Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen| Akhirnya, Langitpun Runtuh Semua

5 Maret 2018   18:57 Diperbarui: 7 Maret 2018   18:22 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua orang berlari. Apa yang terjadi di depan mereka ini sungguh mendebarkan. Terlihat dengan kasat mata bahwa langit merah pekat di sebelah barat itu mulai runtuh perlahan-lahan. Sangat perlahan. Sehingga jika tidak benar-benar diperhatikan, itu hanya nampak sebagai permainan warna senja saja.

Tapi bukan.  Langit memang runtuh. Dan ini sudah diramalkan jauh-jauh hari. Semenjak seorang lelaki tua yang biasa disebut dukun di wilayah itu mengatakan di hari kematiannya;

Ketika udara bergerak begitu mampat. Nafasmu terasa sesak lalu langit di sebelah barat terlihat semerah darah hitam. Itulah pertanda akan runtuhnya zaman.

Saat itu.  Semua orang menganggap sang dukun mengada-ada. Bicara ngawur sebelum ajal menjemputnya.

------

Berduyun-duyun orang melakukan long march ke arah timur. Menurut perkiraan, orang-orang  bisa menyelamatkan diri dengan berlari ke arah timur. Langit yang runtuh ada di sebelah barat. Sedangkan matahari masih terbit seperti biasa di timur. Memang masuk akal jika hanya separuh langit yang runtuh. Namun akan sia-sia saja jika keruntuhan itu ternyata menyeluruh.

Tidak ada pilihan. Tak seorangpun yang mau bertahan. Perjalanan panjang dilakukan. Tua muda, besar kecil, tak terkecuali. Semua pergi menyelamatkan diri dari langit yang runtuh. Mengejar tempat matahari terbit sebagai upaya penyelamatan terakhir.

Perjalanan yang ditempuh membutuhkan perjuangan. Tidak bisa menggunakan kendaraan karena jalanan retak menganga dengan lubang-lubang besar akibat gempa dan sink hole. Kudapun akan kesulitan jika harus melalui jalanan yang hancur berantakan ini. Berjalan kaki adalah satu-satunya cara. 

------

Rombongan orang berjalan mengular tak ada habisnya. Melewati bekas jalan tol. Bekas hutan. Bekas persawahan. Bekas sungai. Satu per satu jatuh bermatian. Kehausan. Tidak ada air yang cukup di sepanjang jalan. Tidak ada orang berjualan. Sama sekali.

Semua mempunyai uang yang berlebih-lebih. Tapi tidak ada yang berjualan air karena air sangat sulit didapat. Mata air sudah lama musnah. Semenjak pohon beringin dan ara dipotong-potong untuk dijadikan kursi dan kayu untuk bahan baku industri. Air disuling dari lautan. Itupun terbatas karena air lautan semakin lama semakin beracun. Hampir semua limbah dibuang ke laut. Terutama limbah minyak dan kimia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun