Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pecah Kongsi Lelaki Bermulut Dua

9 April 2021   01:20 Diperbarui: 9 April 2021   01:52 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen: Pecah Kongsi lelaki Bermulut Dua

Kutatap wajahnya dengan lekat. Dia langsung pergi. Pasti mengadu. Dasar lelaki bukan lelaki sejati. Sedikit-sedikit mengadu. Dasar lelaki bermulut dua. Dan perkiraanku benar. Tetua kampung kami datang. Mukanya menunjukkan ketidaksenangan melihatku. Sementara lelaki bermulut dua itu tersenyum di belakang tetua kampung kami itu. Seolah mengumbar senyum kemenangan

" jadi kamu menganggap sesajen itu tak berguna? Untuk apa kau buang sesajen itu? semoga kamu dapat kutukan dari sang penunggu Kampung ini," kata Tetua Kampung dengan nada suara tinggi.

" Sungguh mubazir, sesajen itu terbiarkan di situ, dan dimakan binatang. Lebih baik ku amankan di tempat yang layak dan pantas," ujarku membela diri.

" Kamu jangan bohong anak muda. Kau pikir aku percaya dengan omongan sekolah tinggi mu itu. Sebelum kau lahir dan  sekolah tinggi, tradisi sesajen ini telah ada. Dan kedua orang tuamu juga tahu adat istiadat leluhur kampung kita ini," semprotnya.

Aku terdiam. Tak ingin sama sekali melawan Tetua Kampung kami itu. Biarlah dia bicara apa saja yang menurutnya benar. Toh melawan orang yang lebih tua tak ada gunanya. Malah kuwalat yang nanti akan kudapati. Padahal kalau ku turuti hawa nafsuku, ingin sekali ku tambal mulut Tetua kampung kami itu yang sok mengatur dan berkuasa. 

Sejujurnya, bukan hanya aku saja sebagai warga kampung yang kesal dengan Tetua kampung Kami itu. Banyak sekali warga kampung yang kesal dengan perilaku tetua kampung Kami itu yang suka mengatur dan menjadikan tradisi Kampung sebagai alasan untuk menunjukan gigihnya sebagai orang yang harus dihormati dan diikuti segala omongannya. Kalau tidak diikuti, maka stempel sebagai orang yang tidak tahu adat istiadat leluhur kampung menempel di jidat warga Kampung.

" Dasar tua bangka. Masa anakku sakit, dibilangnya aku tidak pernah ngasih sesajen. Memangnya penyakit demam panas bisa hilang dengan ngasih sesajen. Ada-ada saja tuh orang tua,"  gerutu seorang warga.

" Sama. Saat gigiku sakit, aku juga dibilang tidak pernah ngasih sesajen," sambung warga kampung yang lainnya.

" Dan semua itu karena ulah Dullah.  lelaki bermulut dua itu. Dasar tukang cari muka dan pengadu," sembur seorang  warga kampung yang lain dengan nada kesal berbalut emosi.

Sore itu, aku masih sibuk memperhatikan tanaman yang ada di halaman belakang rumahku.  Tiba-tiba terdengar teriakan dari arah depan rumah ku. Suara teriakan itu terdengar sangat keras dan melengking. Membisingkan telingaku. Ku lihat seorang lelaki berlari kencang menuju arahku. Nafasnya tersengal-sengal. Keringat mengucur deras di sekujur tubuhnya.

" Tolong aku. Tolong aku, Bro,' ucapnya dengan suara gemetar. wajahnya pucat pasi bak mayat. Ku suruh dia duduk di kursi kayu yang ada di belakang rumahku. Segera aku ke dapur untuk mengambil segelas air. Dia langsung meneguk air.

" Ada apa Dullah? Apa yang terjadi," tanyaku setelah ku lihat dia agak tenang.

" Aku dikejar warga. Mereka mau membunuhku," ucapnya dengan suara pelan.

" Salahmu apa sehingga warga kampung ingin membunuhmu," tanyaku dengan wajah keheranan.

" Gara-gara Tetua kampung kita itu dan sesajen," jelasnya.

Tiba-tiba tawaku memecah rasa ketakutan yang mengalir disekujur tubuh Dullah. Dia memandangku dengan tatapan kebingungan. Tergambar dari wajahnya.

" Jadi ceritanya kamu sudah pecah kongsi dengan tetua kampung kita itu," tanyaku.

Dullah mengangguk.  Airmata mengalir dari kelopak matanya. Dia menyeka airmata dengan lengan bajunya. Sementara segerombolan camar-camar menari-nari di atas awan yang biru. Menyajikan sebuah tarian kehidupan. 

Toboali, jumat barokah, 9 April 2021

Salam sehat dari Kota Toboali, Bangka Selatan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun