Baru saja mempercayai. Dengan kesungguhan hati kuyakinkan diri sendiri. Segala yang kamu lakukan, tentang kamu adalah kejujuran. Ketulusan yang tentu saja akan membuatku berhenti untuk berharap.Â
Kamu... tentulah sesuatu yang kutunggu. Bersemi untuk merajut hari-hari bersama. Sehingga ikrar menjadi azimah kita berdua. Membangun keluarga sakinah, mawaddah warahmah. Menerima dengan lapang dada, ketika bersedih. Menerima dengan berbesar hati, ketika harus berulang kali 'patah hati'. Bukankah dalam satu mahligai kita harus siap dengan segala resikonya? Siap dengan rasa pahitnya, siap dengan kebahagiaan, dengan menjaga dan mempertahankannya.
Namun kamu, kini, membuatku cemburu. Pada keramahtamahanmu. Sehingga hati terasa panik. Tidak tahu. Mengapa harus tersenyum hangat padanya. Menyapa dirinya untuk sesuatu yang seharusnya. Mengapa kau 'aware akan dirinya? Dia, mengganggu pikiranku. Membuatnya berantakan. Perlahan menelusup lewat pori-pori bagian kepala. Terasa sakit. Ada yang memisahkan. Diantara kita seolah bersekat.Â
Apa yang harus kulakukan? Demi sepucuk cinta yang tiba-tiba runtuh bagian-bagian molekulnya. Tak semestinya begini. Bersedih untuk sesuatu yang tak pasti. Tak layak untuk ditangisi.Â
Maka akulah itu. Belahan jiwa yang selalu kamu bawa. Dalamnya hati selalu ada aku.Â
Mempercayai bukanlah kesalahan. Namun... Meyakinkan hati untuk sesuatu yang seharusnya begitu. Merelakan satu-satunya cara untuk bersabar dan bertahan.
Dan rasa cemburu ini membutakan cinta dan kasih sayang yang ada. Karenamu, alasanku untuk tetap berbahagia.Â
Cathaleya SoffaÂ
25 September 2017