Mohon tunggu...
Mesa Indra Naiborhu
Mesa Indra Naiborhu Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Hukum, Management, dan Keuangan

Meminati bidang hukum, management, dan keuangan yang dapat dipergunakan untuk berbagi pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dua Puluh Tahun Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat (Dilanjutkan atau Dihentikan?)

4 Mei 2021   01:00 Diperbarui: 4 Mei 2021   01:30 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melalui UU No. 21 Tahun 2001 secara resmi Prop. Papua telah menjadi propinsi dengan status Otonomi Khusus dan berdasarkan UU No. 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 2008, bahwa Prop. Papua Barat juga telah menjadi propinsi dengan status Otonomi Khusus.  Dana Otonomi Khusus diperuntukkan guna percepatan pembangunan dari tahun ke tahun dengan fokus pembangunan yang disesuaikan dengan perkembangan yang akan dituju oleh masing-masing kebijakan daerah pada tahun-tahun yang bersangkutan.

1. Pelaksanaan Otonomi Khusus dari Sudut Pandang Pendanaan Pembangunan

Sampai dengan tahun 2020, besaran dana otonomi khusus yang disalurkan kepada Propinsi Papua dan Papua Barat telah mencapai sebesar Rp. 92,83 triliun untuk Propinsi Papua dan sebesar Rp. 34,63 triliun untuk Propinsi Papua Barat.  Besaran dana otonomi khusus dengan pendapatan asli daerah (PAD) ditambah dana perimbangan (DP) pada masing-masing propinsi, dapat juga dilihat bahwa jumlah penyaluran dana otonomi khusus setiap tahunnya lebih besar, dengan komposisi terendah sebesar 55,15 % dari APBD Propinsi Papua pada tahun 2016 dan komposisi tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 73,52 % dibandingkan APBD tahun yang sama.

Penyaluran dana otsus untuk Propinsi Papua Barat telah mulai dilakukan sejak tahun 2008 yang hingga tahun 2020 telah tersalurkan sebesar Rp. 34,63 triliun dengan jumlah yang cenderung meningkat setiap tahunnya.  Tetapi jika dilihat komposisi dana otsus dibandingkan dengan pendapatan asli daerah (PAD) ditambah dengan dana perimbangan (DP), besaran komposisi dana otsus mengalami turun-naik dengan kompoisisi terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 44,97 % dari APBD Propinsi Papua Barat dan komposisi tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 70,46 % dari APBD Propinsi Papua Barat.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Jika dilihat komposisi dana otsus dibandingkan dengan pendapatan asli daerah (PAD) ditambah dengan dana perimbangan (DP), besaran komposisi dana otsus mengalami turun-naik dengan kompoisisi terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 44,97 % dari APBD Propinsi Papua Barat dan komposisi tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 70,46 % dari APBD Propinsi Papua Barat.

Secara total, dapat dilihat pertumbuhan APBD Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat dari tahun ke tahun sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2020 yang didasarkan pada kompilasi data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Daerah masing-masing propinsi.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Berdasarkan grafik di atas, dapat ketahui bahwa setiap tahun APBD masing-masing propinsi mengalami peningkatan dan sangat diharapkan bahwa dengan pendanaan tersebut setiap propinsi dapat semakin meningkatkan pembangunan di segala bidang.

2. Gambaran Sekilas Penggunaan Dana Otonomi Khusus terhadap Pendidikan, Ketersediaan Lapangan Pekerjaan, dan Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan data yang dikompilasi dari Badan Pusat Statistik Dearah Propinsi Papua dan Papua Barat, seperti yang dituangkan pada tabel di bawah, dapat dilihat perkembangan populasi penduduk setiap tahunnya, dimana populasi penduduk cenderung mengalami peningkatan tahun demi tahun. Secara logis dengan bertambahnya tahun maka jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Di Propinsi Papua, tingkat pengangguran terbuka cenderung mengalami stagnasi, dimana yang dimaksud dengan tingkat pengangguran terbuka adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.  Jadi jika dilihat secara angka mutlak, jumlah pengangguran mengalami peningkatan walaupun Propinsi Papua telah menerima setiap tahunnya dana otonomi khusus.  Demikian juga dengan jumlah penduduk miskin, jika dilihat secara angka mutlak juga mengalami stagnasi yang berpotensi memiliki kecenderungan meningkat.

Hal yang lebih mengkhawatirkan terjadi di Propinsi Papua Barat, dimana tingkat pengangguran terbuka justru mengalami peningkatan, yang seolah-olah mengindikasikan terjadinya kelebihan penduduk, padahal jumlah penduduk hanya dikisaran 1,1 juta jiwa.  Jumlah penduduk miskin mengalami stagnasi, walaupun tingkat pengangguran meningkat.  Untuk itu sangat perlu dilakukannya penelitian lebih mendalam untuk melihat apa penyebab anomali tersebut, apakah penyaluran dana otonomi khusus cenderung lebih berupa ke sektor konsumtif dibandingkan sektor produktif, atau ada penyebab lainnya.  Berikut dapat dilihat grafik perbandingan.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Dari segi pembangunan fisik pendidikan terlihat adanya progress pertambahan sekolah di tingkat sekolah dasar (SD), sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), maupun perguruan tinggi, baik di Propinsi Papua maupun di Propinsi Papua Barat, dari tahun ke tahun..

Sangat diharapkan bahwa penyaluran dana otsus semakin memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan jumlah pendidikan yang sejalan dengan meningkatnya populasi penduduk, sehingga kemampuan sumber daya manusia penduduk setempat dapat meningkat untuk menghadapi persaingan serta untuk mengelola daerahnya sendiri seperti yang diamanatkan pada UU No. 21 Tahun 2001.  Berikut adalah grafik pertumbuhan jumlah sekolah setiap tahunnya, baik SD, SMP, SMA, maupun perguruan tinggi untuk daerah Propinsi Papua dan Papua Barat.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Untuk fasilitas kesehatan, yang merupakan salah satu kebutuhuhan vital masyarakat, terlihat bahwa jumlah pelayanan kesehatan mengalami peningkatan setiap tahunnya baik berupa rumah sakit umum maupun puskesmas, di Propinsi Papua dan Papua Barat.  Pertambahan jumlah fasilitas kesehatan tersebut bukan menunjukkan menurunnya kesehatan warga, tetapi sebagai konsekuensi logis terhadap bertambahnya populasi penduduk dikedua propinsi setiap tahunnya.  Memang tidak sedikit rumah sakit tersebut dimiliki dan dikelola oleh pihak swasta, tetapi peran pemerintah daerah juga besar dengan melakukan pembangunan yang sejalan dengan pertambahan populasi warganya.  Berikut dapat dilihat grafik perkembangan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan di Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau disebut juga Human Development Index (HDI) merupakan suatu standar perhitungan yang diperkenalkan oleh United Nation Development Program (UNDP – PBB) yang mempunyai pengertian sebagai pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup.  Tujuan perhitungan IPM tersebut adalah untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup warganya.

Berdasarkan penjelasan konsep yang diberikan oleh Badan Pusat Statistik mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM), bahwa manfaat dari pengukuran IPM adalah sebagai berikut :

  • Sebagai indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
  • Dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara.
  • Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan dana alokasi umum (DAU).     

Berdasarkan kompilasi data dari BPS Daerah, dapat diketahui bahwa IPM di Propinsi Papua dan Papua Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan walaupun nilai indeksnya masih jauh di bawah indeks nasional dan indeks beberapa propinsi lainnya, seperti yang dapat dilihat pada grafik di bawah.

Lambannya peningkatan indeks tersebut karena perhitungannya dipengaruhi oleh harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup. Perbaikan terhadap ketiga faktor tersebut adalah pekerjaan yang membutuhkan waktu panjang, bahkan mungkin dalam ukuran dekade, karena perbaikan tersebut sangat dipengaruhi oleh penyediaan fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan lapangan kerja, dimana jumlah fasilitas tersebut akan berkejaran dengan meningkatnya populasi penduduk, serta waktu perbaikan yang membutuhkan suatu proses.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Terdapat empat kelompok capaian pembangunan manusia berdasarkan IPM, yaitu kelompok sangat tinggi (IPM ≥ 80), kelompok tinggi (70 ≤ IPM < 80), kelompok sedang (60 ≤ IPM < 70), dan kelompok rendah (IPM < 60), dikutip dari BPS, Indeks Pembangunan Manusia 2019 (2020).

Dari grafik di atas terlihat bahwa Propinsi Papua dan Papua Barat berada dikelompok sedang sementara Indonsia secara nasional telah berada di kelompok tinggi.  Namun untuk skala dunia, berdasarkan informasi yang dikutip dari CNBC Indonesia yang dipublikasikan pada tanggal 16 Desember 2020, IPM Indonesia berada di peringkat 107 dari 189 negara di dunia.

Dengan pembangunan yang terus dilakukan oleh pemerintah daerah yang memperoleh dana otsus, maka diharapkan untuk tahun-tahun berikutnya pembangunan berkelanjutan dapat dipertahankan agar dapat meningkatkan nilai IPM yang memberikan pengertian bahwa pembangunan manusia juga telah dapat semakin ditingkatkan.

3. Otonomi Khusus Propinsi Papua dan Papua Barat di Tahun 2021 

Dana otsus dan dana tambahan infrastruktur yang telah disalurkan ke Propinsi Papua dan Papua Barat sudah mencapai lebih dari Rp. 127 triliun sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2020.  Dengan jumlah dana sebesar itu, telah terlihat pembangunan di Indonesia Timur khususnya Propinsi Papua dan Papua Barat yang mengalami kemajuan, seperti terlihat pada grafik perbandingan tingkat pengangguran terbuka dan perbandingan tingkat pertumbuhan ekonomi untuk periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2020.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, diketahui bahwa dana outsus Papua dan Papua Barat akan berakhir pada tahun 2021, sehingga diperlukan sebuah kebijakan baru mengenai dana otonomi khusus ini.  Karena jika melihat struktur APBD Propinsi Papua dan Papua Barat yang, tampak bahwa pendapatan asli daerah (PAD) kedua propinsi masih cukup rendah untuk dapat menjalankan pembangunan dengan pembiayaan yang hanya didasarkan dari pendapatan asli daerah saja, seperti yang dapat dilihat pada grafik berikut.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Struktur pendapatan pada APBD Propinsi Papua dan Papua Barat lebih besar disumbang dari penyaluran dana otsus dan dana tambahan infrastruktur, sehingga jika penyaluran dana otsus dan dana tambahan infrastruktur dihentikan, maka dikhawatirkan kemampuan APBD untuk meneruskan pembangunan di daerahnya akan melemah, padahal kedua propinsi tersebut masih membutuhkan pembangunan, baik pembangunan pendidikan, pelayanan kesehatan, maupun infrastruktur pendukung lainnya, agar ketertinggalan tidak semakin menjauh dari daerah-daerah lainnya.

Seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yang dikutip oleh kontan.co.id dari website setkab.go.id pada tanggal 11 Maret 2020, bahwa : ”Ketertinggalan di wilayah-wilayah Indonesia Timur perlu mendapatkan perhatian kita bersama, baik melalui percepatan pembangunan infrastruktur, kemudian mendorong investasi untuk masuk, pembukaan hub baru, pengembangan kawasan ekonomi khusus, pembukaan kawasan industri sampai dengan alokasi dana otonomi khusus (otsus) untuk Papua dan Papua Barat”.

Namun demikian, berdasarkan data-data yang telah ditelaah di atas selama pelaksanaan otonomi khusus, secara umum masih belum dirasakan maksimal dengan besarnya dana yang sudah disalurkan.  Hal ini dijelaskan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang dikutip dari situs DDTC News (2021), Dua Dekade, Dana Otsus Papua dan Papua Barat Mencapai Ratusan Triliun, bahwa salah satu penyebab sulitnya menekan kesenjangan di Papua dan Papua Barat adalah karena tata kelola yang masih lemah.  Misal, kepatuhan menyampaikan APBD.  Di Provinsi Papua, ada 33% pemda yang belum patuh menyampaikan APBD dalam 3 tahun terakhir. Lalu, Papua Barat ada 29% pemda.  Disamping itu nilai monitoring center for prevention dari KPK juga rendah, yaitu 34% untuk propinsi, kabupaten, dan kota di Papua atau peringkat 2 terendah.  Sementara itu, Papua Barat senilai 31%, atau terendah di antara propinsi, kabupaten, dan kota lainnya di Indonesia.  Untuk itu Kementerian Keuangan akan memperkuat Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (APIP) yang melibatkan BPKP serta meningkatkan pengawasan dengan memperkuat sinergi antarkementerian/lembaga.

Untuk kedepannya Propinsi Papua dan Papua Barat tetap memerlukan status otonomi khusus dengan konsekuensi pendanaan yang tetap disalurkan oleh pemerintah pusat agar pembangunan tetap dapat dijalankan dengan percepatan, seperti yang diusulkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang dikutip dari Kontan.co.id (2021), Menkeu Usul Dana Otsus Diperpanjang Hingga 20 Tahun, dengan mengusulkan beberapa revisi terhadap UU No. 21 Tahun 2001, salah satunya adalah menaikkan besaran penyaluran dana dibandingkan periode sebelumnya.

Dengan tetap mempertahankan status otsus kepada Propinsi Papua dan Papua Barat akan memberikan makna bahwa fungsi pemerintah pusat akan menonjol, seperti penyediaan infrastruktur, penyediaan barang dan jasa kolektif, menjembatani konflik dalam masyarakat, menjaga kompetisi, menjamin akese minimal setiap indivividu kepada barang dan jasa, dan banyak fungsi-fungsi lainnya, seperti yang dikutip dari situs kompas.com, 2020, Peran Pemerintah Pusat dan Otonomi.

Kesimpulan :

1. Penerapan status sebagai propinsi yang berotonomi khusus memberikan kemampuan secara keuangan bagi Propinsi Papua dan Papua Barat untuk dapat membangun daerahnya masing-masing yang dapat dilihat dari pertumbuhan pelayanan pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja yang pada akhirnya memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah.  Hal ini menunjukkan bahwa penetapan status otonomi khusus dengan konsekuensi adanya penyaluran dana otonomi khusus dari pemerintah pusat telah memberikan dampak positif dalam 10 – 15 tahun terakhir ini. 

2. Pengalokasian dana otonomi khusus sangat berperan besar dalam membiayai pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat, karena jika hanya mengandalkan pendapatan asli daerah (PAD) ditambah dengan dana perimbangan (DP) dikhawatirkan kurang mampu karena besaran APBD masih didominasi oleh dana otsus dalam membangun daerah, baik pembangunan fisik maupun pembanguan sumber daya manusianya.

3. Terdapat juga dampak negatif dari penerapan otonomi khusus yaitu masih kurang maksimal memberikan dampak terhadap penurunan jumlah penduduk miskin serta masih rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (masih di bawah skala nasional).  Hal ini dapat terjadi karena banyak faktor yang saling berkaitan, namun demikian dengan adanya rencana dari pemerintah pusat untuk meningkatkan Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (APIP) yang melibatkan BPKP serta meningkatkan pengawasan dengan memperkuat sinergi antarkementerian/Lembaga, diharapkan dapat semakin mengefektifkan penggunaan status otonomi khusus dan pengalokasian dananya.

Saran :

1. Untuk mempertahankan laju pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat, disarankan agar UU No. 21 Tahun 2001 dapat direvisi untuk terus dilanjutkan dengan tetap memberikan status otonomi khusus kepada Propinsi Papua dan Papua Barat dengan durasi sampai dengan 20 tahun ke depan yang bertujuan, agar tingkat kemajuan kedua propinsi tersebut dapat mengejar tingkat kemajuan propinsi-propinsi lain di wilayah Indonesia bagian Barat.

2. Perlunya ditingkatkan pengawasan yang lebih ketat dengan memberikan parameter-parameter yang lebih teknis di lapangan serta frekuensi koordinasi antara lembaga di pemerintah daerah dengan di pemerintah pusat dapat ditingkatkan dengan tujuan agar penyaluran dana otsus semakin tepat sasaran terutama untuk pembangunan sektor-sektor produktif, tanpa meninggalkan sector pendidikan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

-MIN-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun