Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengasuhan, antara Pemakluman dan Keterlenaan

10 Maret 2022   04:02 Diperbarui: 10 Maret 2022   04:12 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari www.popmama.com

Batasan usia tersebut dapat dianalalogikan sebagai batas tanggung jawab orang tua kepada anaknya. Artinya, meski mereka sudah menguasai banyak hal, mereka sudah bisa mandiri, mereka sudah banyak menyerap wawasan dan tahu berbagai informasi, selama mereka masih belum menikah dan masih berusia remaja, namun tetap di tangan orangtualah tanggung jawab mereka.

Dan hal inilah yang kadang-kadang bahkan sering menjadi kesalahan persepsi orangtua di banyak tempat. Akibat merasa bahwa sang anak sudah cukup mandiri, maka tak perlu lagi untuk dibina dan dikontrol. Terlebih jika mereka sudah punya cara sendiri dalam mendapat berbagai wawasan pegetahuan. 

Orangtua dibuat yakin dan merasa tenang dengan apa yang dilakukan oleh sang anak. Alhasil, karena minimnya kontrol dan terlalu dianggap tanpa masalah, terjadilah sesuatu yang di luar harapan. Anak terbawa oleh pergaulan yang tak kita kehendaki.

Mereka juga sudah mencoba-coba banyak hal dengan keberanian yang kian liar. Bahkan ada pula diantara mereka sudah memiliki prinsip kukuh yang tak bisa diganggu gugat, dimana saran orangtua pun sudah tak masuk akal baginya. Yang lebih membanggakan baginya adalah pertemanan dengan orang-orang yang sudah mengubah prinsip hidupnya. Bukan dengan orangtuanya yang sudah bersusah payah membesarkannya. Naudzubillah.

Barangkali ini bagian dari satu potret penelantaran. Penelantaran terhadap keseharian mereka. Sehingga anak gadis kita yang sedemikian rupa kita jaga dan kita bentuk akhlaknya supaya takut akan Tuahannya dan supaya malu dengan auratnya, bukan tak mungkin jika suatu hari mereka terhanyut oleh pertemanan yang menjerumuskan hingga akhirnya hamil di luar nikah. Sebuah aib yang sangat menyakitkan dan mempermalukan bagi orangtua manapun. MasyaAllah.

Sebagai orangtua, tentu kita ingin agar mereka selamat dari segala marabahaya. Dari segala bentuk amoral dan perilaku menyimpang yang kini sangat mudah ditemui. Semoga doa terbaik kita menjadikan mereka tetap kukuh menjadi pribadi yang bertanggungjawab terhadap diri dan agamnya. 

Semoga syetan tak menggelincirkan mereka dari pesta phoria yang menyesatkan. Sementara, bukan lagi berita yang mengherankan saat anak berseragam putih bitu menggelar pesta kondom atau pesta  seks bersama-sama.

Semoga pula, mereka terbebas dari arak-arakan pola pikir sekuleris dimana suka terhadap sesama jenis adalah halal adanya dan layak dicoba. Penggiringan opini, pertemanan, komunitas, bacaan, tak semuanya aman buat mereka. Jika mereka luput dari pemahaman kita, maka dengan sangat mudahnya mereka mengikuti pola pikir yang "nyeleneh" sekapilun.

Demikian pula saat mereka terjebak pada keharusan untuk show up. Mereka merasa "keren" ketika berbeda. Berbeda dengan kelaziman tanpa memperhatikan apakah perilakunya itu normatif atau tidak. Mereka merasa "keren" ketika beramai-ramai memakai celana jeans belel dimana bagian lututnya tercabik-cabik, merasa keren ketika merokok, merasa keren ketika punya pacar, merasa keren ketika membawa kendaraan, dan merasa keren ketika ternaung sebagai anggota geng tertentu.

Demikian yang dapat saya bagikan. Semoga bermanfaat. Allohu a'lam bish showaab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun