Mohon tunggu...
Miftakhul Ana Khoirunisa
Miftakhul Ana Khoirunisa Mohon Tunggu... Universitas Mercu Buana

Miftakhul Ana Khoirunisa -Nim (43223010175) Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Prodi S1 Akuntansi Universitas Mercu Buana Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

14 Oktober 2025   23:05 Diperbarui: 15 Oktober 2025   10:47 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapan dan Dalam Situasi Apa Hermeneutika Dilthey Menjadi Relevan?

1. Latar Historis Hermeneutika Dilthey
Hermeneutika Wilhelm Dilthey lahir pada akhir abad ke-19, masa ketika dunia ilmu pengetahuan sedang dilanda euforia positivisme.
Positivisme mengajarkan bahwa pengetahuan yang sah hanyalah yang dapat diukur, diobservasi, dan diverifikasi secara empiris.
Dalam atmosfer itu, manusia mulai dipandang seperti objek — sesuatu yang bisa dikalkulasi dan dikontrol.
Dilthey menolak pandangan ini. Ia hidup di masa di mana industrialisasi dan kapitalisme sedang mengubah manusia menjadi roda dalam mesin ekonomi.
Ia melihat bagaimana kehangatan kehidupan batin, moral, dan budaya perlahan tergantikan oleh kalkulasi rasional.
Dalam konteks inilah hermeneutika muncul sebagai bentuk perlawanan intelektual terhadap dehumanisasi.
Pemikiran Dilthey menjadi semacam “napas baru” bagi ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan yang mulai kehilangan arah.
Ia menegaskan bahwa manusia tidak bisa dijelaskan dengan hukum seperti benda, karena manusia memiliki makna, nilai, dan pengalaman hidup.

2. Momentum Kebangkitan Hermeneutika dalam Akuntansi Modern
Meskipun Dilthey hidup lebih dari seabad lalu, gagasannya justru semakin relevan dalam akuntansi abad ke-21.
Di era globalisasi dan digitalisasi, angka-angka keuangan kini diproduksi dalam jumlah luar biasa besar.
Segala sesuatu diukur, diperingkat, dan dinilai: laba, efisiensi, produktivitas, bahkan nilai manusia dalam bentuk “human capital.”
Namun di balik kemajuan itu, muncul krisis: krisis makna dan krisis moral.

Kasus-kasus seperti Enron, WorldCom, hingga skandal keuangan global menunjukkan bahwa di balik sistem pelaporan yang rapi, sering kali tersembunyi ketidakjujuran.
Teknologi semakin canggih, tetapi kesadaran moral tertinggal.
Dalam situasi seperti inilah pendekatan hermeneutik menjadi penting.
Ia mengingatkan dunia akuntansi bahwa angka bukanlah kenyataan mutlak, tetapi hasil penafsiran manusia.
Laporan keuangan adalah teks sosial — produk dialog antara moralitas, budaya, dan kepentingan.
Dengan kata lain, hermeneutika muncul setiap kali manusia mulai melupakan bahwa akuntansi adalah ilmu tentang manusia.

Mengapa Hermeneutika Penting bagi Akuntansi?

1. Karena Akuntansi adalah Cermin Manusia, Bukan Mesin
Mengapa hermeneutika penting?
Karena akuntansi pada dasarnya adalah cermin kehidupan manusia.
Angka-angka dalam laporan keuangan tidak muncul begitu saja. Di balik setiap angka, ada keputusan, dan di balik setiap keputusan, ada nilai.
Ketika akuntansi hanya diperlakukan sebagai sistem hitung, ia kehilangan jiwanya.
Hermeneutika mengingatkan bahwa setiap angka adalah simbol moral yang merefleksikan hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan Tuhannya.

Misalnya, angka “laba” bukan hanya perbedaan antara pendapatan dan biaya, tetapi juga pertanyaan:
Apakah laba itu diperoleh dengan adil?
Apakah laba itu membawa kebaikan bagi orang lain?
Apakah dalam prosesnya manusia diperlakukan secara bermartabat?
Tanpa pemahaman ini, akuntansi berubah menjadi sekadar mesin kalkulasi tanpa nurani.

2. Karena Angka Tidak Pernah Netral
Salah satu prinsip utama hermeneutika adalah bahwa makna tidak pernah netral.
Begitu pula angka-angka dalam akuntansi — mereka selalu lahir dari pilihan moral dan perspektif sosial tertentu.
Contoh: dua perusahaan bisa memiliki laba yang sama, tetapi maknanya berbeda.
Yang satu bisa menghasilkan laba melalui efisiensi yang sehat, yang lain mungkin melalui pengurangan upah pekerja.
Secara angka sama, tetapi secara moral berbeda.
Hermeneutika membantu kita menyadari dimensi ini: bahwa akuntansi bukan sekadar mencatat, tetapi menafsir nilai-nilai kehidupan.

3. Karena Akuntansi Membutuhkan Nilai, Empati, dan MoralDalam filsafat Dilthey, ada tiga konsep kunci yang menjadikan 

pengetahuan manusia tetap hidup dan bermakna:

>Lebenswert (Nilai kehidupan) – yaitu makna yang membuat hidup manusia pantas dijalani. Dalam akuntansi, ini berarti angka harus mencerminkan nilai kemanusiaan, bukan hanya efisiensi ekonomi.
>Einfühlung (Empati) – kemampuan untuk memahami pengalaman orang lain dari dalam dirinya. Dalam audit, empati membantu auditor melihat tekanan moral dan dilema yang dialami pihak lain.
>Sittlicher Sinn (Makna moral) – kesadaran bahwa setiap tindakan ekonomi membawa konsekuensi etis.

Ketiga hal ini adalah jantung dari aksiologi hermeneutik dalam akuntansi.
Tanpa nilai, empati, dan moral, akuntansi akan kehilangan arah, menjadi sistem tanpa jiwa yang hanya mengejar angka.

4. Karena Hermeneutika Menyelamatkan Akuntansi dari Krisis Etika
Banyak krisis ekonomi modern sebenarnya berakar pada krisis etika.
Perusahaan memanipulasi laporan keuangan, auditor kehilangan independensi, masyarakat kehilangan kepercayaan.
Semua ini terjadi karena akuntansi diperlakukan hanya sebagai alat teknis, bukan dialog moral.
Hermeneutika menawarkan jalan keluar: kembalikan manusia ke pusat akuntansi.
Jadikan laporan keuangan bukan sekadar catatan laba, tetapi narasi tentang tanggung jawab sosial.
Jadikan akuntansi bukan alat kontrol, tetapi sarana memahami kehidupan bersama.
Dengan cara ini, hermeneutika bukan sekadar teori, tetapi gerakan moral untuk mengembalikan integritas profesi akuntansi 

Bagaimana Hermeneutika Dilthey Diterapkan dalam Akuntansi?

1. Melalui Pemahaman (Verstehen) yang Hidup
Kata kunci hermeneutika adalah Verstehen — memahami dari dalam.
Dalam praktik akuntansi, ini berarti akuntan tidak hanya menganalisis data, tetapi juga berusaha mengerti konteks sosial dan batin di balik data itu.

Contoh konkret:
Seorang peneliti akuntansi tidak hanya melihat laporan CSR, tetapi juga mendengarkan kisah para pekerja dan masyarakat yang terlibat.
Seorang auditor tidak hanya menghitung rasio keuangan, tetapi juga memahami tekanan moral yang dihadapi manajemen.
Proses Verstehen ini menuntut keterlibatan batin, empati, dan kesediaan untuk berdialog.
Pengetahuan akuntansi hermeneutik tidak dibangun di laboratorium, melainkan di dunia hidup manusia.

2. Melalui Penelitian Interpretatif dan Kualitatif
Hermeneutika tidak mencari hukum universal, melainkan pemahaman mendalam terhadap makna.
Itu sebabnya pendekatan ini paling cocok diterapkan melalui metode penelitian interpretatif dan kualitatif, seperti wawancara, studi kasus, atau analisis naratif.
Dalam penelitian semacam itu, laporan keuangan diperlakukan seperti teks sastra — dibaca, ditafsir, dan dikaitkan dengan konteks sosialnya.
Kebenaran tidak diukur dari generalisasi statistik, tetapi dari kedalaman refleksi dan koherensi makna.

3. Melalui Praktik Etis dan Empatik
Hermeneutika tidak berhenti pada teori. Ia harus mewujud dalam praktik.
Dalam profesi akuntansi, ini berarti:
Melakukan audit dengan hati nurani, bukan sekadar kepatuhan formal.
Menulis laporan dengan kejujuran dan kesadaran tanggung jawab sosial.
Mengajarkan akuntansi dengan pendekatan humanistik di ruang kuliah.
Akuntan hermeneutik bukan hanya pencatat angka, tetapi penjaga makna — seseorang yang memahami bahwa setiap angka adalah kisah tentang manusia.

4. Melalui Integrasi Nilai, Empati, dan Moral dalam Pendidikan Akuntansi
Pendidikan akuntansi memiliki peran strategis dalam menanamkan semangat hermeneutik.
Mahasiswa harus diajak melihat bahwa teori dan angka hanyalah alat, sedangkan makna sejatinya adalah moralitas dan kemanusiaan di baliknya.
Di kelas, dosen dapat menggunakan pendekatan dialogis: mengajak mahasiswa berdiskusi tentang dilema etika, makna laba, dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Dengan demikian, ruang kuliah menjadi “ruang hermeneutik” — tempat mahasiswa belajar memahami kehidupan melalui bahasa akuntansi.

5. Melalui Pembacaan Akuntansi sebagai Teks Sosial
Hermeneutika mengajarkan kita membaca teks tidak secara literal, melainkan simbolik.
Maka laporan keuangan pun bisa dibaca seperti karya sastra — penuh makna tersembunyi, nilai, dan konteks sejarah.

Misalnya, laporan pajak dapat dibaca sebagai teks tentang solidaritas nasional.
Laporan CSR bisa dibaca sebagai teks moral tentang kepedulian.
Neraca bisa dilihat sebagai teks ontologis tentang keseimbangan kehidupan.
Dengan membaca akuntansi secara hermeneutik, kita mengubah cara pandang terhadap profesi: dari sekadar teknis menjadi spiritual dan reflektif.

Penutup 

Akuntansi sebagai Cermin Kehidupan Manusia
Pada akhirnya, pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey mengingatkan kita bahwa akuntansi bukan sekadar hitung-hitungan, tapi juga cermin kehidupan manusia.
Melalui angka, manusia berbicara tentang harapan, tanggung jawab, dan nilai.
Melalui laporan, manusia menulis kisah moral tentang kejujuran dan solidaritas.
Hermeneutika mengajarkan bahwa pemahaman sejati tidak lahir dari jarak, tetapi dari kedekatan batin.
Akuntan yang memahami dunia dengan empati dan kesadaran nilai bukan hanya profesional, tetapi juga manusia yang utuh.
Maka jika kita bertanya kembali, “Untuk apa kita belajar teori akuntansi hermeneutik?” — jawabannya sederhana namun dalam:
Untuk memanusiakan kembali akuntansi.
Untuk membuat angka berbicara tentang kebaikan, untuk membuat laporan menjadi kisah tanggung jawab, dan untuk menjadikan profesi akuntansi sebagai jalan memahami kehidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun