Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Letak Simpul Bahagia

18 Maret 2019   18:49 Diperbarui: 18 Maret 2019   19:14 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku serahkan kepadamu potongan awan yang pagi ini menjatuhi langkan kota besar. Aku tahu kau sedang berdebar-debar. Menunggu rintik hujan pertama setelah hatimu dilanda kemarau yang membabi-buta. Menyerakkan gulma di kepala, menyianginya, lalu menggantinya dengan Dieffenbachia, si bunga bahagia.

Di dalam kereta yang membawamu menuju asal muasal fajar, kau menuliskan beberapa kalimat di kaca jendela. Entah apa, tapi kaca itu langsung berembun seketika. Bukan, bukan airmata. Aku meyakini itu, karena bukankah kau sedang bahagia?

Barangkali di kaca yang berembun itulah kau menarasikan rahasia cinta.

Setelah kau pergi, senja tak nampak patah hati, ia terlihat baik-baik saja. Mungkin karena kau telah berjanji, mulai detik ini, tak akan ada perbendaharaan kata sunyi lagi, di buku-buku yang kelak kau cetak di setiap pergantian cuaca.

Ketika petang menyeret adzan di ruang-ruang udara, matahari menumpulkan paruhnya. Membiarkan orang-orang sepertimu menikmati sajian istimewa. Malam yang tak lagi menyuapkan remah-remah rencana. Namun sudah sampai pada titik di mana simpul-simpul bahagia berada.

Jakarta, 18 Maret 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun