Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Nawala Kegilaan

29 November 2019   09:16 Diperbarui: 29 November 2019   09:24 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mendengar semua kata-katamu, yang gaduhnya seperti led zeppelin saat menyanyikan lagu melayu. Hanya saja kau perlu tahu, aku tidak menggunakan gendang telinga untuk menyerap semua ucapanmu yang setajam paku. Aku lebih memilih memakai rasa, yang ada jauh di kedalaman jiwa.

Aku rasa aku sedikit menyukai caramu mengirimkan pesan. Tidak lewat rembulan, tapi menggunakan rasi paling kelam. Tidak melalui sentuhan hangat jemari matahari, namun lewat jilatan lidah gunung api.

Bahkan setelah berulang membacanya, aku pikir aku menjadi sangat menyukainya. Seperti aku menyukai hutan yang nampak garang meski sesungguhnya sama sekali tidak jalang. Seperti aku menyukai lautan yang tak jarang menyeringaikan badai walau sebenarnya gelombangnya selembut nyanyian murai.

Aku harus berterimakasih kepadamu yang mengirimkan nawala tanpa disertai utusan. Bagiku ini adalah kegilaan yang menyenangkan. Aku curiga kamu tahu aku adalah lelaki yang menyimpan kewarasan hanya saat waktu memasuki tengah malam. Entah bagaimana caranya, tapi kamu berhasil mengajakku menelan purnama, saat ini juga.

Jakarta, 29 November 2019

Untuk Nonaa Edan yang sesungguhnya sangat waras

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun