Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Penghujung Januari

1 Februari 2018   21:46 Diperbarui: 1 Februari 2018   21:50 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari yang dihibahkan oleh penghujung bulan penghuluan.  Termasuk salah satu hari yang didandani secantik peri.  Dimandikan hujan di pagi hari.  Dibedaki oleh tempias debu tipis yang dibersihkan cahaya matahari.  Bermaskara semburat mendung setengah murung.  Berbibir merah sebab diolesi orang-orang yang hidupnya bergairah.

Penghujung Januari melepaskan mimpi satu persatu.  Apa yang mesti dibenahi dari bocornya atap yang disusun berlapis dari rumbia hingga kaca.  Apa harus menyatakan kepada dunia bahwa damai yang dibutuhkan ada di pertemuan antara sungai dan lautan.  Muara yang menjadi tempat bagi bertemunya dua rasa yang berbeda namun melarut dengan senang hati bersama-sama.

Ada juga nyanyian yang diciptakan untuk menghormati penghujung Januari.  Oleh para komposer yang merasa bulan berikutnya adalah pergantian musim.  Musim kering yang mengeringkan dingin.  Kepada musim penghujan yang menghujani panas.

Termasuk juga sebuah puisi yang terlempar begitu saja.  Dari mulut pawang yang komat-kamit mengeja mantra.  Tak usah resah jika musim berganti.  Karena hati sanggup memilih bagaimana cara mencintai.

Jakarta, 1 Februari 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun