Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dewan Bukan Perwakilan Rakyat

31 Juli 2012   06:02 Diperbarui: 4 April 2017   17:42 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Mereka Benar-benar Wakil Rakyat Atau Hanya Sekumpulan Orang yang Mengatasnamakan Diri Sebagai Perwakilan Rakyat?

Tempo hari sempat beredar status Facebook yang cukup menggelikkan, bahkan saya tak kuasa menahan gelak tawa. Tapi diam-diam saya mungkin sedikit (banyak) percaya juga kata-kata yang tertuang di sana. Status itu berbunyi kurang lebih seperti ini: Tolong jangan pernah Anda hujat DPR sebagai Wakil rakyat, karena para anggota DPR sebenarnya sudah mati-matian kerja keras dan berupaya sekuat daya untuk mewakili semua kepentingan kita Rakyat Indonesia, apa itu? Ini dia:

Rakyat pengen kaya, sudah diwakili oleh mereka. Rakyat pengen pake mobil mewah, juga sudah diwakili mereka. Rakyat pengen rumah mewah, jangan khawatir itupun sudah diwakili mereka. Rakyat pengen gaji gede, tenang aja sudah diwakili mereka dengan senang hati kok. Rakyat pengen tempat kerja nyaman, sudah diwakili mereka. Rakyat pengen jalan-jalan ke luar negeri, sudah diwakili mereka. Jadi semua sudah terwakili oleh DPR!!

Apakah tidak miris membaca sebuah banyolan yang terlihat begitu konyol, tapi sebenarnya sangat aktual dengan kenyataan yang mereka sendiri (DPR) pertontonkan kepada kita. Di saat semua sibuk dengan kemiskinan dalam negeri, mereka sibuk jalan-jalan ke luar negeri. Di saat korupsi berusaha diberantas, ternyata ladang dan tempat bermula korupsi tak jarang justru berawal dari markas wakil rakyat itu. Pahit memang, tapi itu kenyataan. Sebenarnya, kalau dicerna lebih dalam, apa yang diungkapkan diatas memang nyata ada. Kita disuguhi secara terus menerus dengan berbagai kenyataan ‘busuk’ yang terlalu sering akhirnya membuat kita tak tahan lagi untuk menghujat wakil kita sendiri. Rakyat tak kuasa lagi untuk tidak menghujat wakil mereka sendiri.

"Apa sih tugas mereka sebagai wakil? Siapa sesungguhnya yang harus mereka wakili? Apakah demi kepentingan pejabat tinggi? Kepentingan perut dan kantong sendiri, atau untuk kepentingan apa dan siapa?"

Bagaimana kinerja wakil rakyat tidak akan dipandang jelek bila kebanyakan yang mereka lalukan adalah tidak mencerminkan apa yang semestinya dilakukan seorang wakil rakyat yang terhormat. Sementara bersidang soal rakyat, eeh di antara mereka malah tidur nyenyak. Mereka tidur dan bermimpi indah tapi serempak meninggalkan mimpi buruk bagi rakyat yang mereka wakili.

Mari kita saksikan gaya mereka bobo siang.......

[caption id="attachment_197367" align="aligncenter" width="637" caption="Anggota DPR Tidur Saat Sidang. (Sumber Gambar: Bosscomp.com)"][/caption]

Ada yang suka berantem kayak jagoan jalanan...heeemmmm mari kita lihat seperti apa ya gaya mereka itu?

[caption id="attachment_197368" align="aligncenter" width="579" caption="Anggota DPR Berantem (Samudro.wordpress.com)"]

13437141981133251529
13437141981133251529
[/caption] Apalagi ya? Oh iya, itu tuh keranjingan studi tur ke luar negeri (baca: jalan-jalan). Ayolah, cobalah jujur pada diri sendiri...…pernahkah kunjungan luar negeri itu membawa hasil? Pernah pula suatu kali ada kunjungan ke luar negeri mengatasnamakan ‘belajar’, yaitu mempelajari bagaimana Australia mengentaskan kemiskinan, setelah pulang apa hasilnya? Podowae…malah korupsi tambah jago dan lancar. Pernah ada kunjungan sebuah rombongan DPR luar negeri dalam rangka belajar tentang otorisasi jasa keuangan, mereka itu adalah dari Panitia Khusus Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang katanya untuk maksud dan tujuan itulah mereka mengadakan studi banding ke Korea Selatan dan Jepang. Setelah pulang adakah hasil yang bisa dilihat? Lantas ada rombongan dari anggota Komisi V dalam tim Panitia Khusus Rumah Susun berkunjung ke Moskow, Rusia dengan label yang sama--studi banding. Hasilnya? Jurang pemisah antara yang tinggal di apartemen mewah dan yang tinggal di bantaran sungai semakin besar. Masih banyak kunjungan-kunjungan lainnya yang terlihat terlalu dipaksakan. Yah mengapa tidak, toh anggaran untuk itu sudah ada, mau ada hasil kek mau nggak, itu cerita lain. Pastilah ada kunjungan yang membawa hasil, masak tidak ada sama sekali sih, hanya saja masih belum diketahui rakyat yang mereka wakili barangkali. Arti kata “WAKIL” padahal menunjukkan sebuah makna kausalitas yang sangat dalam dengan “yang diwakili”. Ada ikatan erat antara wakil dan siapa yang diwakilinya. Bahkan kalau boleh saya katakan, bertindak sebagai wakil itu mestinya adalah ‘pekerjaan’ atau ‘jabatan’ yang mulia. Om dan tante bisa menjadi wakil orangtua. Ada saat-saat dan untuk urusan tertentu kita tidak mau diwakili siapapun kecuali orang yang teramat sangat kita percayai. Itu alamiah. Itu naluriah. Masak sih misalnya untuk urusan masa depan, rumah tangga, kesejahteraan, dan sebagainya itu Anda mau wakilkan pada seseorang yang track recordnya tidak diketahui sama sekali. Kejujurannya, kebaikannya, ketulusannya, dan profesionalitasnya masih persis kucing dalam karung. Relakah kita menjadikan mereka wakil kita? Sudah sangat sering kita justru diperdaya dan dimanfaatkan orang yang mewakili kita. Kembali ke masalah wakil rakyat, diluar konteks dibayar atau tidak, terpaksa atau tidak, sadar atau tidak, kita memilih tokoh yang kita anggap mampu mewakili kita, memperjuangkan hak kita sebagai rakyat, dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagi saya, ketika mereka sudah terpilih, sudah semestinyalah mereka menyuarakan apa yang kita suarakan dan harapkan, bukan berlaku sebaliknya. Inilah realita, bila kita merasa belum terwakili, mungkin saja kita sudah salah memilih wakil. Cara menelisik apakah Anda sudah merasa terwakili atau tidak gampang, coba Tanya diri Anda dan orang-orang di sekeliling Anda pertanyaan ini: Apakah Anda sebagai rakyat sudah merasa terwakili? Lalu lihat seberapa sering Anda memuji dan menghujat wakil Anda? Kalau pujian yang lebih banyak, berarti aspirasi Anda sudah terakomodir, tapi kalau sebaliknya…yah….mereka tau sendirilah…..apa arti hujatan-hujatan Anda. Belum lama ini anggota Komisi XI DPR RI (wakil kita juga) mengadakan fit and proper test untuk memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),  sebuah posisi dan jabatan yang tidak main-main tentunya. Masalahnya adalah apakah yang menguji ini sudah lebih ‘layak’ dari yang akan mereka uji? Rasa-rasanya saya kok kurang yakin yah. Entah kenapa. Begini, uji kelayakan untuk anggota-anggota yang akan duduk di Badan Pemeriksa Keuangan bukan hal main-main. Ibaratnya seperti ini, seorang penguji mau menguji apakah seseorang itu punya integritas, tidak korupsi, capable, dan sebagainya, tapi di satu sisi sang penguji ternyata adalah seorang koruptor juga, tidak memiliki integritas, suka tidur di tempat kerja, ya kurang cocoklah. Jauh dari eloklah. Ini hanya misalnya saja. Umpamanya seperti itu. Tapi kalau para wakil kita itu merasa mereka tidak korup, berintegritas, capable enough, then just go ahead! Maju terus pantang mundur. Pantang untuk mundur sebelum dimundurkan (baca: diturunkan).

Saya teringat ketika rapat penting sedang digelar beberapa bulan yang lalu. Kenapa rapat itu penting? Karena Rapat Peripurna DPR RI Bulan Maret itu hendak mengesahkan APBN-Perubahan 2012. Nah, pada rapat itu juga rupa-rupanya akan diputuskan mengenai jadi tidaknya BBM bersubsidi dinaikkan. Pimpinan rapat mempersilahkan masing-masing fraksi menyampaikan pendapat mereka. Bergiliran mereka berpidato. Mengagumkan. Lalu ada seorang wakil kita yang memulai pidatonya dengan sangat bersemangat, “Merdeka…!” katanya berapi-api. Mungkin ia terlalu bersemangat. Kemudian wakil kita itu menyambungnya dengan, “Hidup Penderitaan Rakyat!” Sontak isi ruangan langsung ribut. Suara tawa dan gumaman terdengar sana-sini. Lha, kalau begitu ganti saja namanya menjadi dewan bukan perwakilan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun