Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Belenggu

1 Januari 2019   18:00 Diperbarui: 1 Januari 2019   18:10 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tjhwa.wordpress.com

Mungkin ini yang disebut belenggu. Separuh hidupku aku habiskan untuk menggerutu. Terhadap apa saja yang aku sebut sebagai kesialan. Juga kegagalan. Aku bahkan berani menyebut takdir sebagai jenis hukuman. Keputusan yang disampaikan tanpa boleh sedikitpun melakukan pembelaan.

Aku berjalan dengan tenang dan lepas. Tapi mataku sama sekali tidak awas. Beragam kotoran tak pantas terinjak sengaja. Lalu aku hamburkan di sawah seolah itu pupuk. Pupuk yang terkutuk.

Aku menyukai ilusi. Khayalan yang aku bentuk sebagus-bagusnya hingga mendekati nyata. Jaringan otakku sendiri aku tipu. Aku berkata baik-baik saja namun segenap setan aku biarkan berkeliaran di kepala.

Mungkin aku harus merendam hatiku dalam genangan cuka bertuba. Supaya aku merasakan asam dan bisa mengaliri darah, membuatku gelisah dan membangkitkan amarah. Terhadap ketidakpatuhanku pada waktu. Di saat sebetulnya aku harus berwudu.

Jakarta, 1 Januari 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun