Mohon tunggu...
Miftakhul Ana Khoirunisa
Miftakhul Ana Khoirunisa Mohon Tunggu... Universitas Mercu Buana

Miftakhul Ana Khoirunisa -Nim (43223010175) Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Prodi S1 Akuntansi Universitas Mercu Buana Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

14 Oktober 2025   23:05 Diperbarui: 15 Oktober 2025   10:47 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
sumber : Modul Kuliah Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Pendahuluan

Selama ini, banyak orang memahami akuntansi hanya sebagai ilmu hitung, sistem pencatatan, atau alat untuk mengendalikan keuangan. Akuntan sering digambarkan sebagai sosok kaku yang berhadapan dengan angka, tabel, dan laporan laba-rugi. Dunia akuntansi tampak dingin, penuh logika, dan minim perasaan.
Namun, siapa sangka bahwa di balik angka-angka itu sebenarnya tersembunyi nilai-nilai kemanusiaan yang sangat dalam?
Di sinilah pemikiran Wilhelm Dilthey menjadi relevan. Filsuf Jerman yang hidup di penghujung abad ke-19 ini menantang pandangan bahwa semua ilmu harus tunduk pada metode sains alam. Ia menyadari bahwa manusia bukan mesin, dan kehidupan manusia tidak bisa dijelaskan hanya dengan hukum sebab-akibat.
Bagi Dilthey, kehidupan adalah sesuatu yang dihayati, bukan sekadar diukur.

Apa itu Hermeneutika Wilhelm Dilthey dalam Akuntansi?

1. Hermeneutika: Dari Seni Menafsir Teks Menjadi Seni Memahami Kehidupan
Kata “hermeneutika” awalnya berasal dari tradisi penafsiran kitab suci di dunia Yunani dan teologi Kristen. Namun, sejak Friedrich Schleiermacher dan Wilhelm Dilthey, hermeneutika berkembang menjadi filsafat tentang pemahaman manusia.
Schleiermacher mengajarkan bahwa menafsir teks berarti berusaha menghidupkan kembali makna batin penulisnya.
Dilthey melangkah lebih jauh. Ia berkata, “Bukan hanya teks yang perlu ditafsir, tetapi seluruh kehidupan manusia.”
Menurut Dilthey, setiap tindakan manusia adalah ekspresi dari kehidupan batinnya.
Manusia berpikir, bekerja, berinteraksi, mencipta seni, beragama — semua itu adalah “Ausdruck” (ekspresi).
Melalui ekspresi inilah kehidupan menampakkan dirinya, dan tugas kita sebagai manusia lain adalah memahami (atau Verstehen) ekspresi tersebut.
Dalam konteks akuntansi, ekspresi kehidupan ini muncul dalam bentuk angka, laporan, neraca, atau catatan keuangan.
Ketika seseorang mencatat pendapatan, utang, atau laba, ia sebenarnya sedang mengekspresikan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar data: ada harapan, rasa takut, tanggung jawab, bahkan doa di baliknya.
Jadi, “hermeneutika akuntansi” adalah upaya untuk memahami kehidupan ekonomi manusia melalui simbol dan angka yang mereka hasilkan.

2. Dua Dunia Pengetahuan: Naturwissenschaften dan Geisteswissenschaften
Wilhelm Dilthey membagi ilmu pengetahuan menjadi dua jenis besar:
Ilmu Alam (Naturwissenschaften) – yang berfokus pada penjelasan objektif terhadap dunia luar, seperti fisika, kimia, atau biologi.
Tujuannya adalah menemukan hukum sebab-akibat yang berlaku universal.
Ilmu Roh / Ilmu Kemanusiaan (Geisteswissenschaften) – yang berfokus pada pemahaman kehidupan batin, sejarah, budaya, dan makna manusia.
Tujuannya bukan menjelaskan, tetapi memahami.
Akuntansi selama ini cenderung ditempatkan di wilayah ilmu alam sosial: mencari hukum, hubungan kausal, atau korelasi antara variabel ekonomi.
Namun menurut Dilthey, ini adalah penyempitan. Akuntansi seharusnya berada di wilayah ilmu kemanusiaan, karena di dalamnya ada kehidupan, nilai, dan moral.

Contoh sederhana: ketika seorang akuntan memutuskan cara mencatat donasi untuk korban bencana, ia tidak hanya mengikuti aturan PSAK, tetapi juga mempertimbangkan rasa kemanusiaan.
Keputusan itu bukan sekadar teknis, melainkan refleksi nilai.
Dan nilai — dalam pandangan Dilthey — hanya bisa dipahami, bukan diukur.

3. Fisiologi dan Psikologi sebagai Metafora Epistemologis
Dilthey menjelaskan dua cara mengetahui manusia dengan metafora sederhana: fisiologi dan psikologi.
Dalam fisiologi, seseorang memahami tubuh dari luar, secara empiris dan kausal. Misalnya, dokter mengamati gejala pasien dan menafsirnya berdasarkan hukum biologis. Dalam psikologi, seseorang memahami manusia dari dalam: mencoba merasakan dan menghidupkan kembali pengalaman batin orang lain.

Akuntansi positivistik bekerja seperti fisiologi — mengamati perusahaan dari luar, menilai performanya dengan angka-angka.
Sedangkan akuntansi hermeneutik bekerja seperti psikologi — berusaha masuk ke dunia batin pelaku ekonomi, memahami bagaimana mereka menghayati laba, rugi, tanggung jawab, dan moralitas.
Misalnya, seorang auditor hermeneutik tidak hanya memeriksa kesesuaian angka dengan standar, tetapi juga berusaha memahami konteks moral di baliknya:

Mengapa perusahaan memilih mengungkapkan atau menutupi sesuatu?
Apa nilai yang mereka pegang ketika membuat keputusan?
Bagaimana tekanan sosial, agama, dan budaya memengaruhi laporan keuangan mereka?
Dengan kata lain, epistemologi hermeneutik mengajarkan bahwa pengetahuan akuntansi tidak cukup didapat dari luar, tapi harus dihayati dari dalam.

4. Dasar Epistemologi Hermeneutik dalam Akuntansi
Dilthey menolak pandangan positivistik Auguste Comte yang menyatukan semua ilmu dalam satu metode eksakta.
Ia mengatakan bahwa pengetahuan tentang manusia juga rasional, tetapi rasionalitasnya berbeda: bukan rasionalitas matematis, melainkan rasionalitas makna.
Dalam penelitian akuntansi, ini berarti bahwa kebenaran tidak diukur dari signifikansi statistik, tetapi dari koherensi makna dan kedalaman tafsir.

Sebuah studi tentang etika audit, misalnya, dianggap sahih bukan karena p-value di bawah 0.05, tetapi karena mampu menyingkap bagaimana auditor memahami tanggung jawab dan rasa bersalah mereka.
Rasionalitas hermeneutik adalah rasionalitas pemahaman (Verstehende Rationalität), di mana peneliti menjadi penafsir yang ikut terlibat batin, bukan pengamat netral.

5. Akuntansi Sebagai Ilmu Pemahaman
Dalam kerangka Dilthey, akuntansi tidak lagi dilihat sebagai sistem pengukuran yang kaku, melainkan sebagai ilmu pemahaman manusia ekonomi.
Tiap laporan keuangan adalah teks sosial yang dapat dibaca dan ditafsir.
Setiap angka mencerminkan ekspresi nilai, etika, bahkan spiritualitas organisasi.

Contoh:
Laporan CSR (Corporate Social Responsibility) mencerminkan nilai empati dan tanggung jawab sosial.
Neraca perusahaan keagamaan mencerminkan keseimbangan antara profit dan berkah.
Laporan koperasi desa mencerminkan solidaritas dan gotong royong.
Ketika seorang peneliti membaca laporan-laporan ini, ia tidak hanya menghitung angka, tetapi menafsir makna di baliknya — inilah hakikat hermeneutika dalam akuntansi.
Akuntansi hermeneutik mengubah paradigma dari “mengukur hasil” menjadi “memahami kehidupan ekonomi.”

6. Hermeneutika Sebagai Jalan Etis
Bagi Dilthey, memahami berarti juga menghormati.
Ketika kita berusaha memahami kehidupan orang lain, kita sedang mengakui keberadaan dan nilai mereka.
Maka hermeneutika bukan hanya epistemologi (cara mengetahui), tetapi juga aksiologi (cara menghargai).

Dalam akuntansi, hal ini berarti bahwa peneliti, auditor, dan akuntan tidak boleh memperlakukan subjek sebagai objek pengamatan, tetapi sebagai manusia yang bermakna.
Audit bukan sekadar verifikasi, tetapi dialog moral antara pihak yang melapor dan pihak yang menilai.
Setiap angka menjadi simbol tanggung jawab, bukan sekadar data teknis.
Transparansi bukan hanya tuntutan hukum, tetapi bentuk kejujuran eksistensial.
Dengan cara ini, hermeneutika Dilthey memberi akuntansi “jiwa” — mengembalikannya pada hakikat sebagai ilmu kemanusiaan yang berpihak pada nilai dan empati.

 Siapa di balik lahirnya Hermeneutika Dilthey dalam Akuntansi?

1. Wilhelm Dilthey: Filsuf yang Menolak Reduksi Manusia
Untuk memahami siapa yang menjadi tokoh sentral dalam teori ini, kita harus kembali ke sosok Wilhelm Dilthey (1833–1911), seorang filsuf Jerman yang hidup di masa ketika ilmu pengetahuan sedang mencari jati diri.
Pada saat itu, ilmuwan seperti Auguste Comte dan positivis lainnya percaya bahwa seluruh pengetahuan harus disusun berdasarkan metode empiris dan eksperimental seperti dalam fisika atau biologi.
Dilthey tidak menolak ilmu alam, tetapi ia menolak reduksi manusia menjadi objek eksperimen.
Menurutnya, kehidupan manusia tidak bisa dipahami seperti benda. Ia menulis bahwa “kehidupan hanya dapat dipahami dari dalamnya sendiri.”
Inilah landasan hermeneutika humanistiknya — sebuah filsafat yang melihat manusia sebagai makhluk bermakna (Sinnwesen), bukan hanya makhluk berpikir atau bekerja.

Dilthey berperan penting dalam sejarah pemikiran karena:
Ia membedakan dengan jelas antara ilmu alam dan ilmu manusia;
Ia mengubah hermeneutika dari metode tafsir teks menjadi filsafat pemahaman kehidupan;
Ia menjadi jembatan antara tradisi klasik (Schleiermacher) dan fenomenologi eksistensial (Heidegger, Gadamer).
Bagi Dilthey, tugas utama ilmu-ilmu manusia adalah memahami struktur makna dalam kehidupan sosial dan sejarah.
Ia menulis, “Kita memahami kehidupan dengan menafsir ekspresi kehidupan itu sendiri.”
Artinya, jika seorang peneliti ingin memahami tindakan manusia, ia tidak bisa hanya melihat akibat dan datanya, tetapi harus ikut masuk dalam pengalaman hidup orang yang ia teliti.
Ia harus “menghidupkan kembali” (nacherleben) perasaan, niat, dan makna di balik tindakan tersebut.

2. Schleiermacher, Heidegger, dan Gadamer: Rantai Hermeneutik yang Menguatkan Dilthey
Hermeneutika Dilthey bukan berdiri sendiri. Ia adalah bagian dari rantai panjang pemikiran yang berkembang selama dua abad:
Friedrich Schleiermacher (1768–1834): meletakkan dasar hermeneutika modern.
Ia berpendapat bahwa memahami teks berarti menafsir struktur bahasanya (dimensi gramatikal) sekaligus menelusuri maksud penulisnya (dimensi psikologis).
Schleiermacher ingin mengembalikan “roh” penulis ke dalam pembacaan.
Wilhelm Dilthey (1833–1911): memperluas konsep Schleiermacher dari teks ke kehidupan.
Ia melihat bahwa bukan hanya tulisan yang mengandung makna, tetapi seluruh tindakan manusia adalah teks yang dapat ditafsir.
Martin Heidegger (1889–1976): mengubah hermeneutika menjadi filsafat eksistensial.
Ia mengatakan bahwa memahami adalah cara manusia “ada di dunia” (Being-in-the-world).
Hans-Georg Gadamer (1900–2002): memperkenalkan konsep dialog historis antara masa lalu dan masa kini melalui bahasa dan tradisi.

Dalam konteks akuntansi, rantai pemikiran ini berarti bahwa laporan keuangan, kebijakan bisnis, dan perilaku ekonomi bukan sekadar data, melainkan narasi historis yang menuntut pemahaman kontekstual.
Akuntan, auditor, dan peneliti adalah pembaca teks kehidupan ekonomi itu.

Di Mana Hermeneutika Dilthey Bekerja dalam Dunia Akuntansi?

1. Dunia Hidup (Lebenswelt): Tempat Akuntansi Dihayati
Dilthey memperkenalkan konsep Lebenswelt, atau dunia hidup — dunia yang tidak netral dan objektif seperti yang diasumsikan sains alam, tetapi dunia yang dihayati manusia dari dalam.
Di dunia hidup, manusia memberi makna terhadap segala sesuatu: pekerjaan, uang, tanggung jawab, dan angka.
Akuntansi hidup dalam dunia ini.
Setiap sistem pencatatan lahir dari budaya, sejarah, dan nilai masyarakatnya.

Contohnya:
Di pasar tradisional, laba dimaknai sebagai “rezeki yang berkah”.
Di korporasi modern, laba menjadi simbol legitimasi dan kepercayaan publik.
Di lembaga keagamaan, laba diartikan sebagai keseimbangan antara usaha duniawi dan tanggung jawab spiritual.
Dengan demikian, akuntansi tidak pernah netral. Ia selalu menjadi bagian dari kehidupan sosial yang mengekspresikan nilai-nilai komunitasnya.

2. Ontologi Kehidupan: Realitas Akuntansi Sebagai Ekspresi Makna
Bagi Dilthey, realitas manusia bukanlah benda mati, tetapi kehidupan yang mengekspresikan diri.
Setiap tindakan, simbol, atau lembaga sosial adalah Ausdruck (ekspresi) dari kehidupan batin manusia.
Akuntansi adalah salah satu bentuk ekspresi itu.
Laporan keuangan, tanda tangan auditor, tabel neraca, bahkan catatan kecil di pembukuan warung — semuanya adalah bahasa simbolik kehidupan ekonomi.

Ketika seorang akuntan menyusun laporan, ia sedang mengekspresikan struktur moral masyarakatnya:
Ketertiban → melalui kesesuaian pencatatan.
Kejujuran → melalui transparansi angka.
Tanggung jawab → melalui pengungkapan laporan kepada publik.
Dengan demikian, dunia akuntansi tidak berada “di luar” manusia, tetapi menjadi bagian dari keberadaan manusia itu sendiri.
Akuntansi adalah cermin kehidupan yang menampakkan nilai-nilai zaman.

3. Dunia Historis dan Intersubjektif
Hermeneutika menolak pandangan bahwa realitas bersifat statis.
Bagi Dilthey, semua makna bersifat historis dan intersubjektif — dibentuk oleh interaksi manusia dalam perjalanan waktu.
Makna “uang”, “keuntungan”, atau “utang” tidak pernah sama dari satu masa ke masa lain, karena ia lahir dari konteks sejarah dan budaya yang berbeda.
Dalam akuntansi hermeneutik, laporan keuangan dipahami sebagai produk historis dari kesepakatan makna sosial.
Itu sebabnya kita memiliki beragam sistem akuntansi: akuntansi kolonial, akuntansi kapitalistik, akuntansi koperasi, hingga akuntansi syariah.
Setiap sistem mencerminkan “jiwa historis” yang berbeda: kontrol, efisiensi, gotong royong, atau keseimbangan spiritual.
Dengan memahami sejarah ini, akuntan hermeneutik menyadari bahwa angka bukan realitas universal, tetapi simbol hidup dari nilai dan pengalaman manusia sepanjang sejarah.

4. Bahasa dan Simbol: Ruang Hidup Akuntansi
Bahasa akuntansi bukan bahasa matematika, melainkan bahasa simbolik kehidupan.
Simbol-simbol akuntansi — seperti angka, neraca, dan laporan — berfungsi seperti kata-kata dalam kalimat yang menceritakan kisah manusia ekonomi.

Misalnya:
Neraca mencerminkan keseimbangan moral antara hak dan kewajiban.
Laba mencerminkan perjuangan manusia mencari makna kerja.
Pajak mencerminkan solidaritas sosial.
Hermeneutika mengajarkan bahwa tugas akuntan adalah membaca dan menulis bahasa kehidupan ini dengan kesadaran moral.
Setiap simbol adalah teks yang harus dipahami dengan empati.

5. Di Mana Hermeneutika Diterapkan dalam Konteks Modern
Dalam praktik modern, hermeneutika Dilthey diterapkan di berbagai konteks:
Pendidikan Akuntansi: untuk membentuk akuntan yang beretika, reflektif, dan manusiawi.
Audit dan Pelaporan: untuk menanamkan kesadaran moral dan empati dalam proses pemeriksaan.
Penelitian Kritis: untuk memahami makna sosial dan budaya di balik data keuangan.
Dalam konteks Indonesia, penerapan ini menjadi sangat relevan karena masyarakat kita hidup dalam budaya spiritual dan komunal.
Hermeneutika membantu menjembatani antara nilai lokal (kearifan moral dan sosial) dengan praktik profesional global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun