Ia menjerit --tepatnya melonglong -- dengan nada yang membuat bulu tangan merinding. Ia melakukan ritual  fangesa[2] -- sebuah ritual orang-orang Nias yang mengalami penyesalan mendalam sampai-sampai tak sadar apa yang  lakukan-. Tubuhnya bergetar amat keras dan sesaat kemudian ia membanting kepalanya ke atas ranjang.
Â
"Anakku..," suara asing itu kembali terdengar. Laki-laki yang sedang tersayat hatinya itu menghentikan aktifitasnya. Ia melongok ke atas. Bukankah Tuhan berasal dari atas? Â " Apa yang kamu lakukan? Itu menyakiti dirimu sendiri"
Â
Laki-laki tak menjawab. Apa lagi yang lebih menyakiti saat sadar ia telah mati?
Â
"Tuhan, mengapa saya harus mati secepat ini..?"
Â
"Engkau belum mati, Anakku."
Â
Laki-laki itu tak merasa gembira. Itu tak punya makna apa-apa. Ia pernah mendengarkan konsep kehidupan setelah mati. Setelah seseorang meninggal ia akan berada di sebuah ruangan putih bercahaya. Lalu malaikat dengan buku kehidupan setebal yang tak bisa ia bayangkan mendatanginya. Ia akan di dakwa atas semua kesalahannya. Kemudian manusia yang pura-pura suci akan mencoba menawar.