Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

15 Maret 2019   06:34 Diperbarui: 15 Maret 2019   06:38 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang sebenarnya, Bimala Calya merasa patah hati.  Dia merasa bahwa cintanya tidak akan kesampaian.  Ini menyedihkan.  Tapi huru hara kehidupan yang dilaluinya sejak kecil menempa dirinya dengan kuat.  Apalagi dia banyak bertemu dengan sahabat-sahabat yang sangat baik tanpa memperdulikan seperti apa latar belakangnya.  

Mendiang Dyah Puspita dan Dewi Mulia Ratri adalah dua orang yang paling peduli dengannya.  Dia tidak mungkin merusak persahabatan demi sebuah cinta yang bertepuk sebelah tangan.  

Tidak!  Dia akan mempertahankan persahabatan ini selamanya.  Dia akan memberi nomor kedua bagi cinta.  Bimala Calya perlahan-lahan menemukan kembali senyumnya.

"Arya, aku akan menemani Dewi Mulia Ratri di sini.  Aku menemukan seorang sahabat yang mengerti aku.  Aku menemukan kebahagiaanku.  Pergilah, aku akan selalu ingat kata-katamu..."

Arya Dahana menarik nafas lega.  Gadis ini tidak boleh dibiarkan patah hati dan terlunta-lunta.  Gadis ini adalah mutiara yang sebelumnya terpendam dalam lumpur.  Jangan sampai jatuh lagi dalam lumpur yang lain.

Pemuda ini menatap Dewi Mulia Ratri sekali lagi.  Ada sebuah kilatan cahaya di matanya.  Kilatan cahaya yang hanya bisa dilihat oleh Dewi Mulia Ratri. Gadis ini sedikit tersipu.  Dia mengenal kilatan itu semenjak perang besar Blambangan dulu.  Kilatan yang sama juga saat puncak peristiwa naga Merapi.  Lalu kilatan yang terlihat lagi saat dia secara membabi buta menyerang pemuda itu di Ngobaran sebelum pemuda itu terjatuh ke jurang laut. 

Itu kilatan penuh rindu.  Kilatan yang pertama kali dulu merajam hatinya.  Dan setelah itu berkali-kali menusuk jantungnya.  Ingin rasanya dia menubruk pemuda itu dan meletakkan kepala di bahunya sambil menangis sejadi jadinya.  Selama ini dia merasa selalu berteman dengan sunyi.  

Pemuda ini adalah keramaian yang dia inginkan.  Tapi dia tidak tahu bagaimana cara menyampaikan.  Dia merasa tak berdaya.  Ada sesuatu yang selalu mencegahnya.  Sesuatu yang muncul dari dalam dirinya sendiri.  Harga diri.

Tanpa berkata apa apa lagi, Arya Dahana memberi isyarat kepada Putri Anjani untuk meninggalkan tempat itu segera.  Gadis dari laut utara itu melemparkan senyuman yang lagi-lagi mengejek kepada dua gadis di hadapannya sambil berlalu mengikuti langkah Arya Dahana.

Dewi Mulia Ratri mengikuti dengan ekor matanya kepergian pemuda yang membuatnya ditelikung huru hara cinta itu.  Di sisi lain, dia geram pada Putri Anjani.  Gadis itu sangat berbahaya.  Gendewa sakti di tangannya sangat luar biasa.  

Dewi Mulia Ratri bergidik.  Bagaimana jika gadis yang dikuasai nafsu amarah itu berhasil membujuk Panglima Kelelawar untuk bergabung atau bersekutu.  Itu seperti kekuatan tanpa batas.  Galuh Pakuan akan berada dalam bahaya besar.  Jumlah dan kekuatan pasukan tidak menjamin jika harus berhadapan dalam perang melawan orang-orang seperti Putri Anjani atau Panglima Kelelawar.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun