Mohon tunggu...
Rahmah Chemist
Rahmah Chemist Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger - Product Photographer

Simple, challenge, suka nulis and fun. Temui saya di dunia maya... Blog: http://chemistrahmah.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tradisi Sahur yang Hilang

1 Mei 2021   22:48 Diperbarui: 1 Mei 2021   23:00 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramadan selalu menjadi momen bahagia sekaligus sedih bagi saya. Perbedaan yang sangat signifikan ketika Ramadan di masa kecil dan saat saya sudah punya anak kecil itu sungguh terasa. Tak jarang menjalani Ramadan butuh kesiapan psikis dan tak hanya fisik saja. Mental yang sudah terbiasa dengan kebahagiaan karena masih punya bapak, sekarang menjalani Ramadan harus memutar kenangan puasa.

Dibangunkan Bapak dengan Sapaan Khas 

"Oh, anak daraku. Moto'no je'."

Artinya lebih kurang: "Wahai anak gadisku, bangunlah!" 

Biasa saja memang tetapi kalau dengan nada khas bapak pasti saya senang dibangunkan dengan cara demikian. Soalnya kalau dibangunkan dengan orang yang nadanya marah-marah, sumpah bikin mood sahur menguap bersama mimpi. 

Selain itu, bapak juga suka bilang seperti ini:

"Imsaaak... imsaaak...!" 

Ya, bapak sengaja berkata demikian supaya anak-anaknya segera bangun apalagi kalau dibangunkan pertama kali lalu belum ada yang bangun. Seringnya ini diperuntukkan untuk adikku yang nomor 3 karena memang ada kesulitan ketika dibangunkan. Cara halus tidak akan mempan sehingga teriak dengan kata Imsak membuat adik saya langsung bangun. 

Sahur Patrol 

Dulu, keberadaan sahur patrol ini sangat membantu sekali semua penduduk kampung bangun. Bagaimana tidak, beragam alat digunakan sehingga menimbulkan suara yang khas tetapi keras. Rasanya ketika ada yang tidak bangun dengan dentuman alat dan juga suara, sepertinya perlu dipertanyakan jenis telinga yang dipakai.  

Namun, di tengah pandemi semuanya nyaris tak ada. Kata mama yang bangunkan sahur tidak diberi ijin untuk membuat kerumunan. Kalau di tempat tinggal saya saat ini malah sama sekali sudah tidak ada. Lucunya, anak-anak main petasan sehabis salat Subuh. Padahal itu sangat mengganggu sekali. 

Dibangunkan Teman 

Saat masih sekolah di SMA dan bangku kuliah, sahur jadi istimewa karena ada teman yang membangunkan. Menelepon sampai telepon diangkat sepersekian detik lalu ditutup. Kalau ingat istilah dudet dulu alias dua detik, seperti itulah caranya. Seru dan selalu semangat karena biasanya kami buat perjanjian, yang paling sering menghubungi lebih dulu akan dapat bonus Lebaran. 

Sekarang apa nggak punya teman? Hmm, rasanya sudah lama tidak ada yang demikian. Mungkin karena saya bukan penduduk asli di domisili sekarang sehingga banyak yang sungkan. Namun, saya percaya bahwa mereka juga punya kesibukan masing-masing yang tak bisa diganggu, apalagi yang sudah berkeluarga.

Nonton Sinetron Khusus 

Bagi yang mengenal sinetron yang sekarang jilidnya sudah banyak, pasti paham bahwa ini selalu ditonton orang saat sahur. Nah, sebelum bapak meninggal saya masih suka nonton ini. Bahkan ketika saya harus menginap di laboratorium karena penelitian yang harus tetap jalan saat puasa, nonton sinetron ini menyenangkan. Menunggu azan Subuh agar tidak bablas tidur.

Sekarang, punya anak dua dan satunya belajar puasa, nonton sinetron ini jadi jarang saya ikuti lagi. Apalagi di rumah tidak ada TV jadi mengandalkan streaming via laptop. Dan saya bersyukur dengan kondisi ini justru membuat saya mudah mengajarkan ke anak mengenai amalan baik saat puasa.

*** 

Well, apa pun yang terjadi saat ini, masih bersyukur dipertemukan Ramadan. Beruntung diberikan kesempatan untuk menempa diri jadi lebih baik lagi. Apalagi ada anak sulung yang gigih sekali belajar puasa full. Tradisi sahur yang saya lakukan saat ini dengannya semoga kelak diingat sebagai momn menyenangkan saat belajar agama. Semoga gigihnya puasa penuh tahun ini terus ada sampai akhir hayatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun