Mohon tunggu...
MiRa Kusuma
MiRa Kusuma Mohon Tunggu... -

Hobby menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wawancara dengan Ibu Rusiyati

1 Oktober 2010   01:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:49 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kampanye tentang keganasan komunis dengan gencar dilakukan oleh kedua harian militer tersebut, Berita Yudha Minggu 11 Oktober 1965 memberitakan bahwa tubuh para jenderal itu telah dirusak, ”Mata dicungkil dan sementara itu ada yang dipotong kemaluan mereka”. Sementara itu, sukarelawan-sukarelawan Gerwani melakukan hubungan tidak senonoh dengan mayat para Jenderal itu. Padahal menurut visum dokter tidaklah demikian. Para korban itu meninggal dengan luka-luka karena tembakan atau terbentur dinding sumur di Lubang Buaya. Saskia Wieringa mencatat bahwa koran Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha menyiarkan kampanye sadis sejenis ini secara teratur sampai bulan Desember 1965.

Informasi (atau lebih tepat disinformasi) itulah antara lain yang menyulut kemarahan rakyat dan akhirnya melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap mereka yang dicurigai sebagai anggota PKI.

Sejak pelarangan terbit diberlakukan para pegawai dari bagian redaksi maupun bagian administrasi setiap harinya tetap masuk kantor, begitupun dengan saya. Kehadiran kami di kantor dengan maksud tetap siap untuk segera menerbitkan bulletin bilamana pelarangan terbit dicabut kembali.

Tanggal 8 oktober kantor kami didatangi oleh Letnan Kolonel (LetKol) Noor Nasution dari Palembang. Dia menyatakan bahwa kedatangannya atas tugas untuk memimpin Pusat Kantor  Berita ANTARA. Kami sangat heran terhadap penugasan dirinya sebagai pemimpin kami. Dan sejak sa'at itu Pusat Berita ANTARA dibawah pimpinan seorang militer.

Tanggal 11 oktober bulletin ANTARA terbit kembali. Waktu itu saya sebenarnya masih menjabat wakil ketua Desk Dalam Negeri tapi dalam proses penerbitan bulletin tidak dilibatkan. Biar bagaimanapun saya setiap harinya tetap masuk kantor.

Tanggal 15 oktober gedung kantor ANTARA dikepung oleh pasukan militer dari Komando Daerah Militer jakarta, disingkat KODAM Jaya.  26 pegawai kantor ditangkap dengan cara satu persatu dipanggil namanya untuk berkumpul di ruang redaksi. Mereka yang dipanggil untuk ditangkap, yaitu pimpinan umum redaksi bernama Soeroto serta  lainnya yang menduduki posisi ketua dan wakil ketua dari redaksi afdeling Desk Dalam Negeri, Ekonomi, Luar negeri maupun Newsagency. Disamping itu ada satu orang dari bagian administrasi, berfungsi sebagai ketua bagian ketik, bernama Tini juga diikut sertakan.  Dari mereka ternyata hanya dua perempuan, yaitu saya dan Tini yang tertangkap. Saya dengar bahwa tanggal 14 november masih dilakukan pembersihan lagi dibagian Afdeling Luar Negeri dengan 14 orang menjadi korban penangkapan.

Siang harinya kami diangkut dengan mobil militer menuju kompleks KODAM V Jaya . Sesampainya di kompleks tersebut kami disuruh turun dari mobil untuk berjalan menuju ke salah satu gedung bernama Penyelidikan Khusus (LIDIKUS).

KANTOR CORPS POLISI MILITER (CPM)
Keesokan pagi harinya, 16/10/1965, kami dipanggil oleh pimpinan LIDIKUS, Letnan Adil, untuk berkumpul di ruangan besar. Dikatakannya bahwa tempat gedung LIDIKUS kurang memadai buat kami dan untuk itu akan dipindahkan ke tempat yang lebih baik. Dia tidak menyebutkan nama tempatnya tapi ternyata pada siang harinya kami diangkut dengan mobil militer menuju kantor Corps Polisi Militer (CPM) di Jalan Guntur. Sesampainya di CPM-Gundur segera diadakan pemeriksaan barang-barang yang kami bawa. Pada waktu itu saya hanya membawa tas berisi kartu pers, kartu izin masuk istana, surat undangan untuk pertemuan  'Angkatan 45' dan uang. Tas beserta isinya dan jam tangan yang saya pakai disita.  Saya dan Tini dipisahkan dari rombongan laki-laki kemudian disuruh berjalan menuju ruangan gang panjang, corridor,  yang lebarnya kurang lebih 2 meter. Didalam corridor tersebut ada 2 meja dan 2 kursi.

Pada tengah malam ketika saya dan Tini sedang tidur nyenyak di atas meja, saya dibangunkan oleh seorang berpakaian militer. Saya dibawa melalui corridor menuju ke ruangan lain. Ruangannya  besar dan disitu sudah ada 3 orang berpakaian militer sedang di interogasi oleh satu orang militer. Mereka duduk di barisan belakang, sementara itu saya disuruh duduk di barisan paling depan supaya berjauhan dengan 3 orang tersebut.

Dalam proses interogasi, dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan khusus mengenai suami saya. Saya menjawab bahwa suami saya sa'at ini berada di RRT dalam rangka kunjungan resmi sebagai wakil generasi Angkatan '45 bersama delegasi MPRS, pimpinan Chaerul Saleh. Disamping itu suami saya juga anggota SOBSI (Sentral Organisasi Seluruh Indonesia). Dalam interogasi dia tidak mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan fungsi kerja saya di ANTARA. Bahkan juga tidak menyinggung masalah penerbitan bulletin terbitan 1Oktober - siang hari, yang memuat berita  mengenai peristiwa GESTOK (Gerakan Satu Oktober). Setelah melalui proses interogasi cukup lama, lantas saya dikembalikan ke tempat semula. Sementara itu Tini kelihatannya sudah tidur nyenyak sedangkan perasaan dan pikiranku hanya terpancang pada anak-anakku karena tidak mengetahui keberadaan saya. Saya berusaha untuk bisa tidur tapi kekhawatiran terhadap anak bungsuku yang masih membutuhkan ASI (Air Susu Ibu) sangat saya rasakan.

Keesokan pagi harinya saya dan Tini dipanggil untuk kembali ke tempat ruangan dimana kami kemarin harinya diterima. Kami berdua disuruh duduk dan tidak lama kemudian rombongan laki-laki datang dari arah ruangan lain memasuki ruangan dimana kami sedang duduk. Lantas mereka disuruh duduk diatas lantai dengan masing-masing kedua tangannya ditaruh dibelakang kepala. Saya sangat kaget dan cemas karena para militer tersebut memperlakukan mereka kasar bahkan bajunya pun sudah penuh dengan lumuran darah dan juga tidak bersepatu. Mereka menceritakan pengalamannya bahwa malam harinya ketika  mereka sedang tidur nyenyak tiba-tiba masuk sekelompok orang berpakaian hitam secara mendadak dan langsung memukuli serta menyiksanya sambil berteriak-teriak "Komunis".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun