Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Petualangan Cinta Air dan Api

29 Desember 2018   22:21 Diperbarui: 29 Desember 2018   22:29 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemuda sakti ini lalu mulai mengerahkan ajian Busur Bintang yang berhawa sangat dingin untuk melawan serangan hawa panas yang mematikan ini. Setelah dirasa cukup bisa melawan, Arya Dahana memegang tangan Bimala Calya yang terlihat hampir jatuh pingsan.  Gadis ini terlonjak kaget karena hawa yang sangat dingin keluar dari jari jemari Arya Dahana yang sedang menggenggam tangannya.  Hawa dingin menegakkan kesadarannya kembali.

Arya Dahana membimbing Bimala Calya melanjutkan perjalanan.  Mereka sampai di bagian lorong asal suara gemuruh tadi.  Lorong ini adalah keanehan berikutnya.  Batuan dinding yang menyusunnya memancarkan warna kemerahan di dinding sebelah kanan.  Sedangkan dinding di sebelah kiri berwarna hitam pekat.  Hawa sangat panas keluar dari dinding berwarna kemerahan ini.  Suara gemuruh juga timbul dari dinding berwarna kemerahan.  Di sinilah puncak hawa panas berada.  

Arya Dahana sampai harus berkeringat dingin ketika hampir semua tenaganya dikeluarkan untuk mengerahkan ajian Busur Bintang.  Bimala Calya benar benar pingsan sekarang. 

Tanpa ba bi bu lagi, Arya Dahana menggendong tubuh gadis itu dan melesat cepat dari ruangan mengerikan itu.  Siksaan panas luar biasa itu berakhir ketika lorong ini kemudian berbelok ke arah kiri.  Bahkan mulai menanjak lagi dengan tangga tangga yang hampir sama susunannya dengan saat mereka masuk gua tadi.  Yang membedakan adalah lorong ini tidak sepanjang lorong di pintu masuk.  Arya Dahana bisa melihat terang matahari samar samar jauh di atas.  Dan akhirnya, gua maut ini berakhir di sebuah bukit pasir yang terletak di pantai berpasir hitam.

Arya Dahana membaringkan tubuh Bimala Calya yang masih pingsan di pasir.  Mata pemuda ini beredar ke sekeliling.  Mereka berada di sebuah pulau kecil dengan...Gunung Krakatau menjulang tinggi di depannya.  Arya Dahana membalik badan melihat ke seberang.  Daratan Pulau Jawa nampak samar kehitaman di seberang.  

Pemuda ini menggeleng gelengkan kepala dengan takjub!  Jadi tadi mereka masuk ke pusat bumi, menelusuri lorong yang menghubungkan antara pulau Jawa dengan pulau Gunung Krakatau ini!  Pantas saja lorong itu berhawa sangat panas.  Mereka tadi memasuki lorong yang menembus perlintasan aliran lava Gunung Krakatau.  Suara bergemuruh tadi sudah jelas adalah aliran lava yang mendidih di perut Gunung Krakatau.  Bukan main!

Lamunan Arya Dahana terputus saat suara batuk batuk berat di belakang mereka membangunkan rasa takjubnya.

"Ehm..ehm... anak muda.  Kalian pastilah anak anak muda luar biasa hingga bisa sampai di tempat ini tanpa perahu..."

Arya Dahana berhadapan dengan seorang tua berperawakan sedang dengan rambut dan janggut panjang yang semuanya sudah memutih.

"Ehh...maaf ki.  Kami telah lancang memasuki tempat ini tanpa ijin.  Apakah... apakah Aki yang bernama Ki Sasmita?"

Orang tua berambut putih itu mengelus jenggotnya sambil mengangguk membenarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun