Selain itu, pada Juli 2021, di Desa Makmur, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, Â warga menolak pemakaman jenazah pasien Covid di tempat pemakaman Kristen yang terletak di Dusun VI.Â
Dua dari sekian contoh kasus pengucilan dan penolakan terhadap pasien Covid-19 itu menunjukkan semangat gotong royong yang memudar. Padahal gotong royong merupakan kekuatan utama selama pandemi ini, di saat masih banyak hambatan penanganan Covid-19 di level kebijakan pemerintah.
Artinya, solusi negara tentu saja bukan satu-satunya "peluru" yang bisa dipakai untuk menghadapi pandemi. Diperlukan kerja bersama di level komunitas masyarakat untuk merumuskan strategi penanganan pandemi yang tepat, tanpa harus ada pengucilan dan peminggiran terhadap mereka yang terpapar.
Ini ditegaskan juga oleh imawan Pradiptyo, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM sekaligus pendiri komunitas SONJO. Menurutnya, untuk bisa bergerak bersama maka diperlukan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi yaitu pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 dipandang sebagai perubahan yang mendasar maka diperlukan respons yang juga berubah.Â
Rimawan mengatakan, untuk bisa membantu penanganan pandemi Covid-19 tidak sepenuhnya bisa mengandalkan sumber daya yang dimiliki pemerintah. Sumber daya pemerintah tidak banyak dan terbatas. Pemerintah tidak memiliki dana banyak sehingga ketika pemerintah melakukan defisit anggaran maka anggarannya hanya 6 persen dari GDP. Â Jumlah ini tidak sama dengan negara-negara lain yang mencapai 15-30 persen.
"Kemampuan pemerintah terbatas. Lalu, kita bisa bantu apa, dan kemana, maka terbaik adalah mendekat pada masyarakat  karena di masyarakat banyak resources meski tidak dalam bentuk uang," jelasnya.
Pandemi Covid-19 mengajak kita untuk kembali memperkuat dan membumikan gotong royong sosial sebagai filosofi kehidupan bangsa. Dan, saya kira, sedulur-sedulur saya di Sawahan, Pundong sudah menunjukkan itu.
Salam dari Sawahan, KM17 Parangtritis!