Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Perihal Sepotong Rembulan

14 Agustus 2019   08:54 Diperbarui: 14 Agustus 2019   08:59 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepotong rembulan, terperangkap di halaman buku
mengaku sebagai majas baru
khusus bagi para penyair yang kehilangan waktu
untuk merayu kekasih yang tak dipunyainya
atau menyusun harapan yang tak direncanakannya

Dunia terpotong-potong, dalam wilayah yang begitu kosong
bagi para penyair yang sengaja mencari rembulan
untuk mencuri cahaya
sebagai cita rasa pada setiap japa mantra
melalui bait-bait yang menggigit
hati maupun mata

Bila sepotong rembulan
mampu menenggelamkan penyair
ke dalam benaknya yang berputar-putar
layaknya angin puting beliung, di padang gurun
atau gelombang yang datang susul menyusul, di kegelapan lautan
maka dia, atau mereka, pasti akan memilih tenggelam
sebab pilihan lain
hanya menyediakan adrenalin yang mendingin

Para penyair
saling berebut pelukan, dari sepotong rembulan
sebelum langit menutup tirainya
lewat derasnya hujan yang baru tiba

Para penyair
mengupas nyaris semua kenangan, dan menitipkannya pada rembulan
yang akan selalu mengingatkan dengan cara sederhana
tepat saat penampakan purnama

bahwa semua perihal, akan selalu tiba tepat pada waktunya
demi masa

Jakarta, 14 Agustus 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun