Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kata kepada Puisi

10 Juni 2018   00:56 Diperbarui: 10 Juni 2018   01:31 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau baru sadar bahwa itu adalah kehidupan, begitu terdengar tangisan pecah di dinding dan langit-langit kamar.  Tangisan pertama seorang manusia menyapa dunia.

Kau baru paham manakala itu kematian, begitu kau teringat Tuhan di ujung nafasmu yang mulai tertahan.   Mengiringi detak jantungmu yang memelan dan kemudian melenyap tanpa bisa ditahan.

Kau baru tahu bila itu adalah kekacauan, ketika kau menjumpai tatanan ditabrakkan pada kekeliruan.  Menempatkanmu berhadapan dengan ngarai dalam di hadapan dan auman mengancam di belakang.

Kau baru mengerti jika itu adalah kesunyian, waktu kau memandangi jarum jam yang bergerak tetap namun nampak menetap.  Sementara kau berdiri di tengah-tengah badai gelap.  Manusia-manusia berkerumun di sekitarmu sambil menadahkan tangan.  Menunggu hujan.

Banyak hal yang baru dipahami justru saat pikiran dihadapkan pada terbaliknya kenyataan.  Cahaya kepada gelap yang membuatnya disebut terang.  Langit kepada bumi yang menempatkannya selalu di atas.  Cinta kepada sepi yang membuatnya selalu dikenang hingga mati.

Begitu juga, kata kepada puisi yang membuat huruf-hurufnya menjadi begitu berarti.

Bogor, 10 Juni 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun