Kelima, pemakaman Soekano turut dipolitisasi. Soeharto sebagai pemangku kebijakan pemerintahan melakukan pertemuan dengan pimpinan partai politik, pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, dan ketua Dewan Perwakilan Agung membahas mengenai penyelenggaraan upacara dan menetapkan pemakaman kenegaraan sebagai bentuk penghargaan kepada Soekarno. Soeharto dan pejabat pemerintahan lainnya menetapkan pemakaman Soekarno ditempatkan di Blitar.
Soekarno juga berwasiat bahwa ia ingin sekali beristirahat di bawah pohon yang rindang, dikelilingi pemandangan yang indah, di sebelah sungai dengan air yang bening, berbaring di antara perbukitan dan ketenangan dengan berhawa dingin, di pegunungan, daerah Priangan yang subur di mana Soekarno bertemu pertama kali dengan petani Marhaen.
Namun wasiat itu tidak diindahkan oleh Soeharto yang tetap memutuskan pemakaman dilaksanakan di Blitar dengan alasan bahwa Soekarno memiliki kedekatan dengan ibunya.Â
Pada analisa lainnya, sejumlah sejarawan berpendapat bahwa keputusan Soeharto memakamkan Soekano di Blitar karena terlalu berbahaya apabila makam Soekarno terlalu dekat dengan Jakarta karena akan mengganggu stabilitas pusat negara, tampak bahwa orde baru masih takut akan kharisma pemimpin besar revolusi, meskipun sudah wafat.
Baca juga: Sepak Terjang Ir. Soekarno Sebelum Kemerdekaan Indonesia
Keenam, secara resmi upacara pemakaman selesai menjelang maghrib sekitar pukul 18:00 (Kompas, 24 Juni 1970;1), makam segera dipenuhi rakyat bahkan disebutkan sampai pohon-pohon kelapa dipenuhi oleh rakyat.Â
Kondisi sempat tidak kondusif, kekhawatiran bertambah ketika tiba-tiba segerombolan orang berjumlah sangat besar (sekitar 3000 orang) datang setelah prosesi pemakaman (Merdeka, 25 Juni 1970).
 Isunya beberapa kelompok menginginkan agar jenazah Soekarno dipindahtempatkan ke tempat lain dengan dalih kelompok tersebut mendapat wasiat dari Soekarno. Disisi lain menyebutkan bahwa pemakaman Soekarno tidak sah secara Islam karena dimakamkan di dalam peti.
Terlalu banyak reaksi dan perbuatan yang timbul, hingga tersebarnya isu keterlibatan Soekarno dengan G30S. Keterlibatannya ini mulai terlihat ketika Soekarno meyakini dan menyetujui Deklarasi Marhaenisme yang membuat buruh tani sebagai Sokoguru Partai.Â
Tertuduhnya Soekarno terhadap kasus keterlibatannya terhadap G30S menjadi suatu pembahasan, Pengadilan masih menunggu kesehatan Soekano untuk pulih agar dapat diadili, namun kesehatannya tak pernah pulih dan menghabiskan sisa umurnya dalam penyakitnya juga sebagai tahanan politik yang yak terbebaskan (Merdeka, 23 Juni 1970).