Mohon tunggu...
Mialza rizqa
Mialza rizqa Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura

Mahasiswa Sosiologi Fisib UTM

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menelusuri Arah Perubahan Sosial di Lingkungan Sekitar : Antara Tradisi dan Modernitas

23 Juni 2025   16:53 Diperbarui: 23 Juni 2025   18:46 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar melalui suntingan pribadi menggunakan tools AI

Anak-anak yang dulu belajar dari cerita kakek-nenek tentang sejarah desa atau petuah adat, kini lebih banyak mendapat pengaruh dari YouTuber atau konten kreator yang belum tentu sejalan dengan nilai-nilai lokal. Peran sekolah sebagai lembaga pendidikan formal pun belum sepenuhnya mampu menjadi filter nilai yang masuk secara masif melalui gawai.

Menurut Parsons, ini merupakan tantangan dalam fungsi latency (L) yaitu fungsi pelestarian nilai. Ketika institusi keluarga melemah dan tidak diimbangi oleh kekuatan nilai dari institusi lain (seperti sekolah atau organisasi masyarakat), maka sistem sosial rentan kehilangan jati diri. Anak-anak tumbuh dalam ruang nilai yang tidak seimbang: di satu sisi mereka dituntut memegang nilai lokal, tapi setiap hari mereka disuguhkan gaya hidup yang glamor dan instan dari media sosial.

Perubahan ini juga menciptakan jarak antar generasi. Orang tua sering tidak memahami dunia digital yang menjadi tempat hidup anak-anak mereka. Sementara anak merasa orang tua terlalu kolot dan menghalangi perkembangan. Tanpa ruang dialog yang terbuka, hubungan ini rentan menjadi konflik tersembunyi.

Solusinya bukan menolak teknologi, melainkan membangun pendekatan nilai baru yang relevan. Misalnya, mengajak anak-anak belajar literasi digital bersama, membuat konten lokal bersama, atau menghidupkan kembali cerita rakyat dengan pendekatan visual dan modern. Dengan begitu, fungsi latency tetap berjalan meskipun medium-nya berubah.

3. Ekonomi Digital dan Ketimpangan Baru

Kemunculan ekonomi digital menciptakan peluang sekaligus tantangan. Di desa saya, beberapa anak muda berhasil menjual produk kerajinan ke luar negeri lewat marketplace. Mereka belajar desain grafis, branding, bahkan pemasaran digital. Ini menunjukkan fungsi adaptation (A) berjalan cukup baik.

Namun di sisi lain, banyak pedagang pasar tradisional yang kesulitan bertahan karena pelanggan mereka kini berbelanja lewat e-commerce. Beberapa petani muda juga enggan meneruskan usaha pertanian orang tuanya karena menganggap kerja digital lebih bergengsi. Akibatnya, produktivitas pertanian menurun, dan banyak lahan tidur.

Fenomena ini memperlihatkan adaptasi yang tidak merata. Sebagian masyarakat berhasil beradaptasi, tapi sebagian lain tertinggal dan justru merasa terpinggirkan di tengah perubahan. Jika ketimpangan ini tidak ditangani, maka akan memunculkan kecemburuan sosial, konflik tersembunyi, dan melemahnya kohesi sosial.

Dalam teori Parsons, fungsi goal attainment (G) pencapaian tujuan sosial akan terhambat jika ketimpangan terlalu mencolok. Tujuan bersama masyarakat untuk mencapai kesejahteraan bisa gagal jika akses dan kapasitas masyarakat tidak merata.

Menjaga Keseimbangan dalam Arus Perubahan

Dari berbagai perubahan yang saya amati, saya berpendapat bahwa masyarakat memang sedang dan akan terus mengalami transformasi. Namun seperti yang dijelaskan Talcott Parsons, perubahan bukanlah ancaman jika sistem sosial mampu beradaptasi dan menjaga keseimbangannya.

Sayangnya, dalam praktiknya, banyak masyarakat kita belum memiliki kapasitas sosial untuk melakukan penyesuaian yang memadai. Kemajuan teknologi datang begitu cepat, namun kesiapan budaya, pendidikan, dan nilai lokal tidak berkembang secepat itu. Akibatnya, bukan perubahan itu sendiri yang berbahaya, tetapi ketimpangan dan keterkejutan sosial yang ditimbulkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun