Mohon tunggu...
M Haris Sukamto
M Haris Sukamto Mohon Tunggu... Freelancer - Sahabat berkemajuan

Menulis untuk berbagi pengetahuan dan informasi

Selanjutnya

Tutup

Money

Semenjak Fall Armyworm [Spodoptera frugiperda] datang, tanam jagung di Sumatera tambah biaya

20 Juli 2019   05:40 Diperbarui: 25 September 2019   22:02 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak di Sumatera secara menyeluruh ditengarai adanya ulat tentara [Fall Armyworm] atau yang disebut dengan ulat grayak spesies baru, yakni Spodoptera frugiperda yang merupakan spesies ulat grayak yang selama ini penghuni benua Amerika Tengah, praktis daftar hama dan penyakit pengganggu tanaman jagung semakin bertambah.

Kalau dulu hama dan penyakit bagi jagung hanyalah : bulai, mati bujang, busuk tongkol ataupun kresek dan sebagainya, namun dampaknya masih belum dalan taraf serius menjadi ancaman kegagalan panen jagung. Sejarah perjagungan Indonesia telah berubah, ujian pertama bagi petani jagung adalah Spodoptera frugiperda yang sebagian orang menyebutnya ulat tentara. Menjadi ujian pertama mengingat ulat ini lebih menyukai tanaman dengan umur dibawah 30 hari setelah tanam.

Dan tentunya petani harus menambah biaya tambahan untuk membeli insektisida dan menyemprotnya, untuk membasmi ulat tentara ini, hingga paljng tidak 3 kali aplikasi semprot. Dengan tambahan kegiatan ini, bagi petani kini tanam jagung menjadi tidak mudah.

Ujian pertama dalam menanam jagung lolos, baru hama dan penyakit type lama atau yang selama ini sudah ada di Indonesia yang akan menjadi pengganggu tahap selanjutnya. Walaupun tingkat kegagalan yang diakibatkannya tidak separah spodoptera frugiperda, namun tetap akan mempengaruhi produktivitas dalam berbudidaya jagung.

Menghadapi serangan hama Spodoptera frugiperda, petani bisa mengatasi dari pengetahuannya dalam mengendalikan hama dan penyakit selama ini. Namun, bila bahasan mengenai pengendalian hama hanya sebatas mematikan hama, tentu bukan langkah yang arif. Mengingat berbagai dampak berkelanjutan akan mungkin muncul sebagai efek samping yang biasanya tak terduga.

Sehingga kini, Spodoptera frugiperda yang masih menjadi "PR" pemerintah dalam hal ini Balai Proteksi Tanaman dalam pengendaliannya. Kajian akan hal ini masih selalu hangat-hangatnya, mengingat baru di Sumatera sejak April--Mei 2019 ini dan sangat berpotensi untuk segera menyeberang ke Jawa dan pulau lain dibagian tengah dan timur tanah air, tak lama lagi.

Petani menunggu dengan apapun yang dia bisa, hingga adanya gerakan langkah sistematis yang dikomandoi pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian untuk mengendalikan Spodoptera frugiperda ini dengan memperhatikan aspek lingkungan. 

Mengkaji penggunaan predator tertentu untuk mengendalikan, ataupun dengan bakteri dan virus misalnya yang mampu mengendalikannya dengan tanpa mengganggu keseimbangan alam.

Pemerintah perlu konsen akan hal ini, dan dengan reaksi cepat, yang seharusnya sudah lebih cepat dibanding pergerakan Spodoptera frugiperda di tanah air. Mengingat jagung adalah komoditi penting di Indonesia, kekurangan akan ketersediannya juga akan mampu menjadi masalah tersendiri dalam ketahan pangan.

 

Oleh :  M Haris Sukamto, pemerhati pertanian di tanah air

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun