Mohon tunggu...
Mirasantika
Mirasantika Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga

Hanya sekadar butiran debu yang ingin memulai untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tetap Merdeka di Tahun Penuh Duka

16 Agustus 2020   20:53 Diperbarui: 16 Agustus 2020   21:09 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Kita, bangsa Indonesia masih tetap merdeka dan akan tetap merdeka."

Tahun ini adalah tahun yang tak lagi sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Bukan tahun istimewa, melainkan tahun duka. Sejak tahun ini bermula, dunia telah dilanda duka. Tidak ada yang tidak terkena imbasnya, termasuk bangsa kita, bangsa Indonesia.

Bagai sesuatu yang terjadi secara spontan, tanpa rencana apalagi setingan, bencana itu datang dan dengan tiba-tiba mengubah peradaban. 

Duka, tangis, lara, dan sengsara, semua insan di dunia merasakannya. Ketika seseorang ditinggal keluarganya berpulang pada Yang MahaKuasa, akibat bencana yang tak kasat mata, menjadikannya bagai sebatang kara, siapa yang tak iba? 

Ketika seorang kepala keluarga tak mampu lagi memberi makan keluarganya, akibat bencana tak kasat mata yang membuatnya kehilangan pekerjaannya, siapa pula yang tak iba? Tangis kehilangan, tangis kelaparan, tangis penderitaan, dan tangis kesengsaraan terdengar dari seluruh penjuru dunia. Inilah tangis duka sedunia. 

Banyak pasangan kekasih yang telah memutuskan untuk menjalin rumah tangga, tetapi harus tertunda, lagi-lagi karena bencana tak kasat mata. Para pelajar yang hendak merampungkan studinya alias wisuda pun harus tertunda meski sudah ada alternatifnya. 

Bukan hanya itu saja, melainkan hampir semua kegiatan harus tertunda untuk waktu yang belum ditentukan. Mendadak dunia menjadi penuh dengan ketidakpastian. Mendadak yang normal jadi tidak normal. Mendadak yang dekat jadi berjarak. Mendadak yang ramai jadi sepi. Mendadak dunia penuh dengan perubahan tata cara kehidupan. 

Semua serba mendadak. Membuat semua lapisan masyarakat merasakan keresahan. Tidak ada yang tisak pusing. Pemerintah pusing. Rakyat pusing. Bangsa kita dibuat pusing oleh sesuatu yang tak terlihat. Bukan santet, bukan pula kutukan, melainkan virus. Sesuatu yang merupakan peralihan antara makhluk hidup dan makhluk tak hidup. Tak jelas dia makhluk hidup atau bukan, tapi wujudnya yang tak kasat mata membuat sebagian besar makhkuk hidup di dunia kelabakan.

"Zaman sekarang zaman edan. Kita dijajah. Kita ini sedang dijajah. Bedanya kalau dulu kita dijajah oleh sesuatu yang terlihat, tapi sekarang kita dijajah oleh sesuatu yang tidak terlihat." Seorang tua bangka yang sudah lanjut usia berkata dengan entengnya. 

Benar juga. Tak ada salahnya beliau berkata. Toh beliau telah hidup lama dan telah banyak makan garam kehidupan. Bangsa kita dijajah oleh sesuatu yang tidak terlihat. Bagai dikeroyok musuh dalam kegelapan. Tentu kocar-kacir. 

Untuk mencari cahaya penerangan saja susah, apalagi mengalahkan musuh? Sebenarnya bangsa kita mampu mengalahkan musuh dalam kegelapan karena bangsa kita dilahirkan dari bangsa kita yang dahulu, yang sangat mumpuni dalam olah kanuragan, yang memiliki kesaktian sehingga musuh dalam kegelapan pun terkalahkan.

Namun, bangsa kita saat ini dihadapkan dengan musuh yang luar biasa. Bagaikan semut hitam di atas batu hitam di tengah kegelapan malam. Musuh itu tak berwujud dan menyatu dalam kegelapan.

Musuh itu belum juga terkalahkan hingga kini bangsa kita merayakan kemerdekaan. Bangsa kita telah merdeka 75 tahun yang lalu. Selama 75 tahun ini perjalanan bangsa kita tak melulu mulus seperti jalan tol. Ibarat kapal yang sedang berlayar, badai, angin, dan goncangan-goncangan telah kita taklukkan. 

Dari permasalahan kecil hingga besar tak membuat bangsa kita pecah. Kita masih bersatu padu. Kita masih bangsa Indonesia. Kita masih tetap merdeka. Kalau kita tidak bersatu padu mungkin kita telah tenggelam di laut luas akibat badai, angin, dan goncangan. Bahkan, mungkin kita hanya tinggal nama. 

Oleh karena itu, perlu kekuatan pamungkas untuk mempertahankan kedaulatan bangsa kita. Kekuatan pamungkas kita hanya satu, yaitu persatuan dan kesatuan seperti tercantum dalam sila 3 Pancasila "Persatuan Indonesia". 

Bencana di tahun duka ini sudah menjadi badai kesekian kalinya bagi bangsa kita. Seharusnya bangsa kita sudah belajar dari masa lalu bagaimana menghadapi badai dan sudah terbiasa menghadapinya. 

Bangsa kita hanya perlu meningkatkan keseriusan menghadapi bencana saat ini. Entah bencana atau penjajah tak kasat mata. Dengan penuh keyakinan, pastilah bangsa kita, bangsa Indonesia masih tetap merdeka dan akan tetap merdeka. Apapun musuh, bencana, atau pun penjajah yang dihadapi, bangsa Indonesia tetap merdeka.

Sang Garuda masih membentangkan sayapnya

Bhinneka Tunggal Ika masih menjadi semboyan

Sang Saka Merah Putih masih tetap berkibar

NKRI harga mati!

Pancasila Jaya!

Indonesia tetap merdeka!

Selamat ulang tahun Indonesia!

Dirgahayu Republik Indonesia ke 75

MERDEKA!

Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan

Purworejo, 17 Agustus 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun