa udang tangkapan mereka, terlihat Bapak saling bertegur sapa dengan mereka, Yoga tidak ikut masuk hanya memperhatikan, Bapak keluar dari pabrik dengan membawa baskom yang telah kosong.

"Laku berapa,Pak ?"

" Alhamdulillah dua puluh ribu,"

"Biasanya berapa Pak ?"

"Tidak tentu pernah tangkapan bayak sampai Rp. 40.000,-, pernah juga cuma dapat Rp. 4.000,-."

"Di syukuri saja," katanya seraya mereka berjalan menuju rumah.

Setiba dirumah Yoga dipesilahkan kembali naik kerumah, mereka ngobrol di teras rumah, Bapak bertanya dari mana, sudah lama di Tarakan, dan lain sebagainya tentang diri Yoga.

Tidak berselang lama, Ibu keluar dengan membawa dua gelas kopi hitam, dan satu toples kerupuk.

"Silahkan diminum, nak Yoga ?"

"Maaf kalau di kampung begini saja suguhannya," kata Ibu lagi

"Terima kasih Bu, ini sudah alhamdulillah,"

Ibu ikut ngobrol bersama mereka, dalam sekejap mereka sudah akrab, dan Yoga tidak boleh pulang dulu sebelum makan bersama, Ibu sudah masak, hasil tangkapan tadi pagi dan sayaur mayur yang ada di belakang pantai Amal ini, seraya menunggu masakan Ibu, Bapak bercerita, Jepang pertama kali menginjakan kaki di Kalimantan masuk pertama kalinya melalui pantai Amal ini, dulu masih banyak yang menemukan samurai di sekitar sini,dan kadang juga banyak bercerita kalau malam hari kadang ada yang melihat tentara jepang baris menuju pantai setelah di datangi hilang, tapi Bapak belum pernah melihat secara langsung, baru denger cerita, entah benar entah tidak.

Panjang lebar bercerita, tanpa terasa masakan Ibu sudah siap, kami bertiga menikmati makan siang bersama.

Bogor, 12062019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun