Mohon tunggu...
Muhammad muhaimin Ramdani
Muhammad muhaimin Ramdani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Intinya Itu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tiongkok Raksasa Ekonomi Dunia Jadi Pemicu Adanya Perang Dagang

2 Januari 2023   15:43 Diperbarui: 2 Januari 2023   16:24 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada Maret 2018, Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif yang menaikkan tarif  impor baja dan aluminium. Baja yang masuk ke Amerika Serikat dikenakan tarif 25 persen, sedangkan aluminium  dikenakan tarif 10 persen (BBC News, 2018). Ini adalah awal dari perang dagang antara AS dan China. Tindakan proteksionisme  Amerika  ini dilakukan untuk melindungi dan meningkatkan sektor ekonomi dalam negeri. Tindakan proteksionis menghidupkan kembali industri dalam negeri untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat dan meningkatkan pendapatan pemerintah.

China menanggapi dengan memberlakukan tarif khusus baru yang mencakup lebih dari 70% impor dari Amerika Serikat. Hal-hal tersebut dilakukan  untuk menetralkan neraca perdagangan  satu sama lain. Dari sudut pandang Amerika Serikat, ini adalah hal  yang sangat tidak menguntungkan, sedangkan China melihatnya sebagai keuntungan, karena permintaan Amerika menawarkan peluang besar bagi perekonomian negara.

Selain itu, Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa dia telah memerintahkan Perwakilan Dagang AS untuk mengenakan bea masuk tambahan pada produk China. Pajak tambahannya adalah 100 miliar dolar AS (Setiawan, 2018). Tentu saja presiden China merasa sangat terganggu dengan kebijakan tersebut, karena pendapatan terbesar China berasal dari sektor ekspor-impor. Jadi China berencana mengenakan tarif 25 persen untuk impor daging babi  AS dan tarif 15 persen untuk produk pipa baja, buah, dan anggur.

Pada April 2018, Kementerian Perdagangan China menerbitkan daftar 128 produk atau produk AS yang mungkin dikenakan tarif, termasuk  kain, pipa baja, etanol termodifikasi, dan ginseng. (Kompas.com, 2018). Perang dagang ini  berlanjut hingga Desember 2018, di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires, Argentina, dimana perwakilan  Amerika Serikat dan China mengadakan makan malam bersama yang dihadiri oleh para kepala negara.

 Dalam pertemuan tersebut, kedua negara melakukan diskusi  positif dan konstruktif, dengan China dan Amerika Serikat menyetujui jeda perang dagang, termasuk  tidak menaikkan tarif yang sebelumnya direncanakan pada 1 Januari 2019 (Reuters, 10 April 2019). Kedua negara sepakat untuk menerapkan gencatan senjata dalam perang dagang dan menghapus tarif impor yang  ada. Namun, sepanjang jalan, ketegangan antar negara tumbuh dan menyebabkan peningkatan bea cukai. Dalam negosiasi perdagangan, negara-negara terus menarik perdamaian perdagangan untuk mencapai kesepakatan perdagangan.

 Kebijakan penetapan dan penaikan tarif dua negara  yang saling serang, atau yang disebut perang dagang, tidak lepas dari kepentingan  negara untuk mencapai kepentingan nasional, yaitu salah satunya adalah pembela keduanya. stabilitas neraca perdagangan negara antara kedua negara

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun