Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menumbuhkan Matahari

29 Maret 2018   10:25 Diperbarui: 29 Maret 2018   10:29 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: clarksdaleinfo.com)

Berada di sini.  Di pagi yang melepaskan sunyi dengan cara sederhana.  Yaitu menelanjangi setiap daun yang hendak berfotosintesa.  Agar cepat hadir anak-anak akar yang kuat mencengkeram hara.

Menumbuhkan matahari.  Di antara kaki-kaki ramai berjejalan.  Di bus kota dan kereta.  Di kota yang lupa pada namanya.  Sebab terlalu gaduh dengan saling bicara.  Jarang menyebut aku siapa dan kamu siapa.

Bertanam khayalan.  Di puncak-puncak menara.  Dengan menebarkan pandangan ke jalanan.  Dimana riuh dan gaduh  menyumbat trotoar di sebelahnya.  Terlalu banyak manusia kehilangan mata.

Menganyam waktu.   Di sela-sela selangkangan yang mengangkang.  Sebuah kota besar yang mempersembahkan drama tanpa akhiran. 

Opera zaman dimainkan.  Setiap hari.  Pemerannya berganti-ganti.  Namun skenarionya tak pernah berganti.  Hanya berusaha hidup menuju mati.

Sampit, 29 Maret 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun