Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi│Pagi Memanjat Langit

11 Agustus 2018   08:54 Diperbarui: 11 Agustus 2018   12:10 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Metbuat.az

Langit menjerit. Kegirangannya membukit. Pagi ini birunya sama sekali tak terluka. Dari tepi ke tepi tak bercuka. 

Mendung belum berlahiran. Belum cukup bulan. Embun bermalas-malasan. Memilih bersembunyi di ketiak anggrek bulan. Kabut sedang kedinginan. Meringkuk di selangkangan gunung-gunung yang masih berdengkuran.

Pagi memanjat langit dengan leluasa. Cahaya bertebaran di mana-mana. Di muka, hati, dan mata. Bayangan tubuh begitu sempurna. Ini pagi yang menarikan tarian salsa. Gembira.

Pucuk cemara meniupkan helaan nafas. Di punggung lembah yang terkelupas. Menatap samudera kekosongan di atas. Biru itu nampaknya akan cukup lama membeku. Memantulkan seringai wajah waktu.

Pohon kamboja beramai-ramai berbunga. Wanginya dihamburkan secara cuma-cuma. Meniti udara yang banyak berdiam diri. Membiarkan pagi memulakan hari berseri-seri. Ini saatnya sunyi sedikit menepi.

Bogor, 11 Agustus 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun