Mata ayu itu memandangi setiap sudut ruangan. Ruang kantornya yang besar ini rasanya seperti Sahara. Begitu kering dan menyesakkan. Pemuda bodoh! Rasanya ingin menangis!
Tuan Puteri menghentikan lamunannya yang begitu terik. Dihentikan paksa oleh suara ketukan 3 kali di pintu.
“masuk....” suaranya lemas.
Prolet berjalan menunduk membawa nampan. Tuan Puteri melengos dengan sigap. Tak mau melihat.
Prolet meletakkan nampan sepelan mungkin. Suara piring beradu dengan meja kaca seolah bisa meledakkan upaya minta maafnya menjadi sia sia.
Prolet berlalu tergesa keluar ruangan. Pintu tidak ditutup. Dia kembali lagi dengan tergesa. Meletakkan sebuah pot bunga cukup besar di sudut ruangan. Sebelum keluar dan menutup pintu. Menyampaikan puncak dari permintaan maafnya.
“Tu...tuan Pu..puteri...maafkan sa..saya...” tetap dengan gagapnya yang aneh. Tuan Puteri tetap diam sejuta bahasa.
Pintu tertutup pelan. Tuan Puteri menoleh dan hampir memanggil. Dibatalkan. Penasaran dengan apa yang dibawa Prolet tadi. Menuju sudut ruangan. Bunga bunga pink bermekaran menyiarkan keharuman. Bunga Airmata Kekasih!
Mata Tuan Puteri sudah bersiap siap. Dihampirinya meja di tengah ruang kerjanya. Dibukanya tutup saji cantik di depannya. Gado gado kesukaannya! Beberapa butir mutiara melewati pipinya dengan leluasa. Tuan Puteri benar benar menangis....
Jakarta, 19 Mei 2017