Kampar menyimpan rumah-rumah tua yang bercerita tanpa suara. Tiang-tiangnya mulai lapuk, namun masih berdiri dengan wibawa.
Di antara rimbun pepohonan dan aliran sungai yang tenang,
 tersisa jejak peradaban yang hampir terlupakan, Rumah Lontiak, simbol jati diri Melayu Tua Kampar.
Di tanah Kampar yang subur, di mana aliran sungai menjadi urat nadi kehidupan, sejarah menulis kisah tentang pertemuan dua peradaban besar: Minangkabau dan Melayu.
Dua adat yang bertaut dalam darah dan bahasa, berpadu dalam tatanan hidup yang membentuk identitas masyarakat Kampar.
Dari persilangan budaya inilah lahir sebuah mahakarya arsitektur yang menawan dan sarat filosofi: Rumah Lontiak.
Rumah adat ini dahulu berdiri megah di tepian sungai dan perkampungan, menjadi saksi kemakmuran serta kebersamaan masyarakat Kampar.Â
Atapnya yang melengkung lentik ke langit adalah simbol keanggunan dan kebanggaan, sementara bentuknya yang menyerupai kapal pencalang armada tempo dulu melambangkan semangat bahari yang telah mengakar sejak masa lampau.
Namun kini, Rumah Lontiak kian terlupakan.
Arus modernisasi yang deras membuatnya memudar di tengah bangunan beton dan rumah masa kini.
Hanya beberapa yang masih bertahan di kanagarian-kanagarian Kampar, berdiri dengan tiang yang lapuk dan atap berkarat, seperti fosil sejarah yang menunggu untuk diingat kembali oleh anak negeri.