Eksternal: Pasar global menanti rilis data inflasi PCE AS. Jika tinggi, maka harapan pemangkasan suku bunga The Fed akan pupus, dan dolar AS akan semakin perkasa.
Internal: Penolakan terhadap wacana tax amnesty dan minimnya insentif fiskal membuat investor asing ragu. Dana jumbo Rp200 triliun yang digelontorkan ke bank belum menunjukkan aliran nyata ke sektor riil.
Ketika benteng kurs runtuh, rakyat bertanya: Â
Apakah harga bahan baku akan naik? Apakah warung akan sepi? Apakah ladang akan kering?
Dampak Langsung: Dari Layar ke Ladang
Tembusnya kurs bukan hanya peristiwa pasar. Ia adalah sinyal yang merambat ke kehidupan nyata:
1. Harga Bahan Pokok dan Impor
Barang-barang yang bergantung pada bahan baku impor, seperti kedelai, gula, dan obat-obatan, berpotensi naik. Pedagang mulai menyesuaikan harga, bukan karena ingin untung lebih, tapi karena stok berikutnya akan lebih mahal.
"Kalau dolar naik terus, saya harus beli barang lebih mahal. Tapi pembeli belum tentu mau bayar lebih," keluh seorang pedagang di Pasar Ciputat.
2. Daya Beli dan Konsumsi Rumah Tangga
Kenaikan harga barang impor bisa menggerus daya beli masyarakat, terutama kelas menengah bawah. Konsumsi domestik, yang menyumbang lebih dari 50% PDB, bisa melambat jika masyarakat mulai menunda belanja.
Kurs yang tembus bisa menjadi pemicu inflasi, dan inflasi adalah musuh utama dapur rakyat.
3. Keberanian Pelaku Usaha Kecil
UMKM yang bergantung pada bahan baku impor atau barang modal mulai menahan ekspansi. Ketidakpastian kurs membuat mereka ragu mengambil kredit, meski suku bunga sudah diturunkan.
Dana jumbo Rp200 triliun yang digelontorkan ke bank belum menjelma jadi gerak di sektor riil. Â
Likuiditas tinggi, tapi keberanian rendah.
Pernyataan Menkeu: Fiskal Belum Menyentuh