Aku merubahnya. Â Karena diminta oleh cuaca. Â Hari ini hujan. Â Kenapa mesti mengeluh tentang kemarau. Â Tidak pada tempatnya. Â Sungguh tercela.
Sebelumnya aku berencana memberinya judul airmata yang tertinggal. Â Tapi untuk apa menangis. Â Sementara bumi yang terluka saja tetap berputar pada orbitnya.
Judul puisinya berubah. Â Namun isinya tetap tentang keinginan yang tabah. Â Dari orang-orang yang merasa bersalah. Â Karena mengaku rindu kepada waktu. Â Padahal angkanya digeser satu persatu. Â Agar bisa diatur seperti tanaman pagar yang teratur.
Dari seribu puisi. Â Judulnya sebagian adalah mimpi. Â Sebagiannya lagi pedih, perih dan rintih. Â Lalu dimana letak api?
Dari judul-judul yang berjajar rapi. Â Hampir semua terdiri dari puja, puji dan senyum berseri. Â Lalu dimana adanya caci maki?
Sampit, 25 Maret 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI