Bak petir disiang hari, ketika seorang pegawai Bank BRI Unit Toboali, Bangka Selatan bernama Eko Saputra dengan diksi arogan mengaku dirinya adalah seorang debt collector.
" Saya memang debt collector dari BRI, " ungkap Eko Saputra dengan nada tinggi dan diksi arogan, Dan lanjut Eko Saputra silahkan anda camkan itu.
Narasi garang itu tentu saja mengagetkan saya dan kita semua. Apalagi bank BRI dengan motto dan jargonnya " melayani setulus hati : adalah bank yang didirikan untuk membantu kaum bumi putra oleh pendirinya Raden Bei Aria Wirjaatmadja.
Dan diksi arogan pegawai Bank BRI Unit Toboali itu tentu saja amat kontradiksi dengan pernyataan petinggi BRI bahwa mareka tidak menggunakan cara dan aksi-aksi debt collector dalam menagih kredit yang bermasalah.
Menurut Sekretaris Perusahaan BRI, Muhamad Ali beberapa waktu lalu, BRI menagih tagihan jika nasabah tidak membayar kewajibannya selama 120 hari atau empat bulan. Jangka waktu itu dianggap default oleh BRI. Biasanya, nasabah tiba-tiba sulit untuk dihubungi. Dengan demikian bank penerbit kartu kredit kehilangan kontak.
Untuk itu, dia melanjutkan, BRI baru meminta field collector untuk mencari alamat nasabah tersebut dan mendatangi. Tugasnya, meminta nasabah untuk datang ke kantor BRI. Namun, mereka tidak berhak menagih utang, karena kewenangan itu ada di BRI.
"Yang mempunyai otoritas menagih utang adalah pegawai BRI, karena di situ bisa diberi keringanan atau negosiasi," ujarnya.
Perilaku yang sangat arogan dari Pegawai BRI Unit Toboali, Bangka Selatan, Bangka Belitung ini tentu saja bukan hanya merusak citra Bank BRI sebagai bank terkemuka dan harapan rakyat di desa-desa, tapi memfaktakan kepada kita bahwa cara-cara arogan dan premanisme masih dilakonakan karyawan Bank Nasional yang jargonnya menjadikan kepuasan nasabah sebagai panglima ternodai dan terstigma hitam.
Dan kalau semua pegawai bank BRI berlakon bak Eko Saputra ini maka saya sungguh yakin Bank BRI tidak akan mengalami kredit macet dan kredit bermasalah.
Direktur Keuangan BRI Ahmad Baiquni menyatakan pihaknya tidak kaget bila bank sentral menyatakan ada potensi sebagian UMKM gagal bayar kredit. Fenomena itu sudah terlihat sejak Januari-Juni lalu.
"Memang NPL kita masih tetap seperti yang terjadi di semester I, memang agak sedikit tinggi, tapi itu sama seperti industri," ujarnya kepada merdeka.com sebelum mengikuti Laporan Nota Keuangan Presiden di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (15/8).
Per Desember 2013, nasabah UMKM BRI mencapai 8 juta orang, alias penguasa pasar di segmen tersebut. Sedangkan, hingga akhir semester I 2014, total kredit BRI tumbuh 17,19 persen secara dibanding periode yang sama tahun lalu. Sampai dengan Juni, bank BUMN ini mengucurkan total kredit Rp 459,13 triliun.
Perilaku arogan yang ditunjukan pegawai bank BRI unit Toboali, Bangka Selatan ini menunjukan bahwa kwalitas SDM perbankan kita khususnya BRI masih jauh dari harapan yang diinginkan rakyat dan BRI itu sendiri yang memang dilahirkan untuk membantu kepentingan kaum bumi putra oleh pendirinya. Kalau sudah begini, motto ayo ke bank dan mendapatkan kredit untuk kesejahteraan rakyat masih jauh dari harapan. Bak punguk rindukan bulan. Apalagi kalau pegawainya berlakon bak debt colletor. Ngeri ah...(Rusmin)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI