Mohon tunggu...
Michael Nugraha Budiarto
Michael Nugraha Budiarto Mohon Tunggu... Konsultan - Managing Director of ASEAN Youth Organization | Founder eDUHkasi | Passionate Leader

Tertarik untuk berdiskusi, memperbincangkan topik yang pernah atau sedang menjadi polemik. Memiliki blog pribadi di www.huangsperspective.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum 2013 Masih Prematur

24 November 2018   12:05 Diperbarui: 24 November 2018   13:10 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekolah, sistem pendidikan digunakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun generasi muda untuk meneruskan perkembangan negara di kemudian hari. Sektor pendidikan memegang peran yang sangat penting bagi masa depan suatu negara karena pendidikan memberikan ilmu, etika dan juga moral bagi generasi muda.

Dalam memberikan ilmu, sekolah diatur oleh kurikulum. Kurikulum berasal dari kata "Currere" yang berarti lebih cepat, menjalani dan berusaha. Dilihat dari etimologinya, kurikulum seharusnya membantu siswa agar dapat berusaha, mempelajari lebih cepat, sebagai sarana untuk membantu siswa memahami materi lebih cepat. 

Namun, bagaimana bila kurikulum malah menjadi suatu penghambat siswa untuk berkembang? Bagaimana bila kurikulum dan sistem pendidikan malah menghambat upaya siswa mengembangkan diri? Hal ini terjadi pada kurikulum kita saat ini.

Terlalu Fokus Pada Nilai

Apakah anda melihat kejanggalan di pola pikir dan sistem pendidikan kita saat ini? Siswa tidak dididik agar mereka mampu bersaing di dunia luar. Namun dididik untuk menjadi robot yang memiliki kriteria tertentu, bila nilai yang dicapai tidak memenuhi standar nilai yang ditentukan, siswa tidak boleh melanjutkan ke jenjang berikutnya. 

Siswa diberi opsi-opsi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Pertanyaan-pertanyaan mungkin bisa dijawab dengan jawaban-jawaban yang lebih dalam dari sekedar opsi-opsi yang diberikan guru. Generasi yang terbentuk melalui sistem macam ini tidak akan bisa bertahan di Revolusi Industri 4.0 saat ini.

Dalam menyiasati Revolusi Industri 4.0, Kemendikbud memasukkan sejumlah program K13 yang sekiranya membantu siswa bertahan di dunia kerja dengan memperbanyak tugas kelompok dan diskusi sehingga siswa mampu memiliki kemampuan berorganisasi dan berpikir kritis (HOTS). Basis penilaian siswa tidak lagi sekedar berdasarkan kemampuan kognitif, tetapi aspek sikap dan perilaku menjadi nilai yang amat penting pula. Bagaimana siswa dapat memiliki kecerdasan intelektual yang baik, ketrampilan yang baik dan juga memiliki akhlak yang baik.

 K13 digadang-gadang menjadi kurikulum yang terbaik bagi Indonesia saat ini dalam menghadapi tantangan perubahan zaman karena memiliki langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

Di awal, siswa diharapkan mengobservasi dengan baik apa yang diajarkan, kemudian dapat bepikiran kritis dengan mempertanyakan apa yang sebenarnya diajarkan kepada mereka dan menghubungkan satu per satu bagian-bagian yang diajarkan agar menjadi satu kesatuan ilmu yang utuh. Setelah memahami ilmu secara utuh, siswa dibimbing untuk mencoba dan tentu dalam fase mencoba ini ada yang namanya trial and error, yaitu percobaan dan gagak. 

Siswa yang baru saja disosialisasikan hal baru tentu tidak bisa sekali mencoba lalu bisa. Siswa dibimbing agar tidak takut untuk mencoba mengimplementasikan apa yang diajarkan kepadanya.

 K13 juga membimbing anak dalam masalah mengembangkan Interpersonal dan Intrapersonal dengan memberi kesempatan anak untuk berkreasi, membangun relasi, komunikasi dan mengimplementasikan hal yang diajarkan. K13 terlihat seperti kurikulum yang sempurna bukan? Tapi kenapa bisa K13 tidak berjalan sebaik yang sudah direncanakan?

Masalah pendidikan Indonesia saat ini adalah siswa yang diajarkan secara tidak langsung berfokus pada bagaimana siswa dapat mencapai nilai tertinggi dalam suatu ujian. Siswa mendapat tekanan tersirat dari berbagai belah pihak mulai dari keluarga, sekolah, teman dan terutama masyarakat untuk mendapatkan nilai yang baik di berbagai ujian agar dapat diterima di lembaga pendidikan yang lebih baik di jenjang berikutnya. Ini menjadi racun bagi pikiran masyarakat karena hidup tidaklah sekedar mendapatkan nilai 100 di atas kertas. 

Kurikulum Indonesia yang ada saat ini membimbing siswa agar bersaing, bagaimanapun caranya bisa mendapatkan nilai yang maksimal. Kenapa harus maksimal? Agar mereka bisa diterima di Universitas ternama di kemudian hari.

Banyak anggapan bahwa ketika seseorang diterima di Universitas atau sekolah ternama, masa depannya dapat dijamin. Semua bermuara pada sekolah bagus= masa depan baik. Sebagian besar orang berpikiran hanya sampai pada bagaimana mereka mampu diterima di universitas yang baik, bukan bagaimana mereka akan menghadapi dunia kerja. Masyarakat beranggapan bahwa bila seseorang bersekolah sebaik mungkin, pekerjaan akan menunggu. Masalahnya, sekarang tidak lagi seperti itu, ditambah dengan automasi yang semakin marak berkembang.

Sarana yang Kurang

K13 yang digadang-gadang mampu mempersiapkan generasi muda Indonesia pun masih belum begitu efektif dalam membentuk generasi yang kritis karena kurangnya berbagai aspek. Masih begitu banyak kekurangan di berbagai aspek K13 terutama eksekusinya. Perubahan pola pikir sangatlah diperlukan karena kita berganti kurikulum, dari KTSP yang memberi kewenangan kepada sekolah-sekolah untuk mengembangkan kurikulum 2006 sendiri, menjadi K13 yang mengharuskan sekolah-sekolah mengajarkan menyambungkan materi satu sama lain, mengajarkan tiap-tiap siswa untuk berpikir kreatif dsb.

Dalam mengembangkan pola pikir yang kreatif dan kritis, juga membentuk karakter generasi muda tentu memerlukan sarana-prasarana yang baik. Mulai dari guru yang memahami betul apa itu K13, bagaimana mereka dapat membimbing anak-anak berpikir kritis, sampai sarana seperti teknologi yang memadai.

Saat ini, sebagian guru masih beranggapan bahwa cara mendidik siswa agar memiliki pola pikir yang kreatif dan kritis adalah dengan cara memberi kesempatan siswa untuk presentasi dan berdiskusi yang ujung-ujungnya membuat guru sendiri bingung. Berdasarkan survey yang dilakukan kompas pada tahun 2013, masih ada 71,8% guru yang bersertifikasi yang tidak paham isi K13, 24,1% guru yang tahu garis besar dan 3,1% guru yang sangat tahu, sedangkan ada 58,3% guru yang tidak bersertifikasi yang tidak paham isi K13, 38,1% guru yang tahu secara garis besar dan 3,6% guru yang sangat paham isi K13.

kompas.com
kompas.com
Guru yang tidak paham tentang isi K13 cenderung melepas siswa untuk berdiskusi dalam kelompok tanpa memberi supervisi dalam diskusi. Guru merupakan peran yang vital dalam pendidikan karena generasi muda akan terbentuk sesuai dengan cara guru mendidik. Apabila guru saja tidak paham dengan apa yang diajarkan kepada siswa, bagaimana kurikulum ini dapat tercapai? Ditambah lagi, guru digaji sangat kurang denga tanggung jawab yang sangat besar, terutama kurikulum 2013 menuntut penilaian pada aspek anak yang tidak bisa dinilai menggunakan angka

Di sisi lain, sarana yang dimiliki juga sangatlah kurang. Contohnya di Jerman, kelas-kelas di Jerman memiliki Smart-Board yang digunakan untuk membuat kegiatan beajar mengajar lebih interaktif. Guru-guru di Jerman mampu menghidupkan suasana pembelajaran sehingga siswa mau secara aktif bertanya. Di sana, tidak sedikit orang yang ingin menjadi guru karena sadar betapa pentingnya mentransfer ilmu dan lagi, mereka digaji cukup banyak untuk menjadi guru, berbeda dengan Indonesia. Orang tentu cenderung ingin mendapatkan penghidupan yang layak dari profesi mereka, sayangnya guru-guru di Indonesia belum mendapatkannya, jadi peminatnya pun kurang.

Terlalu Banyak Beban

K13 memiliki sistem pengambilan nilai, di mana tiap guru diharuskan mengambil minimal 3 tagihan di setiap KD. Misalkan saja tiap semester ada 7 KD, berarti ada 21 tagihan yang harus diambil dalam 1 mapel dalam 1 semester. Tagihan yang begitu banyak bukan? Itu baru 1 mata pelajaran. Dalam sekolah ada kira-kira 10-12 mata pelajaran. 

21 tagihan dikalikan sekitar 10 mata pelajaran, ditambah lagi, K13 memiliki sistem remidi tiada akhir, yaitu setiap remidi harus dilakukan sampai siswa dapat lulus di tagihan tersebut, guru diharuskan memberikan remidi, meski itu harus melakukan remidi 3 kali atau lebih. Jika dilakukan remidi terus menerus, tentu beban pikiran siswa akan menumpuk karena masih banyak tagihan lain yang perlu diambil siswa. Bagi guru pun sama, guru diharuskan mengambil nilai di materi selanjutnya sedangkan guru juga harus memberi remidi sampai remidi benar-benar tuntas.

Baik siswa maupun guru dipaksa bekerja terus menerus, pikiran siswa dan guru diperas. Siswa secara tidak langsung dipaksa untuk mengikuti banyak kursus untuk bisa mengikuti perubahan yang ada dan guru dipaksa untuk mengimbangi perubahan besar yang ada pada kurikulum. 

Contohnya saja guru yang sudah terbiasa mengambil nilai dengan 2 tagihan saja dengan metode yang sudah dikembangkan dari KTSP, tetapi guru sekarang diharuskan mengambil 3 tagihan nilai, ditambah dengan remidi yang harus diusut sampai tuntas, bagaimana hal seperti ini tidak memeras pikiran dan psikis guru dan murid? 

Pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada guru-guru memang sudah ada, akan tetapi menurut guru-guru swasta dan negri yang saya wawancarai, bahkan pelatihan-pelatihan yang diberikan tidak memberi efek apapun karena pelatihan yang diberikan tidak menjelaskan bagaimana kurikulum 2013 dapat diajarkan. 

Perlu Pembenahan

Kurikulum 2013 dan Sistem Pendidikan saat ini perlu pembenahan lagi, mulai dari pola pikir masyarakat, pelatihan guru-guru sampai hal-hal teknis seperti sarana-prasarana bagi murid. Kemendikbud perlu menanamkan ke dalam pikiran masyarakat bahwa LOTS sudah bukan jawaban dari masalah yang ada. Masyarakat saat ini dihadapkan dengan masalah-masalah yang lebih kompleks. 

Tidak dihadapkan pada kalkulasi nilai 1 ditambah satu, tetapi bagaimana 1 ditambah 1 sama dengan 2. Masyarakat diharapkan untuk menjadi kritis untuk selamat menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat berubah.

Kita tidak boleh terus menerus berpikir bahwa kita harus mendapatkan universitas yang bagus agar pekerjaan datang kepada kita. Kembali lagi, kita ada di era, di mana automasi semakin marak terjadi, pemikiran logis sederhana tidak akan mampu bertahan, logika kita untuk berpikir kritis sangatlah diperlukan. Universitas baik bukanlah akhir dari pendidikan, tetapi awal dari pendidikan yang sesungguhnya.

Guru-guru perlu diberikan pelatihan lebih jelas agar dapat menrubah metode pembelajarannya yang dulu KTSP menjadi K13. Bagaimana bisa Kurikulum 2013 berhasil tanpa adanya guru yang paham akan fungsi kurikulum 2013. Ditambah lagi, memaksa guru mengganti metode pembelajaran dari KTSP menjadi K13 tanpa ada pelatihan yang jelas sama saja menghancurkan rumah orang, kemudian hanya memberi batu bata dan semen. 

Berharap orang bisa membangun sesuatu yang revolusioner sesuai seperti yang kita harapkan tanpa arahan. Perlu diadakan pelatihan yang efektif sehingga makna dari k13 itu sendiri dapat tercapai dengan baik. Pihak Mendikbud tentu juga perlu memahami dengan baik seluk beluk K13 sehingga benar-benar bisa menjelaskan kepada guru-guru, metode seperti apa, pendekatan seperti apa yang harus dilakukan sehingga guru dapat membentuk pribadi yang kritis.

Sarana-prasarana yang ada juga perlu dikembangkan. Berpikir kritis tidak bisa dilakukan hanya sekedar mendengarkan guru setiap hari, berpikir kritis adalah memancing siswa untuk berpikir bagaimana mereka dapat memecahkan suatu masalah. Sarana pembelajaran yang interaktif tentu perlu digunakan bila ingin hal ini tercapai, siswa cenderung aktif ketika apa yang dibahas guru dan sarana yang digunakan begitu menarik. Presentasi saat ini tidak lagi begitu efektif untuk menarik perhatian siswa, perlu ada pula sarana-sarana lain, aplikasi lain, pendekatan lain untuk menarik minat siswa

P.S: Kritik dan Saran akan sangat diterima

Please kindly write and send your critics to my email, michael.nugraha01@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun