Di perbatasan antara malam dan pagi. Â Bulan bertemu sejenak dengan Matahari. Â Bercakap-cakap dengan cara bertukar isyarat cahaya;
Aku meminjam cahayamu untuk menerangi malam. Â Aku melihat banyak kejadian. Â Dari yang sederhana hingga seram. Â Katak bernyanyi di kolam hingga Kuntilanak sedang beranak. Â Aku menyaksikan semua kejadian malam. Â Aku terhibur sekaligus bergidik tak karuan.
Matahari tersenyum. Â Lewat cahayanya yang merah ranum.
Tugasku adalah memelototi siang. Â Mengikuti jejak-jejak orang memenuhi kebutuhannya. Â Bagaimana mereka bercengkrama dengan kehidupan. Â Sekaligus seperti apa mereka menyikapi kematian. Â Tidak ada yang seram dalam pengamatanku. Â Tapi aku juga bergidik sebab mereka saling membunuh dengan nyaman.
Bulan meredup. Â Matanya sedikit kuyup.
Aku sering menemui jelaga tercipta di keremangan. Â Purnamaku terkadang kesiangan. Â Orang-orang melihatku sebagai monumen. Â Datang setiap bulan. Â Setelah itu dilupakan. Â
Matahari menaiki tangga pagi. Â Hangatnya mulai terasa. Â Sementara bulan bersiap untuk tertatih pergi.
Namun masih sempat membacakan sebuah puisi.
Ketika aku ada
Jendela itu seharusnya terbuka
Menyecap nikmat dari cahayaku yang semenjana