Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Idu Geni

12 Januari 2019   06:35 Diperbarui: 12 Januari 2019   06:51 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab III-1

Bab III-2

Dewi Mulia Ratri menatap Si Bungkuk Misteri dengan wajah penuh dengan pertanyaan.  Namun pertanyaan itu urung keluar dari mulutnya.  Suara sangat gaduh terdengar dari kejauhan.  Angin yang tadinya sepoi nyaman, perlahan lahan berubah menjadi kencang.  

Baju panjang kedua gadis murid Si Bungkuk Misteri itu berkibar kibar.  Gelombang laut mulai bergejolak di bawah tebing mereka tempat mereka berbincang bincang.  Suara gelombang saat menghantam karang terdengar membahana.  

Seluruh Ngobaran sekarang hanya dikuasai dua suara yang mengerikan itu.  Badai dan gelombang berlomba menjadi yang terkuat untuk membuat gaduh alam.

Semua orang menjadi terkesiap dan waspada.  Musim Raja Badai sudah dimulai!  

Itu akan terjadi beberapa hari, sampai mencapai puncaknya pada hari ke-5, lalu menurun hingga hilang sama sekali pada hari ke-7.  Mulai saat ini, tidak ada seorangpun akan berani mendekati pantai.  Terlalu berbahaya!  Bahkan orang selihai para tokoh delapan penjuru mata angin pun harus berpikir ribuan kali jika hendak menantang kekuatan alam sedahsyat ini.

Malam ini Dewi Mulia Ratri menghabiskan malam di pondok Arawinda.  Di sini cukup aman dari jangkauan gelombang raksasa.  Pondok ini juga terlindungi dari kuatnya badai karena dihalangi oleh batu batu karang sebesar besar rumah.  Si Bungkuk Misteri tidak terlihat lagi ada di sekitar pondok.  Benar benar misterius. 

Keesokan harinya saat kedua gadis itu terbangun dari tidur yang sama sekali tidak nyenyak, angin badai semakin menggelora.  Gelombang semakin dahsyat.  Buih raksasa yang tercipta saat menghantam karang menyisakan suara suara yang menyeramkan.  Seperti raksasa laut yang sedang marah karena terganggu tidurnya.  

Kedua gadis yang belum pernah melihat peristiwa alam ini tidak habis habis rasa takjubnya.  Ini belum sampai pada puncak Raja Badai, tapi suasananya sudah sangat mencekam dan menyurutkan nyali.

Semua orang yang ada di bukit bukit kecil sekitar pantai juga semakin cemas.  Angin sudah menumbangkan dan menerbangkan kemah kemah mereka beberapa kali.  Sebentar dibetulkan dan diperbaiki, sebentar kemudian sudah diporak porandakan angin lagi.  Akhirnya semua menjadi putus asa dan memilih untuk mencari gua gua di ketinggian.

Hari berikutnya juga sama.  Badai semakin kuat.  Beberapa pohon tua sudah tumbang diterjang angin.  Gelombang semakin tinggi menghajar pinggang pinggang tebing.  Sehari sebelum puncak Raja Badai, gelombang sudah mencapai bibir bibir tebing.  Badai menghancurkan tanaman dan pepohonan.  Batang batang yang bertumbangan, malang melintang di sepanjang bukit bukit sekitar pantai.  Ini akan menjadi tantangan tersendiri untuk melangkah atau bahkan bertarung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun