Mohon tunggu...
Misbah Murad
Misbah Murad Mohon Tunggu... O - "Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

"Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Satu (Balikpapan, 19 Maret 1989)

10 Juni 2019   19:34 Diperbarui: 10 Juni 2019   19:49 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Cuaca panas Kota Balikpapan dan arak arakan awan tipis menghiasi Bandar Udara Sepinggan di Balikpapan, Sebelas orang anggota Pramuka yang seharusnya berangkat ke Jakarta untuk mengikuti kegiatan Raimuna Nasional di Cibubur, hanya diikuti sepuluh orang saja, karena Yoga harus berangkat ke Tarakan untuk memulai suatu pekerjaan di sana.

Yoga tidak bisa mengawal adik-adik, dan dari kesepuluh orang ini tiada satu pun yang pernah menginjakan kaki ke Jakarta, sementara sepuluh rombongan yang sudah berangkat dua hari lalu, untuk mempersiapkan lokasi kemah, tempat tinggal para pendamping dan pimpinan kontingen, namun tadi malam Yoga di hubungi, hari ini harus ke Tarakan, jika tidak maka tempat dia akan diisi oleh orang lain, kepada sepuluh orang itu Yoga berpesan.

Cater saja kendaraan dari Bandara menuju Cibubur, sampai di lokasi tanya saja dimana tenda Kontingen Balikpapan atau Kalimantan Timur, setelah ketemu Kak Ahmad tolong berikan surat ini kepada nya, hati-hati selama di sana, ikuti semua kegiatan, kalah dan menang adalah biasa, junjung tinggi sportivitas, saling membantu, mereka bukan lawan tapi kawan, saya berangkat dulu ke Tarakan, itu sudah panggilan terakhir saya harus naik ke pesawat.

Waktu menunjukan pukul 08.15 hari Minggu saat Yoga menaiki tangga pesawat, dia lambaikan tangan kepada sepuluh orang adik-adik yang melihat dari kejauhan diruang tunggu, Matahari mulai tenggelam tertutup awan tebal, cahayanya tidak segarang tadi sebelum kami memasuki Bandara, setelah duduk Yoga merebahkan diri, mengingat begitu cepat waktu berlalu, baru selesai mereka melaksanakan Perkemahan Wirakarya Nasional di Bukit Soeharto.

Istirahat 2 minggu, mereka langsung mengikuti  kegiatan Raimuna Nasional di Jakarta, bersamaan dengan itu, lamaran kerja yang Yoga masukan, mendapat panggilan kemarin, beruntung Yoga belum berada di Jakarta, andai sudah berada di Jakarta tentu bisa gagal lagi kerja dan kembali ke Pramuka.

Pesawat yang membawa nya ke kota Tarakan, perlahan akan melakukan take off, dia berdo`a dalam hati untuk di berikan keselamatan, dan dimudahkan selama berada di Tarakan untuk memulai suatu pekerjaan.

Begitu lampu tanda sabuk pengaman di matikan dia merasa lega, teringat kejadian semalam, pacarnya Anti, menangis semalaman, dia baru kelas dua SMA, selisih usia terpaut empat tahun, Yoga berteman baik dengan kakaknya Anti, kakaknya lah yang menjodohkan mereka jadi berpacaran, sejak Anti duduk di kelas tiga SMP sedang dia sendiri sampai saat ini belum punya pacar.

Begitu menerima telegram dari Perusahaan yang Yoga masukan lamaran, agar segera ke Tarakan paling lambat Senin, 20 Maret 1989 jam 10.00 WIB, dia segera menghubungi Anti melalui telepon yang ada di Pramuka.

"Hallo, Anti !"

"Halo juga, Bang !" kata Anti dengan manja.

"Anti sedang apa ? Ngak ke mana-mana kan ? Anti bisa ke temu ngak ?" tanya nya beruntun.

"Ketemu dimana ? Ini baru pulang sekolah,"

"Di markas Pramuka aja,"

"Besok aja kan hari Minggu, ada apa sih ?"

"Abang baru dapat telegram dari Perusahaan yang di Tarakan, Abang paling lambat hari Senin lusa sudah harus ada disana dan melapor, Abang sudah pesan tiket ke Tarakan besok jam 08.00 berangkat,"

"Alhamdulilah, bisa cepet lamar Anti, dong," katanya manja

"Ya, sudah nanti sebelum magrib Anti ada disana, Anti istirahat sebentar ya, Bang ?" pintanya

Wajah Yoga ceria mendengar Anti bisa datang sore nanti, bayang-bayang jalan-jalan penuh dengan kemesraan pun bermain di pelupuk matanya.

Yoga tersentak dari lamunannya, ketika pramugari menawarkan mau makan apa, dia memilih nasi ayam saja dari dua menu yang ada, nasi ayam dan spageti, dia lahap dengan nikmat karena memang dia belum sempat sarapan tadi pagi, Anti menangis sepanjang malam, dan tidak mau pulang kerumah, maunya jalan berdua.

Ingatannya berlanjut saat Anti datang ke markas, markas Pramuka masih ramai, biasanya setelah Magrib sudah mulai pada kembali kerumah masing-masing terkecuali kalau ada kegiatan, akan ramai terus sampai pagi.

Menunggu Anti yang akan datang, masih sekitar satu jam lagi, dia mandi dulu, dia hitung uang yang ada di dalam dompet, Ah, masih cukuplah untuk makan dan nonton berdua, nanti kalau kurang minta tambahan dengan Anti, walau dia masih kelas 2 SMA tapi uangnya lebih banyak dia dari Yoga yang masih pengangguran ini.

Jam 5 sore Yoga menunggu Anti, duduk di tangga markas yang langsung menuju ke jalan, ada mobil berhenti persis di depan pagar, Anti rupanya meminjam mobil kakak nya, bukan sepeda motor bebek andalannya kalau dia datang kesini, Anti memberi kode ke Yoga agar segera naik ke mobil, dia malas turun sepertinya, membuka pintu mobilpun tidak, hanya menurunkan kaca bagian depan saja.

"Kita mau kemana, Bang ?" tanya Anti

"Lha, kok tanya Abang, Abang ngikut saja,"

"Kita ke Masjid Istiqomah, lapangan merdeka dulu ya, Sholat Magrib, setelah itu kita makan di Melawai, terus nonton di Gelora Theatre, bagaimana ?"

"Oke, Abang ikut,"

Malam itu Anti benar-benar manja, dari parkiran mobil dia dekap tangan kiri Yoga, dan di selipkan di antara tangan kanan dan dadanya, Yoga bahkan mencari alasan agar dia tidak melakukan itu, bukan dia tidak mau, dia suka, tapi Anti masih SMA kelas 2, bagaimana kalau temen-teman atau gurunya melihat.

Penampilannya pun saat ini sudah seperti mahasiswa, atau kalau dia bilang dia kerja, orang pasti akan percaya, tidak akan percaya kalau dia bilang dia masih SMA kelas 2.

Selesai Sholat dan makan di Melawai, mereka memutar menuju bioskop Gelora Theatre, sampai di bioskop film nya tidak begitu ramai dan ini merupakan pemutaran hari terakhir, dia mengajak Anti untuk pindah bioskop Ria Patra di Kebun Sayur, Anti tidak mau, enak disini katanya.

"Kita ke bioskop Ria Patra di Kebun Sayur aja ya, ini filmnya ngak rame lagian sudah hari terakhir,"

"Disini aja, malah enak, ngak ada penontonnya," masih diapitnya tangan Yoga dengan manja.

Akhirnya mereka sepakat nonton di Gelora Theatre, film yang kurang rame dengan penonton yang bisa di hitung dengan jari, mereka mengambil tempat duduk di barisan kedua dari atas di pojok sebelah kanan, hanya ada tujuh pasang remaja yang nonton film ini, tidak begitu lama film langsung main.

 Anti menggenggam tangan kanan Yoga dengan tangan kirinya, di rebahkanya kepalanya di tangan kanannya, sesekali tangan kirinya meraih kearah kepala Yoga, agar Yoga merendahkan kepalanya, dia ciumi pipi kanan Yoga, kemudian kembali dia seperti semula bersandar di tangan kanan Yoga dengan tangannya tetap meremas jemari Yoga, Yoga biarkan saja apa yang dia lakukan, Yoga tersentak ada tetesan air di lengannya, Yoga raih wajahnya, walau tidak begitu jelas dalam kegelapan tapi ada tetes air mata di kedua pipinya, Anti menangis.

"Sudah,....Abangkan di sana kerja,"

"Ngak usah nangis,"

Yoga cium jidatnya, cium kedua air mata yang menetes dipipi Anti, dia cium bibir Anti, Anti diam, masih menangis tanpa suara, hanya air mata yang menetes membasahi lengan baju Yoga.

Lampu bioskop sudah dinyakalan, bertanda pertunjukan telah selesai, Anti masih menggeluti tangan kanan Yoga, tetap terus menangis, sampai di parkiranpun menangis, tanpa mau bicara, Yoga ambil kunci mobil, dia yang menyetir, waktu menunjukan pukul sebelas malam, Yoga pacu kendaraan menuju markas, parkir tepat di halaman Kantor Orari  yang bersebelahan dengan markas mereka, markas telah sepi, tidak ada seorangpun.

Yoga ajak Anti duduk di teras tangga saja tidak masuk kedalam, Anti tidak mau minta diajak kedalam, Yoga beranjak dulu mengambil kunci di tempat rahasia, hanya 3 orang yang mengetahui letak kunci apabila markas terkunci, dia masuk kedalam setelah membuka pintu diikuti Anti, dia tutup pintu dan dia kunci dari dalam, Yoga menuju saklar lampu untuk menyalakan lampu dalam, tapi Anti melarangnya, biar dalam keadaan gelap katanya.

Mereka masuk keruang tamu, karena dari ruang tamu ada cahaya dari lampu luar tidak begitu gelap.

"Abang, jangan tinggalkan Anti ya ?"

"Abang kan kerja, kalau Abang tetap disini, Abang susah dapat kerja,"

"Ia, tapi Abang janji, ngak tinggalkan Anti,"

"Ia, Abang janji," kata nya

Anti berdiri dan memeluknya, air mata masih membasahi kedua pipinya, udara dingin malam, membuat mereka mempererat pelukan, mereka tidak tahu lagi apa yang harus mereka lakukan, Yoga kehabisan kata-kata, Sentuhan tubuh mereka berdua menjelma menjadi sebuah kata kemesraan, bahasa kemenangan dan lepas, mereka saling meraba titik kehangatan, dalam batas kewajaran yang sedikit kurang ajar.

Yoga terkejut dari lamunannya, kali ini pramugari mengatakan, beberapa saat lagi akan tinggal landas, untuk segera memasang sabuk pengaman, mendirikan sandaran kursi, melipat meja dan membuka penutup jendela.

Bogor, 10062019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun