Mohon tunggu...
Mira Miew
Mira Miew Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Purwakarta yang jatuh hati dengan dunia kepenulisan dan jalan-jalan

Menulis adalah panggilan hati yang Tuhan berikan. Caraku bermanfaat untuk orang banyak adalah melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mereka yang Perlu Dibantu dari Pinggiran Kota Purwakarta (1)

7 Oktober 2022   21:51 Diperbarui: 7 Oktober 2022   22:34 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kondisi rumah Pak Otang. Foto : dokumentasi pribadi

MEREKA YANG PERLU DI BANTU DARI PINGGIRAN KOTA PURWAKARTA

Selalu ada cerita menarik dalam setiap perjalanan dan tentunya sangat tidak diduga terutama ketika akhirnya kita bertemu dengan mereka yang masih kekurangan dan memerlukan uluran bantuan kita. Perjalanan yang membuat jiwa sosial kita meronta-ronta untuk mencoba membantu sesuai dengan apa yang kita bisa lakukan. Kecil namun bisa bermakna besar untuk mereka. Pelajaran kehidupan yang harus selalu melihat ke bawah, kepada mereka yang kekurangan bukan melihat kepada mereka yang mempunyai lebih dari yang kita miliki dalam hal ini kekayaan.

Seperti perjalanan cerita hari ini dari tujuan awal mengikuti kegiatan technical meeting kemah literasi yang akan diselenggarakan oleh instansi pendidikan di Purwakarta. Pada acara tersebut saya dipertemukan dengan beberapa kawan lama saat pra jabatan salah satunya Bu Fatmawati, seorang guru di SMPN 2 Cibatu yang sekolahnya pernah saya ulas di Kompasiana. Bu Fatma kemudian mengantar saya bertemu kawan baik saya di sekolah lama yang kini bertugas sebagai kepala sekolah di tempat bu Fatma mengabdi, Bunda Zaleha Andhika Ratu. Dari obrolan siang menjelang sore kemudian Bunda Zaleha meminta saya untuk meliput salah satu anak didiknya yang berasal dari keluarga sangat tidak mampu yang tinggal di pinggiran kota Purwakarta. Lalu dengan diantar Bu Fatma, saya pun berkunjung ke rumah muridnya yang bernama Agus yang terletak sekitar 5 kilometer dari SMPN 2 CIbatu.

Tidak hanya tentang Agus dan orang tuanya namun juga saya bertemu dengan seorang nenek yang kondisinya begitu menyayat hati yang tinggal di gubuk sempit di sebelah rumah Agus.

Karenanya dengan tulisan yang saya buat tentang mereka ini, saya berharap banyak pihak yang akan membantu keadaan mereka karena mereka benar-benar membutuhkan uluran tangan kita. Tulisan ini tidak akan sekali ini saja. Selagi diri bisa membantu melalui tulisan, saya dibantu orang-orang baik akan terus melakukan perjalanan hati membantu kepada mereka yang kekurangan.

Pak Otang dan Keluarga

Nama anak lelaki itu adalah Agus Wahyudin, siswa kelas 7 SMPN 2 Cibatu. Dia tinggal di Desa Cibukamanah Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta. Bu Fatma sebagai wali kelas memang selalu melakukan kunjungan rutin ke rumah siswa-siswanya dalam rangka silaturahmi dengan orang tua siswa dan untuk mengetahui keadaan siswa yang sebenarnya. Tidak disangka ketika melihat rumah Agus, kondisinya sangat jauh memprihatikan dibanding dengan kawan-kawannya yang lain.

Orang tua Agus yaitu Pak Otang (60 tahun) dan Bu Tini (45 tahun) tinggal di rumah panggung tidak layak huni di tanah milik desa yang boleh digunakan oleh mereka. Sudah lima tahun mereka tinggal di tanah tersebut setelah sebelumnya tinggal agak jauh dari lokasi sekarang. Pak Otang bekerja sebagai pembuat dan penjual sapu ijuk yang dijualnya seharga 8 ribu rupiah. Pak Otang menjualnya di sekitar kampung dekat rumahnya bahkan paling jauh ke lain desa. Kadang sapu yang dijualnya laku kadang tidak. Selain membuat dan menjual sapu ijuk, Pak Otang dan istrinya bekerja membantu mengurusi ladang milik tetangganya.

Bu Fatma di depan rumah Pak Otang. Foto : dokumentasi pribadi
Bu Fatma di depan rumah Pak Otang. Foto : dokumentasi pribadi

Pak Otang mempunyai 5 anak namun tinggal Agus kini tinggal di rumahnya. Anak-anaknya yang lain pergi meninggalkan mereka tanpa ada kabar dan tidak pernah lagi mengunjungi mereka.

Agus anak bungsu Pak Otang. Foto : dokumentasi Fatmawati
Agus anak bungsu Pak Otang. Foto : dokumentasi Fatmawati

Kondisi rumah panggungnya pun sangat pengap dan tidak layak huni. Di dalam rumahnya terdapat dapur yang masih menggunakan tungku kayu. Peralatan makannya pun sangat sederhana. Untuk makan karena yang didapat oleh Pak Otang kadang tidak menentu, mereka lebih sering makan dari hasil ladang milik tetangganya. Agus dan orang tuanya tidur dengan alas seadanya tanpa kasur. Tidak ada sarana MCK di rumah tersebut. Untuk mandi mereka harus pergi ke sumur tetangganya begitu juga dengan persediaan air harus mengambil dari sumur tetangganya.

kondisi di dalam rumah Pak Otang. Foto: dokumentasi pribadi
kondisi di dalam rumah Pak Otang. Foto: dokumentasi pribadi

Kondisi di dalam rumah Pak Otang. Foto: dokumentasi pribadi
Kondisi di dalam rumah Pak Otang. Foto: dokumentasi pribadi

Perjalanan ke rumahnya memerlukan waktu 15 menit menggunakan motor dengan kondisi jalan yang tidak selamanya mulus dan di cor. Tapi karena mereka tidak punya kendaraan, Agus berjalan kaki ke sekolah dengan waktu 30 – 40 menit.

Agus merupakan tipe pemalu tapi menurut Bu Fatma, Agus mempunyai semangat yang tinggi untuk sekolah. Dia tidak merasa minder meskipun belum lancar membaca ataupun menulis dan tidak minder dengan kondisi hidupnya yang jauh dari kekurangan. Cita-cita Agus ingin menjadi orang sukses dengan harapan mengangkat derajat dan kehidupan dia dan orang tuanya. Masih menurut Bu Fatma, dari uang jajan yang diberikan oleh orang tuanya, sering disisihkan setengahnya oleh Agus untuk menabung.

Pak Otang memang sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa sumbangan setiap 3 bulan sekali sebesar 500 ribu namun Pak Otang masih punya keinginan untuk memperbaiki rumahnya yang bilik rumahnya sudah banyak yang rusak dan atap rumahnya yang bocor. Pak Otang memiliki keinginan agar dia, istri dan anaknya bisa tidur di tempat yang layak dan tidak sering sakit badan.

Pak Otang dan Sapu Ijuk buatannya. Foto: dokumentasi pribadi
Pak Otang dan Sapu Ijuk buatannya. Foto: dokumentasi pribadi

Agus sendiri mempunyai keinginan untuk mempunyai sepeda sebagai kendaraan yang dia gunakan ke sekolah agar dia tidak terlalu lama untuk melakukan perjalanan ke sekolah.

Nenek Ikif

Saya tidak sengaja bertemu Nenek Ikif (70 tahun). Saat itu Bu Fatma melihat dua gubuk di pinggir rumah Pak Otang. Ternyata dari dua rumah itu ada satu rumah sempit yang didalamnya terdapat seorang nenek yang tinggal sendirian di rumah itu dalam keadaan berbaring terkena penyakit stroke.

kondisi nenek Ikif. Foto: dokumentasi pribadi
kondisi nenek Ikif. Foto: dokumentasi pribadi

Hati tersayat sedih melihat kondisi nenek tersebut yang tinggal seorang diri di gubuk kecil. Beliau baru tinggal beberapa bulan di gubuk tersebut. Awalnya nenek tersebut sempat tinggal di rumah anaknya namun nenek tersebut ingin kembali tinggal di daerah asalnya. Karena rumahnya sudah dijual, nenek tersebut tinggal di gubuk milik saudaranya. Anak-anaknya menitipkan nenek tersebut untuk di rawat dan di asuh oleh keluarga ibunya dan setiap bulan salah satu anaknya mengirimkan biaya untuk nenek tersebut makan. Anak-anaknya tinggal beda kota dan ada yang tinggal beda pulau.

Sayangnya kondisi nenek tersebut memang sangat memprihatinkan. Berbaring tanpa alas tidur yang sangat tidak layak berupa tikar tipis dengan kondisi lantai bilik yang sudah rapuh. Belum lagi kondisi dalam gubuk yang pengap, bau tanpa adanya alat penerangan. Beliau tidak menggunakan pakaian dan hanya ditutupi kain. Sehari-hari nenek Ikif dirawat dan diberi makan oleh anak dari saudaranya yaitu Ibu Kurniawati. Ibu Nia selain memberi makan nenek Ikif juga membersihkan tubuh nenek tersebut.

Tampak depan kondisi rumah nenek Ikif. Foto: dokumentasi pribadi
Tampak depan kondisi rumah nenek Ikif. Foto: dokumentasi pribadi

Sedih melihat seorang nenek renta yang harus hidup sendiri di tempat tidak layak dalam kondisi sakit tidak bisa bangun. Ketika saya menemuinya beliau menangis meminta doa agar dikuatkan dan agar bisa sembuh. Sedih rasanya melihat seorang nenek, seorang ibu yang dulu sehat dan orang mampu kini ketika tua sakit dan harus hidup sendirian di tempat yang tidak layak.

Semoga ketika tua nanti, kita tidak mengalami apa yang dialami oleh nenek tersebut.

Dengan adanya tulisan ini saya mengajak siapapun pembaca untuk berdonasi kepada kedua keluarga tersebut lebih diutamakan dalam  bentuk barang-barang dan kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh kedua keluarganya tersebut. Donasi akan disampaikan transparan dan terbuka baik di akun Kompasiana saya maupun di media sosial saya. Jika ada yang berkenan membantu mohon menghubungi Instagram saya @mirahabibah_28

Untuk Pak Otang dan keluarganya membutuhkan untuk membuat kamar mandi, mengganti bilik rumahnya yang rusak, atap rumahnya yang bocor dan tempat tidur yang layak. Agus memerlukan sepeda untuk transportasi ke sekolahnya dan kebutuhan sekolahnya.

Sedangkan untuk Nenek Ikif yang dibutuhkan adalah renovasi lantai bilik tempat tinggalnya sekarang, tempat tidur yang layak dan terutama pampers. Lebih dibutuhkan lagi bila ada pihak yayasan ataupun panti jompo yang berkenan merawat Nenek Ikif.

Apa yang kita beri walaupun sedikit namun jika dikumpulkan akan berdampak besar bagi yang membutuhkan.

Salam semangat dan sehaat semuanya. Jangan lupa untuk selalu bersyukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun