Mohon tunggu...
Michitra Adhikarsa
Michitra Adhikarsa Mohon Tunggu... -

Manusia biasa...Just an ordinary man. Love to write and read almost about everything.\r\nPengamat dan pemerhati masalah KOMPASIANA, media, dan semua hal. Belajar menjadi hamba.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jangan Dewakan Agamamu

13 Mei 2011   14:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:45 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Apapun agama yang kita anut, adalah baik bahwa kita beragama. Tetapi selalu ada kemungkinan bahwa tanpa disadari kita bergeser dari menganut agama menjadi menganut agamaisme. Apa maksudnya menganut agamaisme?

Sebagai penganut agama, kita melakukan pemikiran tentang Allah. Kemudian kita berpikir lebih konkrit dengan merumuskan pikiran dan keyakinan kita dalam bentuk ajaran, peraturan, dogma, kebiasaan, upacara dan sebagainya. Ada kemungkinan bahwa lama-lama kita mulai memutlakkan ajaran, peraturan, kebiasaan, dan upacara itu.

Coba kita merenung sebentar. Siapa atau apa yang kita yakini sebagai mutlak? Yang mutlak cuma satu yaitu Allah Sang Pencipta segala sesuatu di muka bumi ini. Allah adalah mutlak, dalam arti bahwa Ia adalah segala-galanya, tidak terbatas, tidak boleh tidak ada, definit dan absolute.

Tetapi apa yang terjadi dalam prakteknya? Sedikit demi sedikit, setelah sekian generasi, kita mulai menganggap ajaran, peraturan, kebiasaan, dan uapacara agama sebagai sesuatu yang mutlak. Ajaran kita bakukan. Peraturan kita berlakukan tanpa boleh ditawar sedikit pun. Pelanggaran kita jerat dengan hukuman. Dengan demikian kita mendewakan agama. Kita bukan lagi memeluk sebuah agama, melainkan sebuah agamaisme.

Itu bukan berarti bahwa kita mengingkari Allah. Kita tetap mengimani Allah. Tetapi kita memberi kekuatan dan kekuasaan yang begitu besar kepada agama. Kita menganggap bahwa agama adalah mutlak dan tidak bisa keliru. Padahal bukankah kita mengaku bahwa hanya Allah yang tidak mungkin keliru. Dan hanya Allah sendirilah yang absolute.

Agama adalah ibarat jendela. Jendela itu ada supaya kita bisa menikmati keindahan pemandangan taman bunga di luar. Kelirulah kalau kita menyamakan jendela dengan taman bunga. Adalah naïf kalau yang kita pandangi adalah jendelanya, padahal pandangan kita seharusnya menembus jendela untuk memandangi taman bunga. Begitu juga kita keliru kalau agamalah yang kita jadikan focus dan bukan Allah. Gusti Allah. Allah Bapa di Sorga.

Agamaisme dan mendewakan agama terjadi ketika kita menganggap dan mengindentikkan agama dengan Allah. Yang kita sebut-sebut adalah nama Allah, tetapi yang sebenarnya kita muliakan adalah agama. Kita merasa mengetahui diri dan kehendak Allah, sehingga kita merasa agama kitalah yang paling benar. Yang lain semua salah total.

Ketika semua pemeluk berbagai agama berbuat begitu, maka bertengkarlah mereka. Semua bertengkar demi nama Allah yang sama dan yang satu itu. Cobalah belajar dari tiga orang buta itu. Mereka cepat-cepat meraba seekor gajah yang sedang lewat. Setelah mereka itu mereka bertengkar. Si A berkata, “Aku tahu! Gajah adalah binatang tipis!” Si B langsung berteriak, “Kamu keliru. Gajah tidak tipis, melainkan bulat mirip batang pohon!” Si C membentak, “Kamu dua-duanya sesat! Gajah mirip seutas tali!” Keyakinan mereka berbeda karena yang satu meraba telinga gajah, yang lain meraba kaki gajah dan yang lain lagi meraba ekor gajah. Tetapi masing-masing memutlakkan keyakinan mereka. Maka bertengkarlah mereka. Gajah itu berlalu dengan heran sambil bergumam, “rebut-ribut apa itu?”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun