Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

5 Desember 2018   06:02 Diperbarui: 5 Desember 2018   09:17 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bluuuubbss....Plassss!"

Naga di depannya tiba tiba menghilang secara ajaib.  Jatuh ke lantai berupa ranting kering kecil seperti bentuk semula.

"Waaahh....Pendekar Sanggabuana...kisanak punya keturunan yang luar biasa.  Ijinkan aku memberinya sedikit goresan dari penaku yang tua..."

Muncul di hadapan Dewi Mulia Ratri.  Pendekar Sanggabuana bersama seorang setengah baya yang masih terlihat gagah meskipun rambut di kepalanya putih dan panjang awut awutan.

"Dewi, ayo beri salam pada sahabat ayah yang luar biasa ini.  Apalagi dia telah berkenan memberimu setetes dari selautan ilmu yang dimilikinya."

Dewi Mulia Ratri yang kini bernafas lega karena lepas dari kengerian, melangkah maju dan mencium tangan pria setengah baya itu.  Dia bisa menduga bahwa pria inilah yang menciptakan naga dari ranting tadi.


"Salam paman.  Itu tadi luar biasa!  Bolehkah paman mengajarkan ilmu yang dahsyat tadi kepadaku?  Dan bolehkah saya tahu nama paman yang baik?"

"He he he...kamu boleh memanggilku Paman Biantara.  Itu adalah ilmu biasa yang disebut Alihing Sukma nak.  Caranya sangat mudah.  Kita hanya memindahkan sebuah nyawa ke dalam sebuah wujud sesuai dengan yang kita inginkan.  Aku lihat, kamu sudah bisa melakukannya.  Hanya saja perlu keteguhan hati dan kebersihan pikiran untuk membuatnya menjadi sesuatu yang lebih besar, lebih tinggi, lebih dahsyat...perlu banyak samadi dan tirakat nduk...kuncinya adalah kejernihan hati"

Dewi Mulia Ratri mengangguk takzim mendengar itu.  Kemudian dia mengikuti ayah dan Ki Biantara masuk ke ruang latihan diikuti dengan yang lainnya.  Dewi Mulia masih sempat melirik Pangeran Bunga yang terlihat masih syok.  Dia tidak tahu bahwa mata pangeran kecil itu berkilat penuh dendam ketika melirik ke arahnya.

Dan semenjak saat itu,  secara rutin Ki Biantara memberikan ilmunya kepada Dewi Mulia Ratri saat dirinya mampir ke padepokan Sanggabuana setiap enam purnama sekali selama satu purnama penuh.

**

Bersambung Bab III

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun