Mohon tunggu...
Rahmah Chemist
Rahmah Chemist Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger - Product Photographer

Simple, challenge, suka nulis and fun. Temui saya di dunia maya... Blog: http://chemistrahmah.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekelumit Kisah tentang Mantan yang Harus Diikhlaskan

19 Februari 2020   09:52 Diperbarui: 19 Februari 2020   10:09 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekelumit Kisah tentang Mantan yang Harus Diikhlaskan -- Sebenarnya saya bimbang menuliskan ini. Bukan karena takut dibaca suami. 

Saya hanya harus membuka kembali lembaran demi lembaran yang sejatinya sudah ditutup rapat bersama dengan keputusan untuk mengakhiri masa sendiri. Karena mantan tak ada yang bisa menjaga hati.

Lagipula sebenarnya saya bingung apakah berhak mereka disebut mantan. Karena ada yang tiba-tiba dekat dan pergi begitu saja bahkan ada yang dekat hanya untuk memanfaatkan keadaan. Semua harus direlakan meskipun tak bisa dipungkiri karena menjadi kenangan.

Beberapa kisah yang saya ceritakan di sini, bukan untuk kemudian menguak luka lama. Hanya saja, saya ingin semuanya berkaca bahwa terkadang Tuhan mempertemukan dengan jodoh setelah melewati beberapa luka. Mungkin untuk memastikan, seberapa kuatnya bertahan untuk cobaan hati yang menerpa. Karena biduk rumah tangga bukan lagi persoalan rasa yang ada. Rumah tangga membutuhkan kekuatan survive dan saling memahami untuk visi masa depan yang sama.

Didekati Senior di Kampus karena Suka sama Adik Angkat

Diperhatikan oleh kakak tingkat memang menyenangkan. Apalagi kalau selalu diingatkan tentang jadwal perkuliahan. Belum lagi selalu dikirimkan makanan ketika ada kelas laboratorium yang mengharuskan saya berangkat pagi buta dari rumah yang jaraknya membuat orang selalu heran. Ya, heran karena saya mampu melaluinya setiap hari tanpa merasa itu beban.

Ternyata kebaikan itu hanya sebuah jalan untuk mewujudkan sebuah impian. Pastinya bukan dengan saya yang sudah merasa di atas awan. 

Kakak senior melakukannya demi adik angkat yang sering menemui saya di kampus untuk sekadar berdiskusi dan menghabiskan waktu sebelum masuk waktu perkuliahan.

Ya, adik angkat yang sampai saat ini sudah tak lagi berkomunikasi dengan saya. Namun, bukan karena kakak senior ini sehingga saya memilih menjauh darinya. Saya menjauh karena ada underestimate yang sampai sekarang masih membekas dan itu sangat menyakiti prinsip kejujuran saya.

Balik ke kakak senior...

Kini, saya tahu seperti apa kehidupannya. Entah benar bahagia atau "tampak bahagia" (mengutip kalimat Ari Lasso pada sebuah ajang pencarian bakat) karena saya selalu percaya, semua yan dilakukan aka nada ganjarannya.

Mungkin ada yang bertanya, "Memangnya sang kakak senior bilang suka gitu sama kamu?". Hmm... andai tak ada kalimat-kalimat indah yang pernah dilontarkan beliau, tak akan mungkin kisah ini begitu membekas dan membuat pilu.

Bahkan saya sempat tidak mau ke kampus beberapa saat hanya untuk menghindari bertemu dengan sosoknya. Melihatnya saja dari arah belakang sudah membuat tidak nyaman mata saya. Apalagi kalau kemudian harus menjadi asisten dosen yang menggantikan untuk praktikum kimia. Sungguh dulu saya belum memiliki kekuatan untuk tetap seolah-olah tidak ada yang terjadi antara kita.

Didekati karena Saya Punya Kemampuan Mengelola Bisnis

Saya mengenalnya di sebuah desa ketika menjalani KKN waktu itu. Perkenalan juga terjadi secara tidak sengaja karena salah kirim SMS yang isinya lucu. 

Ada banyak nama yang sama memang tetapi nama saya tetap istimewa karena satu-satunya terpendek dan tidak ada tambahan apa-apa yang membuat ambigu. Meskipun seringkali saya disangka laki-laki hanya karena salah melihat huruf akhir yang seolah mirip ketika ditulis dengan tangan.

Saya menyangka itu hanya saat itu saja. Ternyata setelah pulang dari KKN, saya bertemu lagi sebagai orang yang membutuhkan pekerjaan tambahan untuk biaya kuliah dan jajan pastinya. Maka saya ditawarkan untuk mengelola bisnis pengetikan yang ada di depan kampus tercinta.

Menjalankan pekerjaan dan mengelola bisnis itu ternyata menyenangkan. Saya menikmatinya namun dia pun menikmati cara kerja saya yang memberinya keuntungan. Hingga kemudian mendekat dengan wajah berbeda dari sebelumnya. Saya yang waktu itu juga sudah move on dari kakak senior, mencoba membuka hati kemudian.

Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama ketika dia menemukan kembali nomor perempuan yang diajaknya berfoto waktu KKN dulu. 

Saya tidak tahu kalau teman KKN yang dimaksud adalah perempuan yang hampir setiap hari saya lihat karena laboratorium saya berdampingan dengan kelasnya. Sungguh bingung saya menjalani kisah hati saat itu.

Saya selalu bertanya mengapa harus dengan orang-orang yang tidak jauh dari pandangan mata saya. Apalagi urusan hati yang benar-benar bukan masalah sepele bagi saya. Dan untuk kali pertamanya saya kemudian memberanikan diri untuk bicara dengan perempuan tersebut. Saya pikir perempuan itu akan memahami maksud saya, tetapi ternyata tidak sama sekali. Justru dia menuduh saya yang tidak-tidak karena terlalu berharap hanya karena saya mengelola bisnis sang lelaki.

Dan karena saya juga tidak ingin berseteru lama, saya memilih pergi...

Apakah kisahnya sudah selesai ketika saya pergi? Oh, tidak!

Saya kemudian "terpaksa" bertemu dengan dia lagi karena meminta bantuan untuk mengurus administrasi perkuliahannya yang terkesan amburadul. Alasannya karena sakitnya yang seringkali membuatnya takut menuju tempat keramaian. Entahlah apa nama penyakit seperti itu.

Apakah saya membantu? Tentu saja, iya!

Dalih saya waktu itu, benar-benar mencoba membuka harapan baru karena informasi terakhir kalau sang perempuan yang dikejarnya itu sudah jadi milik orang lain. Kasihan sih! Cuma saya mencoba berbaik hati untuk membuka kesempatan.

Namun, yang namanya jodoh tetap Tuhan yang atur. Saya harus melanjutkan studi ke magister atas permintaan bapak. Otomatis saya harus fokus karena tentunya materi perkuliahan di tingkat pascasarjana akan jauh lebih berat. 

Saya pun kemudian tak lagi mendengar apa-apa soal lelaki ini. Hingga ada telepon yang masuk dan mengatakan kalau dia harus segera menikahi seorang perempuan yang sakit keras (entah benar atau tidak). Dan lagi, saya kenal perempuan itu. Kakak kelas yang pernah menasihati saya soal hijab.

Kini, hidup mereka sepertinya bahagia di sudut bumi Tuhan yang entah dimana. Istrinya benar sakit keras atau tidak, saya serahkan saja sama Tuhan. 

Pastinya saya percaya Tuhan selalu memberikan ganjaran atas apa yang telah dilakukan hambaNya. Saya mencoba mengikhlaskan kisah perjalanan hidup saya mengenal pria harus dilalui seperti ini.


***

www.opinionpanel.co.uk
www.opinionpanel.co.uk

Pelajaran Berharga dari Mantan

Cukup dua kisah di atas yang saya angkat karena sangat berbekas di hati saya yang waktu itu memang ingin melepaskan diri dari masa jomlo dan langsung menikah. 

Saya mengira, kakak senior dan teman KKN di atas tadinya sudah serius memikirkan ke jenjang pernikahan, tetapi ternyata kalau bukan jodoh ada-ada saja halangannya.

Saya belajar bahwa mereka hadir untuk memberikan pelajaran kepada saya agar tidak mudah hanyut dengan perasaan. Apalagi melihat kebaikan laki-laki asing yang tak biasa dilakukan. Ketika ada yang berbuat baik, anggap saja mereka melakukannya karena memang tugas manusia ke sesama adalah demikian.

Buat komitmen dari awal bahwa hubungan yang terjadi tidak akan dinodai oleh hal-hal lain dan konsisten menjalaninya. Jika ingin melakukan hubungan serius, ditanya lagi keseriusannya sebab pantang untuk mencintai setengah hati.

Daaan... jangan mudah GeeR, haha... 

Nasib Mantan Saat Ini

Sejauh mata memandang, tentunya saya tidak lagi bisa melihatnya. Lha wong saat ini saya ada di kota yang jauh dari kota kelahiran tercinta. 

Saya hanya tahu bahwa mereka semuanya sudah menikah dengan pasangan pilihan masing-masing. Punya anak? Saya juga tidak tahu pasti jumlah anak mereka karena saya bukan petugas sensus penduduk, haha...

Intinya, saya percaya kalau kesalahan yang dilakukan mereka (baca: memainkan perasaan saya dulu), tentunya tak akan pernah hilang dalam kenangan.

Memaafkan atau tidak, biarlah itu urusan saya dengan Tuhan.

Sebab, tingkat sakitnya hati setiap orang sangat berbeda. Jangan disamaratakan semua. Apalagi men-judge bahwa saya terlalu lebay dengan perasaan saya sendiri.

Lalu, bagaimana jika bertemu kembali pada kondisi tak terduga? Ya, biarkan waktu dan situasi yang menjawabnya...

***

Tuhan yang Maha Tahu segala yang terbaik untuk saya. Buktinya, pasangan hidup saya saat ini benar-benar orang yang menjaga komitmen dan konsistensi sebagaimana yang saya harapkan pada sosok laki-laki. Beruntungnya lagi, pasangan saya tidak punya pengalaman menyakitkan seperti kisah di atas. Dan ini menjadi salah satu hadiah Tuhan paling besar karena mempertemukan dengan sosok seperti pria yang dengannya saya dikaruniai anak dua.

So, sesakit apa kisahmu dengan mantan? Sharing, yuk!

*** 

Tulisan ini dibuat untuk diikutsertakan dalam event Sambung Menyambung Menjadi Konten. Saya bagian dari #TrioDara yang terdiri dari Rahmah, Dwi Aprily dan Afin Yulia 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun