Hutan, rawa, dan gambut sekarang menjadi arca
berdiam di puncak stupa doa
menunggu nasib selanjutnya dituliskan
apakah menjadi puisi hitam, sajak-sajak kelam, atau kisah sejarah yang lebam
Hutan yang dulunya adalah imperium ternama
tempat para raja dan hulubalangnya membuat rencana demi rencana
bagaimana mata air tetap mengalir
di lantainya yang lembab tempat embun dan kabut lahir
juga perburuan bisa dilakukan
dengan cara-cara yang berperadaban
tanpa harus berkelahi dengan zaman
Rawa yang dulunya kerajaan tanpa duri
tempat anakonda menyembunyikan diri dari matahari
mengintai setiap hari-hari sepi
ketika siamang bermuram durja
tak sanggup bicara
kehilangan anak-anaknya yang tersesat
di hutan rawa seluas negeri para malaikat
Gambut yang dulunya kekaisaran tak berujung
tempat Sialang menerima para lebah datang berkunjung
membangun sarang manis
lalu meletakkan sang ratu di labirin yang berlapis-lapis
begitu pula ketika
anak owa-owa melakukan lompatan pertama
di dahan Ramin yang tidak cepat menua karena bahagia
Hutan, rawa dan gambut menaiki stupa doa, mencari-cari arwahnya di mana
di kahyangan tak ada, di bumi juga tak lagi merupa
ternyata nasibnya telah digaris
menjadi puisi liris, sajak-sajak miris dan sejarah yang tragis
Jakarta, 14 Maret 2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI